41 ~ Hopeless

1.9K 158 20
                                    

Haloooo

Maaf banget buat telat updatenya.

Seperti biasa, jangan lupa vote, comment & share cerita ini ke temen-temen kalian yaaaa.

Terimakasih sebelumnya.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Tiiiiiiiiiiiit

Tiiiiiiiiiiiit

Tiiiiiiiiiiiit

Rangga masih menekan-nekan dada Ratu, namun masih tidak ada perubahan. Detak jantung Ratu masih berhenti.

Deana masih terus melihat waktu yang ada di sana.

"Dari kapan detak jantungnya berhenti?" Tanya Deana pada Rangga.

"Dari pukul sebelas lebih dua puluh." Deana langsung memperhatikan waktu yang sudah menunjukkan angka 23.20.40.

"Bertahan Ra, lo harus bertahan buat gue!" Ucap Raja dalam hati.

Tidak kuat berlama-lama di luar. Raja memilih masuk ke ruang rawat Ratu dan langsung berdiri di seberang Rangga.  Menggenggam tangan Ratu yang terpasang  selang infus.

"Bangun Ra! Gue bakal benci sama lo kalau lo pergi sekarang!"

"Satu menit, Ngga." Ucap Deana.

Rangga masih terus menekan-nekan dada Ratu.

Air mata sudah menetes dari sudut matanya.

"Bangun Ra! Bangun!" Ucap Rangga hampir frustasi.

"Bangun . . . Kakak mohon sama kamu!"

Tiiiiiiiiiit

Tiiiiiiiiiit

Tiiiiiiiiiiit

Rangga menggelengkan kepalanya.

Rangga semakin menekan-nekan dada Ratu. Masih berharap ada keajaiban.

"Du-dua menit, Ngga." Deana menghapus air matanya.

Waktu terus berjalan.

"Li-lima menit." Lirih Deana. Rangga tidak mendengarkan itu, tangannya terus bergerak.

"Rangga udah, kasian Ratu." Ucap Deana dengan air mata yang sudah mengalir di pipi.

Rangga menggelengkan kepala.

Tidak, Ratunya tidak boleh pergi secepat ini!

Rangga sudah nampak frustasi, namun tangannya masih terus bekerja.

"Bangun Ra! Kamu enggak boleh ninggalin kakak! Masih banyak yang harus kita lakuin bareng-bareng." Ucap Rangga.

Tiiiiiiiiiiiiiit

Deana memegang lengan kanan Rangga sembari menggelengkan kepala.

Rangga terdiam sejenak menatap Ratu dengan sorot mata penyesalan, ia gagal menyelamatkan Ratu.

"Waktu kematian pukul dua puluh tiga lebih dua puluh lima menit." Setelah mengatakan itu, Rangga langsung memeluk Ratu dengan erat.

Raja terdiam dengan pandangan kosong. Ratunya pergi begitu saja? Bahkan tanpa pamit? Air mata mengalir begitu derasnya sebagai bukti kehancuran.

"Maaf. . . maaf. . .  maaf . . ." Lirih Rangga dengan air mata yang mengalir.

Deana menutup mulutnya rapat-rapat agar isakannya tidak terdengar. Namun tetap gagal.

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang