"Lillac nunggu bentar, ya? Pak Tama lagi ngejemput,"
Lillac mendesah kesal mendengar suara Bunda di telepon. "Bun, aku laper. Udah nunggu berapa lama, coba?" sahutnya ketus.
"Yang sabar, dong, Dek," tutur Bunda lembut. Namun tak juga menipiskan dinding kesal Lillac yang sudah amat jengah menunggu jemputan.
"Aussie mana, sih, Bun? Biasanya jemput bareng Lux," Akhirnya, kalimat itu meluncur pula. Ia mencari sang kakak. Tak terbiasa sosoknya tiada di sisi.
"Um ...," gumam Bunda, "Sebenernya Bunda belum mau kamu tahu, sih. Maksud Bunda, ya ... seenggaknya kamu pulang dulu baru denger kabarnya,"
"Hah? Kabar apaan?" tanyanya risau. Entahlah, tahu-tahu cemas menjalari, seakan bercampur dengan darah lalu mengalir ke segala arah.
"Aussie, tuh, tadi kecelakaan,"
;
"Makasih tumpangannya, ya, Kak!" Lillac berucap terburu-buru. Ia bangkit dari motor Raka, lalu mengembalikan helmnya padanya.
"Sama-sama. Salam buat Aussie,"
Lillac mengangguk saja. Kemudian berlari mencari ruang Aussie. Peluhnya bercampur panik. Ia tak lagi merasakan napas saking terengahnya hirupan udaranya.
Iya, setelah mendengar kabar dari Bunda, ia tak memikirkan apa lagi selain tahu-tahu menghampiri Raka di tempat parkir. Minta tumpangan ke rumah sakit yang Bunda beritahu.
Ia pikir akan ramai, namun ruang Aussie hanya ditunggu dua manusia paling dibencinya; Aussie dan pacarnya(pacarnya sara), Rona.
"Anjrot, yang lain mana?"
Itu yang ditanyanya begitu sampai. Rasanya amat berbeda. Lillac sudah teramat sering rehat di atas kasur putih tersebut. Dan seluruh keluarganya selalu ada, bahkan keluarga besar. Tapi Aussie bahkan ... ditunggui orang asing?
Aussie hanya tersenyum simpul, mengedikkan bahunya. "Sama Rona aja aku sampai sembuh," ujarnya.
Mendengar suaranya yang masih tiada terbata, bahu Lillac akhirnya mampu merosot. Lega Aussie baik-baik saja.
"Siapa yang nubruk kamu, Au?"
"Nabrak," koreksinya. Sempat-sempatnya.
"Iya, deh,"
"Enggak, t-tadi aku minjem motor Kak Ash buat ke Indojuni. Eh, kepeleset di jalan pulang," Ia meringis. Lalu mengerling tak enak ke kasihnya. Namun Rona hanya terkekeh, lalu menepuk ubun-ubunnya.
"Kok bisa?"
"Y-ya, emang bisa-,"
"Parah, enggak, lukanya?" Lillac memungkas bicara Aussie. Kali ini, si bungsu mendekati kakaknya. Melihat perban yang meliput siku Aussie.
KAMU SEDANG MEMBACA
krayon patah. [tercekal sementara]
Fanfiction❝Tentang krayon yang patah. yang masih bisa mewarnai. Tentang jiwa yang sepah. yang masih bisa mencintai.❞ 2O21 ; ©STARAAAAA-