1O. Suara Tertahan Jingga

1K 147 94
                                    

Di kamar serba monokrom itu, Jihan menjerit tertahan kala menggeliat di kasurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kamar serba monokrom itu, Jihan menjerit tertahan kala menggeliat di kasurnya. Setelah berhasil mendapat kesadaran sepenuhnya, ia duduk di pinggiran kasur. Melirik jam dinding.

"Anjrit. Ngapain kebangun jam dua, deh?" monolognya seraya menguap.

Ia bangun dari duduknya. Lagi-lagi menggeliat. Kini Jihan benar-benar segar untuk pergi mengambil segelas air putih baru kemudian tertidur lagi.

Kini ia di dapur. Mengambil gelas kaca besar. Bunyi dispenser lantas merasuk kupingnya. Jihan rasanya sangat mengantuk. Hingga ingin tertidur berdiri.

"Siapa itu?" Seseorang berseru. Jihan terkejut hebat hingga bangun dari ketidurannya. Jantungnya belum bisa berdetak normal setelah melihat sosok tinggi dengan pakaian serba putih. Jihan berteriak sekencang-kencangnya. Menjauh beberapa langkah dari makhluk tersebut hingga tak sengaja menjatuhkan gelas. Gelas tersebut pecah.

"Heh! Jihan! Kamu kenapa, toh? Bunda, lho, ini!"

Jihan akhirnya berani membuka matanya. Masih dengan tangan gemetaran. Keduanya saling pandang, baru kemudian Jihan terbahak tak tertahan.

"Astaghfirullah, Bunda! Ngagetin aja, sumpah. Jihan hampir jantungan, nih!" Jihan berseru, mengusap dadanya berkali-kali. Sementara sang ibunda terkekeh.

"Maap, atuh, Sayang. Bunda aja kaget, lho, tadi," timpalnya, lantas memungut bekas pecahan kaca di lantai. Sedang Jihan mengambil sapu serta serokan untuk menyapu bersih pecahan kecilnya.

Setelah dirasa mereka cukup, Bunda kembali ke masjid-dalam-rumah mereka sementara Jihan naik lagi ke lantai dua. Bunda melanjutkan salat Tahajud-nya, sementara Jihan hendak melanjutkan tidurnya kembali.

Tengah melangkah, retina Jihan tak sengaja menangkap cahaya dari ventilasi mungil di atas pintu kamar Jingga. Dari sana ia sudah tahu; Jingga masih terjaga.

"Jingga?"

Gelagapan Jingga membereskan buku-bukunya di meja, lantas membaringkan kepalanya di meja dengan bantalan tangan. Namun Jihan tak semudah itu dikelabui.

"Jingga, Kakak tau kamu pura-pura tidur,"

Hanya dengan begitu, kepala Jingga terangkat lagi. Lalu ia menoleh, "Eh, pacar Om Aksa," sapanya seraya terkekeh canggung.

"Kenapa belum tidur?" Jihan tak menggubris mau pun membalas suara Jingga. Ia berjalan dan menilik ke meja belajarnya, yang ia jelas tahu itu adalah buku fisika yang terbuka.

"Tadi lagi latihan soal," jawab Jingga santai, disertai kuap super lebar hingga netranya berlinang air mata.

"Buat? Ujian?"

Jingga menggeleng, "Aku mau ke perpustakaan besok. Mau ikut kuis bareng kakak-kakak kuliahan,"

Jihan menentang lagi, "Tapi besok, kan, libur. Kamu liat, enggak, di bawah matamu, tuh, udah kayak arang? Item banget, Jingga. Kamu udah bukan kurang tidur lagi, kamu itu enggak pernah tidur. Enggak capek?" ujarnya bertubi-tubi.

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang