20. Meringkuk Di Balik Pintu Kayu

968 149 126
                                    

Selama sepekan ini, sudah dua buket cokelat batangan yang mendarat acak ke kamar inapnya. Baru pagi ini, saat Lillac hendak memakai sepatu ke selolah, satu buket serba biru muda berisi oreo diantar tukang pos ke kamarnya.

Lillac menghela napas. Ia tahu persis Yara-lah yang mengirimkan itu. Ada surat dengan rangkaian maaf yang hampir sama, plus spam pesan yang tiada henti di ponselnya. Membuat Lillac ingin meledakkannya sekarang juga.

Tapi ia tak lari. Lillac menerima bahkan memakan jajanan itu berdua dengan Aussie. Seperti yang kalian tahu, Lillac masih terlalu baik hati untuk menolak mentah-mentah permintaan maaf serta segala effort yang Yara keluarkan demi dirinya. Meski sakit hari itu masih belum hilang bekasnya.

Ia mencabut dua bungkus bolu oreo di buket tersebut, lalu mengantunginya di tas. Baru ia berlalu, karena Pak Tama sudah menunggunya di parkiran.

;

Entah ia bodoh atau terlalu baik hati, tapi nyatanya di sinilah dirinya. Duduk dengan wajah datar menghadap Yara yang berlinang air mata.

"Lil, demi apa pun, aku minta maaf. A-aku enggak bermaksud. Please, Lil, you're my best friend! Tolong, maafin aku," pinta Yara seraya terisak-isak. Ia terus menggumamkan maaf dengan air mata bercucuran. Lillac tak bisa mendeteksi apa ia bersalah sungguhan, atau cuma air mata buatan. Tapi yang pasti, hatinya tergerak memaafkan.

"Aku bakal lakuin apa aja buat kamu, Lil, beneran. Aku butuh kamu, sahabatku. Aku harus gimana biar kamu percaya?" mohonnya, "Aku sujudㅡ?"

"Ra, stop," interupsi Lillac, menahan pergerakan Yara yang hampir berlutut. Yara mendongak, dengan mata merahnya mebatap sayu Lillac yang tengah sakit.

"Aku ...," Lillac bersuara, "... udah maafin kamu, kok. Malah aku yang minta maaf karena kemarin maki-maki kamu di depan banyak orang,"

Yara mendongak terkejut, "S-serius, kamu maafin aku?"

Lillac menghela napas. "Iya," tuturnya singkat.

"You're joking," Yara berseru seraya menghambur ke pelukan Lillac, "MAKASIH BANYAAAAKK!"

"Iya,"

"Oke, sekarang aku bakal pesenin kamu boba depan sekolah! Matcha, ya? See youuu!" Setelah sekali mengencangkan pelukannya ke leher Lillac, ia gegas berlari ke luar pagar.

Setelah hilang dari pandangan, ia mengambil ponselnya.

una, dia udah maafin aku |
so whats next? |

;

"Lil!"

Sorakan kencang Yara membangunkan ia segera. Dengan sekali gerakan, Lillac bangkit. Kepalanya berkunang-kunang.

"Apa?"

"Kamu dipanggil Pak Ikhsan. Di gudang olah raga lantai 4," jawab Yara tanpa mengindahkan wajah kesal Lillac, "kamu disuruh ke sana,"

Lillac memejamkan matanya, memijit-mijit sekitar alisnya yang sakit luar biasa. Haduh, mau apa lagi guru botak itu?

Masih dengan pandangan yang memburam, Lillac bangkit dari duduknya. Seraya mengomel dalam hati, ia berjalan setengah berlari menyusuri lorong dan menaiki tangga. Lorong-lorong itu masih ramai meski jam kedua dimulai 5 menit lagi, dan ia tak membalas satu pun sapaan-sapaan ramah mereka padanya.

Beberapa langkah di depan pintu gudang olah raga tersebut, ia berhenti sejenak mengatur napasnya yang tersengal. Dadanya sering sekali nyeri belakangan ini, bahkan untuk menarik napas.

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang