~23 (Salah Tingkah)

1.7K 117 1
                                    

Jangan lupa vote, comment dan share sama temen-temen kalian yaaaaa.

Tinggalkan kritik dan sarannya, terimakasih

Happy reading!❤

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Markas Galaxi

Gilang bernyanyi diiringi gitar berwarna hitam. Gilang menyanyikan lagu Bento dengan lirik yang diubah.
"Namanya Rendi, rumah di sono. Motornya gagah, berwarna merah. Orang memanggilnya, si tukang ribut sekali tebas mati sajalah."

"Asik!" Sahut teman-temannya yang merupakan inti Galaxi.

Rendi hanya menatap malas Gilang.

"Ganti-ganti, tak tun tuang aja." Ucap Aji yang langsung di angguki oleh Gilang.

"Rendi masih gantung tak tun tuang tak tun tuang, takut kena tikung tak tun tuang tak tun tuang."

"Bacot banget et!" Kesal Rendi yang sedari tadi diam.

"Cieee yang masih digantung ngambek, utuk utuk dede Rendi ngambek ulu ulu."

"Najis!" Umpat Rendi mendengar nada Gilang yang terdengar sangat menjijikan di telinganya.

"Udah-udah. Seneng banget godain dia si lu Ko." Ucap Abay.

"Ya gimana ya? Godain bocah yang lagi bucin tuh kayak ada manis-manisnya gitu " jawab Gilang.

"Korban iklan." Ucap Aji.

"Mending gue korban iklan, daripada Kelvin korban perempuan."

"Tai! Gue kagak ngomong apa-apa masih kena juga." Kesal Kelvin.

"Lah kan emang bener. Udah di perjuangin mati-matian, sampe rela nerobos hujan, petir, badai, naik turun gunung, nyebrangin samudra eh tau-taunya dia nikah sama yang lain. Miris sekali kamu bosQu."  Ucap Gilang dengan melebih-lebihkan.

"Bacot! Mending gue ada perjuangan meskipun ujungnya ditinggal nikah, dari pada lo jomblo dari lahir!" Sahut Kelvin yang langsung membuat Gilang mengumpat.

"Sialan! Gue bukan jomblo dari lahir ya tapi single. Dan inget! Single gue itu pilihan."

"Pilihan atau enggak laku?" Tanya Aji.

Gilang menatap tajam Aji, lalu menepuk pundak Aji dengan sedikit tekanan.
"Ji, mending lo diem kayak biasanya aja."

Aji mengangkat kedua bahunya tidak peduli.

"Si Koko mah emang suka nolak kenyataan, Ji. Jadi maklumin aja haha." Ucap Kelvin yang diakhiri kekehan ringan.

"Bibir lo minta dicipok aspal kayaknya."

"Uuuuu maunya kamu, gimana dong?"

"Najis!" Kelvin langsung tertawa mendengar umpatan Gilang sedangkan yang lain menatap jengah ke arah mereka.

"Lo enggak bimbingan?" Tanya Rendi pada Abay.

"Besok baru bimbingan." Rendi mengangguk mengerti.

"Lo sendiri enggak nempelin calon pacar lo itu?" Rendi menggeleng.

"Hari ini libur dulu." Abay mengangguk menanggapi.

"Besok pestanya dia kan?" Tanya Kelvin entah dengan siapa.

Gilang menatap bingung Kelvin.
"Ha? Lo ngomong apaan si?"

"Ratu, besok pestanya Ratu sama Kean kan Ren?" Rendi mengangguk.

"Udah beli kado lo?" Rendi mengangguk.

"Tinggal ambil sih."

"Inget, dia enggak suka kado yang berlebihan."

"Gue tau."

"Ngomong-ngomong soal Ratu, lo udah jadian belum sih sama dia?" Tanya Gilang.

"Lagi masa training. Udah ah gue mau cubut dulu ngambil kado." Rendi meninggalkan mereka yang sedang menampilkan wajah bingung.

"Training? Lah dikira apaan anjir percobaan?"

"Bakso borak." Jawab Kelvin asal.

"Lah kocak, ngapa jadi ke bakso? Lo laper?" Tanya Gilang.

"Awalnya coba-coba bego, Ko. Hahahaha" Gilang melihat Kelvin yang sedang tertawa geli dengan tatapan horornya.

"Wah kesurupan nih bocah. Cabut-cabut woi!" Mereka semua langsung kompak beranjak meninggalkan Kelvin yang masih tertawa karena leluconnya yang garing.

"Bakso borak anjir! Hahahaha." Ia masih tertawa hingga akhirnya sadar kalau tinggal ia sendirian.
"Temen-temen biadab lo semua! Gue ditinggalin sendirian. Gini amat nasib gue, udah ditinggal kawin, ditinggal kawan pula." Ucapnya mendramatisir.

-----------

Raja mematikan motornya lalu melepaskan helm full face nya. Menatap rumah sederhana di depannya, rumah Keisya. Ia turun membawa paper bag berwarna biru muda yang tersampir di stang motornya.

Tok.Tok.Tok

"Assalamualakum."

"Waalaikumussalam." Jawab seorang Wanita paruh baya dari dalam.

"Eh, Kean. Masuk-masuk." Raja mencium punggung tangan Wanita paruh baya yang bernama Linda, Ibu Keisya.

"Kean cuma sebentar kok, Bu. Keisyanya ada?"

"Ada kok, Kei lagi di kamar. Biar Ibu panggilin sebentar, kamu duduk dulu." Raja mengangguk dan duduk di kursi kayu yang ada di depan rumah. Meletakan paper bag yang sedari tadi ia bawa di meja bundar yang ada ditengah-tengah kursi yang sedang ia duduki dan kursi lain.

Ia memperhatikan warung kecil yang ada di sana. Warung milik keluarga Keisya yang modalnya berasal dari keluarga Pratama.

"Kenapa Kean?" Tanya Keisya yang baru saja muncul. Ia duduk di kursi yang ada di sebelah Raja.

Raja mendorong paper bag berwarna biru muda itu.
"Pakai itu ke acara ulang tahun gue sama Ratu besok malam." Keisya menatap bingung Raja.

"Gue diundang?" Tanya Keisya kurang yakin. Karena setahunya, acara itu hanya akan dihadiri oleh rekan bisnis keluarga Pratama dan keluarga inti Pratama juga Bagaskara.

"Omongan gue kurang jelas?" Keisya langsung menggeleng.

"Jelas kok."

"Besok acaranya jam delapan malam, tapi lo bakal dijemput sama sopir gue jam tujuh." Keisya mengangguk mengerti.

Setelah mengatakan itu Raja berdiri diikuti Keisya.

"Bilangin ke Ibu, Gue balik." Keisya mengangguk.

Raja berjalan menuju motornya, namun baru beberapa langkah ia berhenti lalu membalikan badannya.
"Oh iya, satu lagi. Jangan lupa dandan, tapi jangan terlalu cantik. Takut gue makin terpesona sama lo." Raja tersenyum tipis sebelum melanjutkan langkahnya. Lalu setelah itu ia langsung menjalankan kendaraan beroda dua itu.

"Aaaaaaaaa, maluuuu. Astaga Kean! Gue malu sumpah!" Ucap Keisya sembari mengipas-ngipaskan tangannya berniat menghilangkan rona merah dipipinya.

Keisya berjalan menuju tiang rumahnya, lalu mengusap-usap tiang itu dengan jari telunjuknya. Oh, jangan lupakan wajah bahagianya itu.

"Jangan lupa dandan, tapi jangan terlalu cantik. Takut gue makin terpesona sama lo." Ucapnya mengikuti ucapan Raja. "Kaaaan, jadi makin cinta! Iihhhh kalo gini gimana mau berpaling dari kamu sihhhhh?" Lanjutnya dengan nada kesal yang dibuat-buat namun dengan wajah yang sangat bahagia.

Masih dengan wajah bahagianya, Keisya memukul-mukul tiang itu dengan manja membayangkan jika tiang itu adalah Raja.

"Lagi ngapain, Kei?" Keisya langsung berusaha menormalkan wajahnya, lalu menoleh pada sang Kakak.

"Lagi ngecek tiangnya masih keras atau udah lembek." Jawabnya sembari berlaga memukul-mukul tiang itu. "Ternyata masih keras. Kei masuk dulu, Mas." Sebelum masuk rumah, Keisya menepuk pundak kanan Rio, sang Kakak.

Malunya sampe ke DNA!

***
Tbc

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang