~28 (Curiga)

1.6K 118 1
                                    

Hallo!

Makasih banget loh buat yang udah nyempetin kasih komentar dan votenya. Sayang banget sama kalian!

Mungkin ini agak lebay sih, tapi beneran dapet notifikasi komentar tuh penaik mood banget!

Luv luv banyak-banyak buat kalian, sehat selalu yaaaa😊

Jangan lupa vote, comment dan share sama temen-temen kalian yaaaaa.

Tinggalkan kritik dan sarannya, terimakasih

Happy reading!❤

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

"Donor apa?" Kania dan Ardi menegang di tempatnya.

Raja yang baru saja datang langsung duduk di sofa lain sembari meletakan tasnya. Remaja laki-laki yang masih mengenakan celana seragam abu-abunya dan berjaket kulit cokelat itu menatap Ibu dan Kakak sulungnya bergantian.

"Bang?" Ardi meneguk ludahnya susah payah. Sedangkan Kania berdehem pelan.

"Bukan apa-apa sayang. Kamu dari mana? Kok baru pulang?" Tanya Kania mengalihkan.

"Latihan olimpiade Bunda. Itu tadi Bang Ardi bahas tentang donor, donor apa? Buat Ratu atau siapa? Kok Bang Ardi sampe nangis?" Mendengar Raja yang terus saja bertanya membuat Ardi sedikit ketakutan, takut jika penyakit Ratu terbongkar sekarang.

"Buat bahan penelitian Kakak, sebenernya bukan donor tapi kan Bang Ardi enggak paham soal medis jadi ya gitu penyebutannya." Jawab Deana yang baru saja tiba di ruang keluarga. Masih lengkap dengan jas dokternya juga tas selempang berwarna cokelatnya.

"Bahan penelitian Kak Dean kok Bang Ardi yang frustasi? Enggak masuk akal. Sebenernya ada apa sih? Ini soal Ratu?" Desak Raja yang belum puas dengan jawaban Deana.

"Penelitian Kakak ini bersangkutan dengan Pratama Corp, jadi udah pasti Bang Ardi bakal frustasi. Karena kalau sampe penelitian ini gagal maka akan berdampak juga ke Perusahaan."

"Emang Kakak lagi meneliti apa? "

Belum sempat Deana menjawab, sebuah suara lain kembali menginterupsi.
"Lagi pada ngapain? Kok enggak ngajak Ratu sih?" Ratu menyenggol lengan Deana yang berdiri di sampingnya sembari memberi kode dengan tatapan matanya.

Deana yang mengerti kode itu langsung mengangguk pelan.
"Ini loh lagi bahas tentang penelitian Kakak. Ini kok kamu rapih banget? Mau kemana?"

"Mau minta anter Raja beli jajanan." Raja berdecak malas.

"Sopir digaji buat apaan kalau lo apa-apa minta anter gue?"

"Kean." Ucapan pelan tapi penuh peringatan itu terlontar dari Kania, Ardi dan Deana.

Raja menghembuskan napas kasar, ia sengaja agar yang lain tahu ia sedang kesal.

"Manja!" Raja berdiri. "Ayo! Mau gue anterin enggak?" Raja menatap malas Ratu yang masih tidak beranjak dari tempatnya.

"Ish! Ayo!" Ratu mengamit lengan Raja agar berjalan bersama.

Setelah mereka berdua tidak terlihat, Kania, Ardi dan Deana menghembuskan napas lega.

Deana menatap Ardi,
"Lain kali hati-hati Bang. Bukan cuma Raja aja tapi kalau orang lain tau soal ini, Ratu enggak akan suka."

Ardi mengangguk lemah,
"Maaf, Abang ceroboh."

Kania menepuk pelan paha Ardi.
"Udah, sekarang kalian makan malam setelah itu mandi dan tidur."

Belum sempat Ardi menjawab ucapan Kania, Deana sudah kembali berbicara.
"Rangga, dia tau soal Ratu."

Ardi dan Kania kompak menoleh pada Deana yang sudah duduk di sofa yang ditempati Raja tadi.
"Rangga tau soal ini darimana, Kak?" Tanya Kania lembut.

"Catatan medis Ratu, Bun. Dean enggak tau pasti gimana catatan medis Ratu bisa sama dia. Dia tiba-tiba aja dateng ke ruangan Dean dan marah. Dia bilang kita terlalu egois kalau nyembunyiin tentang Ratu dari Pratama yang lain dan pihak Bagaskara. Perkara Ratu itu bukan cuma masalah keluarga kecil kita." Deana menghela napas pelan.

"Apa enggak sebaiknya kita kasih tau yang lain soal Ratu, Bun?"

Kania diam sejenak untuk berpikir,
"Tidak sekarang." Jawaban final itu bukan berasal dari mulut Kania melain Marvin yang baru saja tiba masih lengkap dengan setelan jas kerja berwarna biru tuanya.

"Tapi Pa, kita enggak bisa terus-terusan menutupi ini dari yang lain. Gimana kalau Rangga,-" ucapan Deana terpotong oleh Marvin.

"Kamu meragukan sepupu kamu sendiri Deana?" Deana diam tidak menjawab.
"Rangga tidak akan sebodoh itu untuk membongkar semuanya. Jadi rahasiakan ini sampai kita mendapatkan jantung baru untuk Ratu. Sesuai dengan rencana awal kita, paham?" Deana menghembuskan napas berat sebelum akhirnya mengangguk.

------------

Ratu dan Raja sedang duduk berhadapan di kursi plastik dengan meja panjang berwarna putih yang berada ditengah-tengah keduanya, mereka sedang menunggu martabak manis pesanan Ratu.

"Martabak manis itu banyak lemaknya, Ra. Enggak bagus buat kesehatan lo. Seneng banget makan makanan yang enggak sehat sih." Ratu menendang Kaki Raja hingga ia mengaduh kesakitan.

"Sakit bodoh!"

"Ya lo lagian, kalo ngomong tuh dipikir dulu. Kalau Abang-abangnya denger gimana? Kan enggak enak. Lagian juga gue jarang-jarang makan martabak manisnya."

"Terserah lo, percuma ngomong sama orang yang keras kepala." Ratu diam tidak menanggapi. Ia memainkan ponselnya.

"Ra." Panggil Raja yang hanya dijawab deheman oleh Ratu.

Mendapat respon yang tidak seperti yang ia inginkan membuat Raja mendengus kesal dan mengambil ponsel Ratu.
"Ish! Apaan sih Ja? Balikin!"

"Orang manggil itu dijawab yang bener bukannya ditinggal main hp. Emang lo enggak kesel kalau lo minta anter terus gue cuekin sambil main hp?"

"Ya udah iya, sorry. Kenapa?"

"Gue curiga sama Kak Dean sama Bang Ardi deh." Ratu memasang raut bingungnya, ia sudah menebak jika Raja memang tidak mudah dibodohi oleh jawaban tidak masuk akal yang kedua kakaknya lontarkan.

Raja memajukan duduknya dan melipat tangannya di meja.
"Gini, gue tadi denger Bang Ardi bilang kalo Dokter Alvi nelpon dia dan bilang kalo keluarga pendonor narik izinnya lagi. Ini aneh banget kan, Ra?" Ratu semakin memasang raut bingungnya itu hingga membuat decakan sebal dari mulut Raja keluar. "Gue lupa lo itu orangnya lemot. Begini, kalau emang donor-donor itu untuk penelitian Kak Dean kenapa bukan Dokter Alvi sendiri yang nelpon Kak Dean buat bilang masalah ini? Enggak masuk akal kan?"

Jadi itu masalahnya yang membuat Raja curiga, Ratu sudah mengerti sekarang.

"Kok lo tumben-tumbenan kepo masalah beginian sih? Biasanya juga bodo amat sama urusannya mereka." Raja menatap Ratu dalam.

"Gue enggak akan sebegini pedulinya kalau bukan tentang lo. Feeling gue bilang, ini menyangkut soal lo Ratu." Ratu mengalihkan pandangannya dan itu semakin membuat Raja curiga.

"Jadi, lo beneran enggak tau soal ini? Soal donor yang Bang Ardi maksud?"

Ratu menggeleng,
"Gue, gue enggak tau." Raja memicingkan matanya.

"Ra, kita kembar kalau lo lupa. Gue bisa tau kapan pun lo bohong atau jujur, dan sekarang lo lagi bohong. Sebenernya ada apa?"

Ratu tertawa garing,
"Apasih? Muka lo enggak pantes kayak gitu. Enggak usah diserem-seremin gitu deh soalnya kan udah serem." Ucap Ratu yang bermaksud mengalihkan pembicaraan.

Melihat Raja yang masih memasang ekspresi yang sama membuat Ratu menghela napas berat. Raja memang sulit dibohongi.

"Iya-iya gue tau sesuatu." Raja diam menatap mata Ratu.
"Semua yang Kak Dean omongin itu bohong."

***
Tbc

Oke mungkin ini enggak penting sih, tapi biar kalian enggak bingung aja. Jadi Ayahnya Ratu itu anak pertama dari dua bersaudara di keluarga Pratama, jadi sebenernya Rangga sama Elang itu adik sepupu nya Ratu sama Raja, cuma karena Ratu sama Raja lebih muda dari mereka ya enakan manggil Kakak kan?

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang