O2. Tentang Kak Jingga

1.9K 224 73
                                    

Kakinya setengah berlari menuruni tangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kakinya setengah berlari menuruni tangga. Tak lupa ransel kecil warna jingga kemerahan ditentengnya di siku. Kali ini penampilannya dipercantik dengan dua buku paket Matematika dan IPA di dekapannya.

"Jingga mau sarapan atau bawa bekal?" tanya bundanya. Cepat-cepat Jingga menyahut dengan opsi kedua sebagai pilihannya. Lantas, nasi goreng di piring Jingga dipindah Bunda ke kotak nasi merah mudanya.

Jingga duduk sebentar, meneguk susu coklat hangat yang baru Jihan bawakan. Hanya butuh 2 menit buatnya membersihkan gelas tersebut.

Segera ia menyambar kotak nasinya. Kemudian menyimpannya di dalam tas, ruang paling depan. "Duluan, ya?"

"Oke!" Tiga putri Arditho lainnya menyahut serempak. Jingga tersenyum simpul, kemudian mengecup tangan satu-persatu anggota keluarganya, dimulai dari Ayah lalu ditutup oleh Lillac. Baru ia benar-benar meninggalkan halaman rumah.

"Non Jingga hari ini enggak bareng yang lain, ya?" Pak Tama menyambutnya hangat kala ia baru membuka pintu sedannya.

"Enggak, Pak. Hari ini Jingga dateng pagian dikit, soalnya mau piket," jawab Jingga sopan pada sang supir pribadi keluarga mereka, Pak Tama.

Pak Tama baru dua tahun bekerja, menggantikan Pak Yatno yang keluar demi merawat istrinya yang kala itu sakit keras. Beliau lantas usulkan pengganti posisinya dengan tetangga dekatnya, Pak Tama.

Pak Tama berawak besar namun pendek. Selalu dengan rambutnya yang super klimis serta janggut tebalnya yang bergoyang-goyang tiap ia berjalan. Lillac tak akan kuasa menahan tawanya tiap melihat itu.

Mobil mulai berjalan mundur, keluar dari garasi. Klakson berbunyi dua kali, baru sedan itu benar-benar meninggalkan pekarangan rumahnya.

Jingga mulai bersandar nyaman. Sedikit menghirup parfum mobil yang bukan main ia suka wanginya. Ia kemudian menaruh salah satu bukunya di tas, lalu membaca kawannya. IPA.

"Non Jingga tadi udah sarapan?" tanya Pak Tama, menatapnya intens lewat spion tengah.

Jingga menggeleng, singkat membalas tatapannya lewat spion tengah, sebelum kembali terfokus pada bukunya. "Bunda bawa bekal, kok. Nanti aja Jingga makan di sekolah," sahutnya.

"Oalah. Jangan kebiasaan skip sarapan, ya, Non. Tadi saya dikabarin sama istri saya, katanya Putri pingsan di sekolah gara-gara paginya males sarapan. Putri ini bandel emang," ceritanya. Putri sendiri adalah anak semata wayang Pak Tama yang sebaya Jingga. Yang dahulu sering diajak ayahnya main bersama putri-putri majikannya.

Jingga tertawa renyah, "Astaga, Putri! Semoga cepet sembuh anaknya, ya, Pak. He-he," 

"Dia kalo dibilangin bapaknya suka ngeyel, Non. Entar ibunya, deh, tuh, yang pusing,"

Jingga tertawa. Pak Tama selalu punya kisah menakjubkan tentang keluarganya. Meski tinggal di bawah atap super sederhana, Pak Tama bisa selalu menceritakan kisah yang mampu menghias senyum pada labium Jingga.

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang