45. Ego: Makhluk Paling Rumit

398 84 163
                                    

Pintu terbuka, menyita atensi dua orang di sofa depan televisi. Ternyata, ayahnya sudah pulang. Hati Aussie seakan hilang sekepingnya melihat terpatri lelah pekat di wajahnya, dibawanya pulang bersama polusi Jakarta.

Namun wajah lesu ayahnya yang tampak berantakan, sontak saja sirna bertemu sosok menjulang Rona. Tiba-tiba berubah senyum hangat.

"Nak Rona di sini, tah?" katanya. Rona mengangguk ramah, ia mengecup tangan Ardhito santun. "Baru mau pulang. Kasihan Aussie sama Lillac di rumah cuman berdua," jawabnya.

"Hati-hati pulangnya, Nak, ya? Macet banget juga." Sang Ayah mengusak rambut Rona.

"Iyaa. Makasih, Om. Saya pulang dulu," ujar Rona pamit. "Dadah, Au." Ia melambaikan tangannya pada sosok yang masih betah duduk di sofa. Bibir Aussie cemberut, tapi ia tetap membalas lambaiannya.

Rona dan ayahnya memang sudah sedekat itu, meski mereka belum begitu lama berpacaran. Hati Aussie menghangat melihat interaksi kecil mereka. Sang ayah yang keempat anak-anaknya hanya perempuan, melihat Rona sebagai sosok putranya. Sedang Rona seakan memiliki sosok ayah akan bagaimana hangatnya Ardhito padanya tiap mereka bertemu.

Rona akhirnya pulang habis Maghrib, benar-benar tepat setelah ayahnya pulang. Memang, Rona berkunjung karena merasa harus melindungi Aussie yang hanya di rumah berdua bersama Lillac. Bunda kebetulan sedang berada di luar kota untuk mengisi sebuah seminar. Besok baru akan pulang.

Akhirnya, sisa mereka berdua. Di ruang tamu depan pintu. Sang ayah hanya melempar senyum kecil melihat Aussie yang sudah bisa berdiri tanpa bantuan.

"Udah makan?" tanyanya. Aussie mengangguk. "Ayah?" Ia membalas.

Senyum kecil Ardhito terpampang tipis. "Iya, tadi udah makan nasi goreng di kantin kantor. Ayah juga beli kebab, makan pas macet. Baguslah kalau kamu udah makan. Lillac udah?"

"Nggak tahu. Dari tadi di kamar. Tapi kami nyisain makanannya, dia tinggal panasin kalau mau makan." Aussie menyahut seadanya.

Napas yang berat Ardhito embuskan lama-lama. "Ya udah," katanya singkat. Ia mengusap bahu Aussie, kemudian ia melenggang pergi ke kamarnya. Aussie sendirian di ruang tamu. Ia ditinggal kaget ayahnya tidak mampir ke kamar Lillac seperti biasa.

Ia menghela napas. Entah apa yang menjadikan keluarganya begini, semua tiba-tiba melonggar jauh. Jihan baru akan pulang nanti pukul sebelas malam-atau malah biasanya sekalian menginap di rumah Seila, ayahnya langsung pergi ke kamar, Bunda sedang sibuk, Jingga tak ada-yang setidaknya ia tahu Jingga aman, dan Lillac terus mengurung dirinya di kamar. Kali ini, bahkan, ayahnya tak berusaha membujuk Lillac sama sekali.

Semuanya tiba-tiba tak seperti biasanya.

;

Kabur
Aku masih di Bandung aowkowk
Aku di tempat Raka, main HAHA
Kami rencananya mau main ke puncak tauu

You
but bunda di bandung anjir
trus ayah kenal bapak kak raka jg gasi??

Kabur
Hooh tau
Tapi akunya seneng di sini ih HAHA
Ada Raka sm adeknya trus seru bgt 😞
Lagian Bandungnya beda kok?? Smoga gak ketemu Bundalah HAHHAHAHHA

You
ribet amat mending pulang 😁😁

Kabur
Pankapan
Gweh lg hiling

You
hiling-hiling tai anjinh

Kabur
Hehe
Uda yh, mw mamam sate mwah 😘😘

krayon patah. [tercekal sementara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang