~8 (Sebuah Fakta)

4.3K 300 2
                                    

Haloooooooo!
Sebelum baca jangan lupa vote, komentar, dan share ke teman-teman kalian yaaaaa😊
Butuh banget kritik dan saran kalian terimakasih🤗

Happy reading!❤

***

Gadis itu sedang menatap nanar foto keluarga yang ada di atas nakasnya. Ia mengusapnya perlahan dan setetes air matanya jatuh membasahi pipi kala mengingat ucapan Dokter pada kedua orang tuanya saat ia sengaja menguping.

Flashback on

Ratu menatap bingung saat kedua orang tuanya di panggil oleh Dokter Alvi untuk ke ruangannya. Dengan nekad ia pun ingin menyusul kedua orang tuanya, namun langkahnya terhenti saat kedua pengawalnya yang berjaga di depan pintu menghalanginya.

"Maaf Nona, anda tidak diperbolehkan keluar ruangan" ucap Rio.

"Gue bosen, lagian juga gue cuma ke taman jadi mending kalian diem-diem aja deh"

"Maaf Nona, tapi kami tidak bisa membiarkan Nona pergi dari ruang rawat Anda"

"Lo larang gue lagi, gue jamin besok lo bakal kehilangan pekerjaan. Mau?" Rio langsung menunduk sembari menggelengkan kepala.

"Bagus, diem disini dan jangan kemana-mana!" Rio dan satu temannya mengangguk.

Pelan namun pasti kini Ratu sudah berada di depan ruangan Dokter Alvi. Dengan sangat hati-hati ia membuka pintu ruangan itu hingga menimbulkan celah yang dapat memperlihatkan wajah kedua orang tuanya beserta Dokter itu menampilkan raut wajah serius.

"Maaf jika saya harus mengatakan hal ini kepada Bapak dan Ibu, namun melihat kondisi Ratu yang semakin lama semakin menurun membuat saya khawatir Pak Bu" Ucap Dokter Alvi.

"Lalu apa yang harus kita lakukan Dok?"

"Seperti yang pernah saya katakan tempo lalu, pemasangan alat pacu jantung mungkin dapat membantu detak jantung Ratu yang tidak beraturan"

Tepat saat itu Ratu langsung membungkam mulutnya dengan tangan.

"Alat pacu jantung? Separah itu?" Tanya Ratu dalam hati.

"Detak jantung Ratu sempat berhenti beberapa detik, saya khawatir jika kondisi ini dibiarkan terus menerus akan semakin memperburuk kondisi Ratu"

Kania selaku Mama Ratu langsung menggeleng kuat dengan air mata yang sudah mengalir.

"Tidak Marvin! Jangan pasang alat itu ditubuh putriku" Marvin langsung memeluk sang istri.

Sebagai seorang Ayah, siapa yang tega jika putrinya harus mengalami hal semenyakitkan ini? Namun, jika hal ini yang dapat memperpanjang usia putrinya ia bisa apa?

"Lakukan apapun yang terbaik untuk putriku" Kania kembali menggeleng tidak rela dengan keputusan sepihak Marvin.

"Tidak! Jangan lakukan apapun pada putriku! Jangan lakukan apapun! Kumohon, katakan Marvin jika kamu tidak mengizinkannya!" Marvin hanya terus mengusap-usap punggung istrinya.

Ia pun sama sakitnya, ia pun sama terpukulnya, namun kembali lagi ia bisa apa?

Ratu kembali menutup pintu ruangan itu dengan sangat pelan dan tangan gemetar, sungguh ia tidak sanggup lagi mendengar pembicaraan ketiga orang yang berada di dalam sana.

Dadanya sesak mendengar kenyataan pahit ini.

Sakit apa ia sebenarnya?

Kenapa harus alat pacu jantung yang dapat menyelamatkan hidupnya?

Apakah ini pertanda bahwa hidupnya tidak akan lama lagi?

Tuhan, sejahat ini kah takdirmu pada gadis lemah seperti Ratu?

Inikah hukuman-Mu untuk gadis keras kepala sepertinya?

Ratu terus menyelusuri lorong rumah sakit dengan memegangi dada kirinya yang mendadak sakit luar biasa. Dadanya seperti dihimpit oleh batu yang sangat besar. Sesak, sesak sekali hingga rasanya ia lupa caranya bernapas.

Flashback off

Lagi airmata Ratu terjatuh, mengapa sesaknya masih sama? Mengapa sesaknya tak kunjung hilang?

Ratu memang sudah berada di rumahnya, ia yang memaksa pulang padahal belum diperbolehkan. Namun, Ratu tetaplah Ratu, gadis keras kepala yang tidak menerima bantahan apapun.

Dari luar Ratu memang terlihat kuat, amat sangat kuat. Namun, jauh di dalamnya ia hanyalah gadis rapuh yang berusaha tidak terlihat lemah di depan semua orang. Penyakit pernapasan yang di derita sejak kecil telah merenggut masa kecilnya hingga kini, namun gadis itu selalu terlihat baik-baik saja seolah-olah ia memang baik-baik saja, tapi kenyataannya gadis itu tidak seperti kelihatannya.

Ratu memegangi dada kirinya sembari menahan isakan tangisnya.
"Ya Allah, kenapa sakit sekali?"

Airmatanya tak terbendung lagi. Sungguh, sebaik ini kedua orang tuanya memainkan drama dengan sangat apik hingga ia percaya bahwa dirinya baik-baik saja padahal ia yang memiliki tubuh. Kenapa ia bisa sebodoh ini?

Ratu menghapus airmatanya. Ia membutuhkan Rajanya, hanya Raja yang dapat mengerti dirinya.

Gadis itu keluar kamar dan memasuki kamar Raja tanpa mengetuk pintunya. Raja yang sedang mengerjakan tugas langsung menoleh dan menatap khawatir saudari kembarnya yang datang dengan sisa air mata disudut matanya dan hidung yang berwarna kemerahan. Raja berdiri hendak mendekat ke arah Ratu, namun gadis itu sudah lebih dulu berlari dan memeluknya. Raja mengusap-usap punggung Ratu.

"Raja, Ratu pengen nyerah aja. Rasanya capek banget" lirih gadis itu di sela-sela isakannya.

Raja menggeleng tegas, tidak! Ratu tidak boleh menyerah!

"Sstt, jangan ngomong dulu. Lo nangis aja sepuasnya" bukan Raja berniat membiarkan gadis itu menangis, namun daripada hatinya semakin sakit mendengar nada putus asa dari gadis itu lebih baik ia mendengarkan isakan yang tak kalah menyayat hatinya.

Setelah beberapa saat, Ratu sudah lebih tenang. Raja melepaskan pelukannya dan mendudukan Ratu di ranjangnya. Gadis itu langsung menyandarkan kepala di bahu Raja, bahu ternyamannya untuk bersandar dari dulu hingga kini.

Ratu memegang tangan kanan Raja dengan kedua tangannya.
"Ratu sayang Raja" lirih gadis itu.

Raja menyandarkan kepalanya diatas kepala Ratu.
"Gue lebih sayang lo"

"Kalo Ratu pergi-"

"Lo enggak akan pergi kemana-mana"

"Tapi Ratu capek"

Raja menegakan tubuhnya, menangkup wajah Ratu dan menghadapkan ke arahnya.

"Apa yang buat lo capek? Minum obat? Semua terapi yang lo jalanin? Kalo lo mau gue juga bakal minum semua obat lo dan ngejalanin semua terapi itu. Gue bakal ngelakuin apapun biar lo enggak nyerah, apapun Ratu" Ratu menggelengkan kepalanya dengan airmata yang sudah kembali mengalir.

"Lo itu separuh nyawa gue, Ratu. Gue selalu minta sama Allah buat mindahin penyakit lo ke gue. Karna gue jauh lebih sakit saat ngeliat lo kesakitan tanpa gue bisa ngebantu apapun" Ratu langsung memeluk Raja. Memeluknya dengan sangat erat. Ratu kembali mengeluarkan air matanya.

Raja pun menitikan air matanya. Sungguh, sesak sekali dadanya. Mengapa Tuhan dapat sekejam ini dengan Ratu?

Bukankah Ratu selalu mengingat Tuhan?

Bukankah Ratu yang selalu berkata kalau Tuhan itu sangat baik? Lalu mengapa? Mengapa Ratu harus semenderita ini?

"Jangan pernah ngomong gini lagi Ratu. Rasanya sakit, sakit banget waktu denger lo mau nyerah. Ratu gue itu kuat, Ratu gue itu yang selalu optimis, Ratu gue itu pantang menyerah"

Ratu tidak membalas, tangisnya justru semakin pecah mendengar itu.

Andai saja Raja tahu ia tidak sekuat itu.

Andai saja Raja tahu ia tidak pernah optimis dengan hidupnya saat harus rutin meminum obatnya.

Andai saja Raja tahu kalau ia hanyalah gadis sakit-sakitan yang hanya tinggal menunggu ajal menjemput.

Ratu mengeratkan pelukannya. sungguh, Kuatkah ia jika terus-menerus menutupi banyak hal? Menutupi semua kesakitannya seorang diri?

***
Tbc

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang