Ratu memainkan ponselnya malas sesekali menghela napas berat. Sungguh, duduk secara terus menerus tanpa diperbolehkan melakukan apapun kecuali pergi ke toilet sangatlah melelahkan.
"Raja mana sih? Lama banget! Katanya bentar lagi sampe, tapi mana? Ah sebel!" Ucapan Ratu yang sedikit kencang membuat salah satu pengawalnya yang berjaga di depan ruang rawat nya membuka pintu.
"Ada yang dibutuhkan, non?" Ratu menatap sebal ke arah Rio.
"Enggak! Sana ih enggak usah muncul, sebel gue liat wajah lo" Rio mengangguk sopan lalu pamit undur diri yang tentu saja tidak di gubris oleh Ratu.
Tidak lama setelah itu pintu ruang rawatnya kembali terbuka dan menampilkan wajah Raja yang terlihat panik dan jangan lupakan dadanya yang terlihat naik turun mengatur napas.
"Anjing! Lo boongin gue?" Ratu hanya memutar kedua bola matanya malas.
"Lo kesini tuh naik siput atau naik mobil sih? Ha?"
Raja mendorong dahi Ratu dengan jari telunjuknya.
"Heh bego! Gue lari-larian dari lampu merah pertigaan sana cuma buat mastiin kondisi lo yang katanya kesakitan dan hampir mukul mereka semua yang ada di depan pintu gara-gara enggak bisa jagain lo dengan baik tapi pas gue sampe ternyata lo cuma enak-enakan main hp tanpa rasa bersalah? Sinting lo""Lagian lo lama"
Raja menghela napas, sungguh ia sedang menahan semua umpatan kasar untuk saudari kembarnya tercinta yang sudah membohonginya. Tadi Ratu mengirimkan pesan yang isinya adalah Ratu mengatakan kalau dada kirinya sangat sakit hingga ia tidak bisa memanggil orang-orang yang ada di depan pintu karena ia sudah sangat kesakitan. Dan bodohnya Raja langsung percaya, ia langsung berlari saat jalanan mendadak sangat macet. Dan satu hal lagi yang membuat ia menahan segala umpatannya, ia melupakan tombol emergency di sisi brankar yang Ratu tempati jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak di inginkan.
"Ja" Raja tidak menjawab, ia hanya menatap Ratu dengan tatapan tanyanya.
"Temenin ke Taman"
"Gue ijin dulu sama dokter Alvi" Ratu menggeleng.
"Pasti enggak bakal dibolehin, bang Ardi udah bilang ke Dokter Alvi biar gue enggak dibolehin keluar" Raja menghela napas.
"Kalo gitu kenapa masih ngeyel pengen keluar? Badan lo tuh masih kayak gitu Ratu, masih pengen nginep disini emangnya?"
"Ih amit-amit deh, gue tuh bosen Raja. Lo tuh tau enggak sih? Gue tuh cuma sakit asma tapi kenapa diperlakukan kayak orang lumpuh begini sih? Makan disuapin, ke kamar mandi harus di gendong, badan di lap in. Lo pikir siapa yang bakal betah coba di gituin?" Lagi, Raja menghela napas. Ratu benar, ia juga pasti akan sangat bosan jika dilarang ini dan itu terlebih lagi mereka sangatlah suka kebebasan.
Tanpa kata Raja mengambil kursi roda yang ada di sudut ruangan.
"Bisa naik sendiri kan?""Kenapa enggak jalan aja sih?"
"Lo mau ke Taman atau enggak? Kalo enggak ya udah"
Ratu mendengus tidak suka.
"Iya, iya gue naik" Raja membantu Ratu membawa infusnya."Gue pengen lepas infus, Ja"
"Ke Dokter Alvi dulu ya berarti" Ratu menggeleng.
"Gue enggak bisa lepasin infus lo, gue bukan Dokter. Oke?" Dengan terpaksa Ratu menganggukkan kepalanya. Ia memegang botol infusnya dan Raja mendorong kursi rodanya menuju ruangan Dokter Alvi.
Beberapa saat kemudian mereka keluar dari ruangan itu tanpa selang infus yang menancap di punggung tangan Ratu.
Raja membawa Ratu ke Taman rumah sakit. Ia duduk di kursi Taman, ia duduk bersebelahan dengan Ratu yang masih duduk di kursi roda.
"Tadi gue ketemu Kei"
"Katanya dia titip salam buat lo, terus cepet sembuh juga jangan betah-betah nginep di rumah sakit" Ratu tersenyum tipis.
"Sialan itu bocah, dikira gue nginep di hotel kali ya betah" Raja tersenyum mendengar itu.
"Kok dia enggak ke sini?"
"Ibunya dapet banyak pesenan kue, jadi dia harus bantuin Ibunya" Ratu mengangguk mengerti.
"Terus warungnya yang jaga siapa?"
"Kayaknya sih kakaknya, tapi gue enggak tau juga orang enggak nanya" Ratu mengangguk mengerti.
Mereka berdua terdiam beberapa saat hingga Ratu bersuara.
"Lusa kita ulang tahun, lo mau minta apa?" Raja tersenyum."Masih sama kayak sebelum-sebelumnya, gue minta lo tetep bernapas dan ada di dunia yang sama sama gue" Ratu menggeleng.
"Gue mau permintaan yang lain"
"Gue enggak punya"
"Raja ayolah! Kita tuh udah mau sembilan belas tahun, masa sih lo enggak ada permintaan yang lebih berarti selain itu?"
Raja menghela napasnya menarik kursi roda Ratu agar berhadapan dengannya. Raja mengusap-usap kepala Ratu.
"Bagi gue, permintaan tadi adalah permintaan gue yang paling berarti. Karena lo adalah separuh nyawa gue" Ratu berdecak malas, lalu menepis tangan Raja pelan."Dengerin gue, cepat atau lambat orang-orang yang lo sayang itu bakal pergi Raja. Entah pergi mengejar cita-cita atau pergi menuju sang pencipta sama kayak gue, gue juga bakal pergi cepat atau lambat. Jadi, jangan jadiin gue sebagai separuh nyawa lo" ucapan itu memang biasa di ucapkan Ratu saat keluarganya sudah mulai mencemaskannya secara berlebihan, tapi entah mengapa Raja seperti menangkap maksud lain dari ucapan itu. Ucapan itu terdengar, putus asa.
"Enggak ada yang bisa ngatur gue mau jadiin lo apa di hidup gue"
"Termasuk gue?" Raja mengangguk mantap.
"Iya"
"Batu banget sih di bilangin. Gue tuh enggak mau orang-orang yang gue sayang jadi gila kalo gue mendadak pergi"
"Ya jangan pergi" Ratu berdecak malas.
"Ngomong sama lo tuh bikin capek"
Raja bangkit dari duduknya.
"Mau kemana?""Katanya capek, ya istirahat lah"
"Ih Raja! Tau ah sebel banget gue sama lo. Kalo sampe lo bawa gue ke ruang itu gue bakal marah banget sama lo" Raja kembali duduk.
"Yaudah sepuluh menit lagi" Ratu membelalakan matanya.
"Enggak! Apa-apaan lo? Tiga puluh menit lagi"
"Lima belas menit atau sekarang kita balik ke ruangan lo?"
"Ck! Yaudah iya"
Raja tersenyum. Berdebat dengan Ratu dan memenangkan perdebatan yang di akhiri dengan wajah Ratu yang cemberut merupakan kebahagiaan tersendiri untuknya. Ya, cukup seperti ini saja sampai mereka memiliki keluarga masing-masing, hanya itu yang selalu ia harapkan. Raja tahu, amat sangat tahu terkadang Ratu lelah jika menghadapi pengobatan demi pengobatan yang harus gadis itu jalani agar tetap bertahan hidup. Namun, ia harus egois jika ingin Ratu terus berada disampingnya, Raja tidak boleh lemah melihat wajah Ratu yang sudah muak dengan pengobatan demi pengobatan itu, karena jika Raja lemah sama saja ia merelakan gadis itu pergi.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu
Teen Fiction#1 in siblingsgoals (15 Juni 2021) Menurutmu bagaimana rasanya menjadi putri dari keluarga kaya raya yang sangat dijaga oleh keluarganya? menyenangkan? Atau justru menyebalkan? Untuk bisa menilainya mari baca kisah seorang Keana Ratu Pratama