53 ~ Kenangan Bersama Deana

1.6K 124 16
                                    


Halooooooo...

Aaaaaaaa aku mau minta maaf banget sama update yang kelamaan ini. Maaf, maaf, dan maaf.

Aku harap kalian masih nungguin yaaa.

Semoga sukaaaaa

Happy reading!❤️❤️

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Beberapa hari kemudian...

Ardi berdiri di depan kamar Deana yang tertutup rapat. Menarik napas dalam, lalu membuka pintu kamar Deana dengan perlahan. Rasa sesak langsung memenuhi dadanya saat mengingat sosok Deana sudah berada di sisi Tuhan.

Ardi memperhatikan seluruh isi kamar berwarna abu-abu itu. Lalu ia melangkah menuju foto-foto yang terpajang di dinding kamar.

Ardi tersenyum saat melihat foto Deana bersama dirinya, dalam foto itu Deana tampak mengamit lengan Ardi. Deana menggunakan jas Dokter kebanggaannya sedangkan Ardi memakai setelan kantornya.

Ardi sangat ingat kapan foto itu di ambil. Saat itu Ardi sedang direpotkan dengan rapat dadakan di kantornya dan jabatannya hanyalah staff kantor biasa, namun Deana yang baru saja mendapat gelar Dokter spesialis jantung mencegah langkahnya.

"Abang buru-buru, ada meeting dadakan di kantor. Kamu minggir dulu. Nanti kalo Abang telat bisa dipecat." Deana menggeleng sembari menunjukan kameranya.

"Ayo foto dulu, sebentaaaaar aja."

"Nanti aja ya fotonya, Abang buru-buru." Deana menggeleng tegas.

"Sebentar aja, ini kan hari pertama Dean jadi Dokter spesialis jantung. Jadi, harus di abadi kan." Merasa tidak akan selesai jika terus mendebat Deana, Ardi langsung mengangguk saja.

Deana tersenyum senang.
"Gitu dong!" Deana memanggil salah satu maid untuk memotret mereka berdua.

Deana langsung mengamit lengan ardi dan tersenyum bahagia, Ardi juga ikut tersenyum.

Setelah selesai ia langsung mengecup kening dan kedua pipi Deana, lalu mengusap-usap kepala Deana dengan sayang.

"Abang berangkat dulu." Deana mengangguk.

Ardi beralih pada foto yang ada di sebelahnya. Foto dirinya dan Deana saat masih kanak-kanak. Usia Ardi saat itu masih 8 tahun dan Deana berusia 5 tahun. Mereka berdua tampak tersenyum memamerkan gigi dengan Ardi yang merangkul Deana. Kania yang memotret gambar itu.

Saat itu Ardi dan Deana sedang bermain di Taman depan rumahnya. Kania yang memang senang mengabadikan setiap moment anak-anaknya pun langsung memotret mereka berdua.

"Sayang ayo foto dulu."  Ardi dan Deana yang sedang bermain kejar-kejaran pun langsung berhenti dan mengangguk, mereka langsung menuju sang Bunda.

"Ayo pose. 1 2 3."  Ardi merangkul Deana.

Cekrek!

"Lagi!" Deana mencium pipi kiri Ardi, Ardi tersenyum.

"Sekali lagi!" Ardi dan Deana berpelukan, masih memamerkan senyum giginya.

Selesai melihat-lihat foto-foto yang ada di sana, Ardi berjalan menuju balkon kamar Deana. Ia berpegangan pada pembatas balkon, memperhatikan pemandangan yang ada. Lalu, ia menoleh ke kanan, tempat balkon kamarnya sendiri berada. Ya, kamar Ardi dan Deana letaknya bersebelahan.

Ingatan Ardi saat Deana datang menenangkan emosinya kembali muncul. Saat itu ia sangat terkejut mengetahui akan dijodohkan oleh sang Kakek. Ia marah, sangat marah tapi ia tidak bisa melakukan apapun. Ardi hanya langsung pergi menuju kamarnya dan menuju balkon, hendak menenangkan diri. Lalu, Deana datang dan langsung memeluknya. Tidak ada satu patah katapun yang keluar dari bibir Deana. Gadis itu hanya memeluk Ardi dan mengusap-usap punggungnya dengan waktu yang lama. Dan itu berhasil menenangkan emosi Ardi.

Ardi menunduk lalu tersenyum miris. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan duduk di ranjang Deana.

Mata Ardi kembali melihat seisi kamar. Ia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya lalu menangis sesenggukan.

Reina yang memang sedari tadi berada di sana guna memperhatikan suaminya yang sedang berduka itu langsung mendekati Ardi. Berdiri di depannya dan membawa kepala Ardi pada perutnya. Ardi langsung memeluk pinggang ramping Reina dan menumpahkan tangisnya di sana. Reina menepuk-nepuk pelan punggung Ardi agar laki-laki dewasa itu menjadi lebih tenang.

Ardi yang selama ini terlihat tidak memiliki perasaan, bahkan saat harus memukul Raja saat terjadi hal yang buruk pada Ratu sekalipun ternyata dapat sehancur itu.

-----------

Di tempat lain, Raja berada di pinggir danau, tempat yang sering ia kunjungi bersama Deana.

Saat Raja berjalan ke tempat biasa ia duduk dan Deana, ia melihat Deana sedang tersenyum sembari melambai-lambaikan tangan. Raja langsung tersenyum dan mengangguk, ia bahkan berjalan cepat untuk mencapai Deana. Namun, saat sudah dekat Deana menghilang. Hingga ingatan tentang kematian Deana pun kembali menyadarkannya.

Raja tertawa hambar, menertawakan dirinya sendiri karena bisa-bisanya lupa tentang kematian Deana. Ia langsung duduk di rerumputan tanpa alas. Memandang air danau yang tenang.

"Rasanya terlalu sakit, Kak." Raja memejamkan mata, menikmati hembusan angin sembari menenangkan emosinya yang sedang tidak stabil.

------------

Di kediaman Pratama

Leo sedang duduk termenung di kamar bernuansa abu-abu, kamar milik Deana.

Tangannya mengambil foto Deana yang ada di atas nakas. Lalu mengusap-usapnya dengan sayang.

"Cucu Kakek, maaf- maafkan Kakek jika berbuat jahat selama ini sama Kamu. Tapi percayalah itu semua Kakek lakukan untuk kebaikan kamu sayang." Air mata Leo mulai menetes.

"Cucuku." Tangis Leo pecah, sang Pemimpin Pratama itu menangis histeris. Leo bahkan mendekap foto Deana dengan erat seolah-olah sedang memeluk cucunya.

Sebagai seorang Kakek, tentu Leo juga sangat menyayangi Deana. Sama seperti cucu-cucunya yang lain, tidak kurang dan tidak lebih.

Hari itu, semua kenangan bersama Deana terputar dibenak setiap orang yang mengenal gadis baik dan cerdas itu. Mereka turut bersedih atas kematiannya.

Ungkapan bela sungkawa juga turut membanjiri setiap media sosial, bahkan menjadi trending nomor satu.

Selamat jalan dr. Deana Ayu Pratama, Sp.JT.  semoga Kau ditempatkan di sisi terbaik-Nya.

***
Tbc

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang