~6 (meleleh)

4.8K 292 2
                                    

Raja tampak tidak bergairah sama sekali, ia hanya duduk terdiam di pojokan warung kopi yang menjadi langganannya dan juga teman-temannya.

"Kalo lagi enggak pengen nongkrong ya jangan nongkrong" ucap Rendi yang baru saja duduk disebelahnya.

Raja meminum kopi hitamnya.
"Ratu tau semuanya"

"Bagus dong?"

"Itu bikin dia jadi banyak pikiran, dan itu enggak bagus buat kesehatannya. Jadi hal bagus mana yang lo maksud?"

"Seenggaknya lo enggak selalu terus-terusan bohongin dia" Raja memicingkan matanya.

"Gue curiga, jangan-jangan lo yang ngasih tau dia tentang semuanya"

"Emang" Raja langsung bangkit dari duduknya dan mencengkeram kerah jaket kulit Rendi.

"Maksud lo apa bangsat?!" Mendengar itu teman-teman mereka langsung bangkit ingin memisahkan, namun gelengan dari Rendi membuat mereka berdiam diri di posisinya.

"Semakin lama lo bohongin dia maka semakin tinggi juga rasa bersalah dia sama lo! Mikir enggak sih?" Raja melepaskan cengkeramannya lalu kembali duduk sambil mengacak rambutnya frustasi karena apa yang diucapkkan Rendi memang benar adanya.

"Gue cuma berusaha ngejaga apa yang selama ini sahabat gue jaga. Ratu itu penting buat lo, jadi dia juga penting buat gue. Ada yang nyakitin Ratu bukan cuma berurusan sama lo, tapi juga sama gue" Rendi mengeluarkan ponselnya dari saku celana untuk membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya, lalu ia bangkit dari duduknya menepuk pelan pundak Raja.

"Gue cabut dulu" Raja mengangguk singkat.

"Gue cabut duluan " pamit Rendi pada teman-temannya yang lain.

"Baru juga nyampe lo, udah mau cabut lagi aja" ucap seorang temannya yang bernama Bintang.

"Biasa urusan negara." Bintang mengangguk mengerti lalu Rendi berjalan meninggalkan warkop tersebut.

-----------
Keesokan harinya

Raja mengelap keringatnya yang menetes di wajahnya menggunakan handuk kecil yang memang sudah ia bawa sebelum joging di area taman dekat kompleknya.

Raja berjalan menuju warung kecil yang menyediakan aneka jajanan dan juga air mineral.
"Air mineralnya dong satu" minta Raja yang langsung dituruti oleh seorang gadis yang tidak lain dan tidak bukan adalah Keisya.

"Nih" Keisya memberikan sebotol air mineral yang tidak dingin itu pada Raja.

"Enggak usah" Keisya menolak uang senilai sepuluh ribu yang akan di berikan Raja untuk membayar sebotol air mineral itu.

"Gue maksa"

Keisya menghela napas lalu menerima uang itu.
"Gue ambilin kembaliannya dulu" Raja langsung menahan tangan gadis itu.

"Ambil aja kembaliannya, mending lo temenin gue duduk" Keisya mengangguk.

Mereka langsung menuju meja yang sudah disediakan.
"Ratu dirawat?" Raja mengangguk.

"Kapan pulangnya?"

"Gue enggak tau"

"Emang drop banget kondisinya?"

"Gue juga enggak tau"

"Ck! Apa sih yang lo tau?" Raja mengedikan bahunya acuh.

"Sekolah lo gimana?" Tanya Raja.

"Tenang aja, gue masih jadi ranking 1 paralel kok" Raja mengangguk.

"Bagus" Keisya mengangguk.

"Lulus mau kuliah dimana?"

"Gue bakal langsung kerja, Kean"

"Ck! Lo pikir nyari kerja gampang? Lulusan sarjana aja masih banyak yang nganggur apalagi cuma lulusan SMA?"

Keisya menghela napas pelan.
"Gue enggak mau berhutang budi terus sama keluarga lo sama keluarganya Amara juga. Udah cukup kebaikan kalian semua sama gue. Gue udah dikasih tempat tinggal, modal usaha, beasiswa di sekolah elit, sama uang saku sehari-hari. Gue bersyukur banget sama semua kebaikan kalian, tapi gue juga enggak bisa ngerepotin kalian terus"

"Keluarga gue enggak akan bangkrut cuma karna ngasih beasiswa ke lo sampe jadi sarjana. Ratu semangat sekolah tuh karena lo sama Amara, jadi tetep lanjutin kuliah biar dia terus punya semangat belajar dan hidup"

"Biar gue pikirin nanti" Raja menggeleng.

"Apa yang keluar dari mulut gue itu perintah bukan permintaan"

Keisya melupakan satu fakta, apa yang keluar dari mulut Raja adalah perintah yang harus dilakukan dan tidak bisa diganggu gugat oleh semua orang kecuali Ratu.

"Iya"

"Enggak usah milih univnya, karena Ratu yang bakal milih. Kalian cuma harus nemenin Ratu" Keisya mengangguk. Toh, ia juga cukup sadar diri. Mendapatkan beasiswa full beserta uang saku sudah sangat lebih dari cukup jadi mau di kuliah kan dimana dan di jurusan apa saja pasti akan ia terima dengan ikhlas.

"Iya, Kean"

"Mau ikut ke rumah sakit?"

Dengan sangat terpaksa Keisya menggeleng.
"Hari ini Ibu lagi banyak banget pesenan kue, jadi nanti jam sebelas an gue harus balik ke rumah. Titip salam aja ya buat Ratu cepet sembuh juga, bilang jangan betah-betah di rumah sakit gitu" Raja mengangguk singkat lalu bangkit dari duduknya.

"Gue cabut" Keisya mengangguk.

"Hati-hati woy, kalo nyebrang liat kiri kanan"

"Lo kira gue bocah?" Keisya menyengir kuda.

"Ya kan cuma ngingetin aja, siapa tau kan lo asal nyebrang gitu. Terus nanti tiba-tiba ada motor terus lo keserempet kan nanti gue juga yang sedih"

"Nyumpahin gue?"

"Enggak lah! Masa gue nyumpahin calon masa depan gue sendiri sih" Raja mendekat ke arah Keisya hingga sepatu mereka hampir bersentuhan.

Raja mendorong pelan dahi Keisya dengan jari telunjuknya.
"Ngimpi tuh inget waktu" setelah mengatakan itu Raja langsung meninggalkan Keisya yang mematung ditempatnya dengan pipi yang sudah berwarna merah merona bak kepiting rebus.

"Sialan! Kean lo bikin gue meleleh! Huaaaa Ibuuu Kei dibikin meleleh sama Kean" Kean yang masih bisa mendengar teriakan Keisya pun hanya terkekeh pelan.

***
Tbc

Disini enggak ada yang tau kalo Ratu itu sakit Dilated cardiomyopathy kecuali Kakek, orang tua, dan dua kaka kandung Ratu. Yang mereka tau cuma Ratu sakit asma aja.

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang