~21 (Tentang Hati)

1.7K 138 3
                                    

Sebelumnya aku mau minta maaf banget karena enggak bisa update sesuai jadwal yang udah aku tentuin. Karena jujur ini tuh baru bisa pegang hp lama.

Sekali lagi mohon maaf yaaaa 🙏

Jangan lupa vote, comment dan share sama temen-temen kalian yaaaaa.

Tinggalkan kritik dan sarannya, terimakasih

Happy reading!❤

🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Brak!

Rangga melempar sebuah catatan medis atas nama Keana Ratu Pratama ke meja kerja Deana. Deana yang sedang membaca catatan medis pasiennya pun terkejut. Ia langsung menatap bingung Rangga.

"Dilated cardiomyopathy , separah itu?"

Mata Deana membulat seketika, terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari Adik sepupunya itu. Deana langsung berdiri berhadapan dengan Rangga dengan meja yang berada di tengah-tengah  mereka.

"Mau sampe kapan kalian nyembunyiin ini dari Kami?" Deana menggelengkan kepala tidak bermaksud seperti itu.

"Ini semua demi kebaikan kita, Ngga."

"Kebaikan apa yang kamu maksud Deana? Aku yang sebagai Dokter spesialis jantung aja bisa ketipu sama Kalian yang dengan entengnya bilang Ratu punya penyakit asma akut. Ini masalah kita bersama Deana, bukan hanya sekedar masalah keluarga kecil Papa. Aku dan Pratama yang lain juga berhak tau hal ini!"

"Rangga, ini enggak se-simple yang kamu kira. Ratu, dia ingin merahasiakan ini dari Kean."

Mendengar itu Rangga menatap Deana tidak percaya.

"Kalian bener-bener egois! Kalian pikir Kean akan baik-baik aja kalo sampe Ratu kenapa-napa tapi dia bahkan enggak tau apa yang terjadi sama kembarannya? Kalian ini sebenernya punya hati enggak sih? Pikiran kalian dimana?"

"Kalo Kean tau masalah ini, nanti akan semakin rumit, Ngga."

"Gimana enggak rumit kalo kalian nyembunyiin penyakit separah ini? Aku yakin yang tau perihal ini cuma keluarga kecil Papa, pihak Bagaskara pun pasti enggak tau." Deana menganggukan kepalanya. Melihat itu Rangga menggelengkan kepala tidak habis pikir.

"Kalian benar-benar-," Rangga kehilangan kata-katanya.

Rangga memijat pangkal hidungnya.
"Kemarin, pukul 16.32 WIB, pasienku yang menderita penyakit serupa dengan Ratu meninggal setelah melakukan transplantasi jantung." Deana menghela napas berat. Deana tahu, tindakan transplantasi jantung tidaklah selalu mulus. Karena terkadang, terjadi penolakan pada tubuh pasien dengan kata lain jantung barunya tidak cocok.

Deana tahu akan hal itu, bahkan kemungkinan Ratu untuk sembuh sangatlah minim. Namun, manusia memang hanya bisa berencana dan berusaha bukan? Tentang hasilnya itu sudah menjadi urusan Tuhan.

"Tapi kita harus tetap berusaha, Ngga." Rangga mengangguk.

"Tapi kalian juga enggak bisa nyembunyiin ini terus menerus. Pratama yang lain, terutama Kean harus tau hal ini. Karena tindakan apapun yang akan dilakukan berkemungkinan menghilangkan nyawa Ratu." Deana menggeleng.

"Ratu ngelarang hal itu Rangga. Kita enggak bisa bantah Ratu. Kalo sampe Kean tau hal ini pasti dia bakal hancur banget dan hancurnya Kean juga pasti bakal berdampak pada Ratu. Kita harus mikirin keduanya." Rangga menghela napas berat. Yang dikatakan Deana benar adanya, jika ia yang sepupu saja sudah sangat kecewa bercampur dengan khawatir apalagi Kean yang notabene nya kembaran Ratu?

-----------

Kantin Sekolah

"Mau enggak jadi pacar gue?" Ratu menatap remaja laki-laki yang tidak ia kenal sedang berdiri di depannya dengan sebuah buket bunga mawar berwarna merah ditangannya.

Ratu menghela napas
"Ratu pacar gue." Ucap Rendi yang langsung menarik pelan tangan Ratu agar gadis itu berada di balik tubuhnya.

Remaja laki-laki ber-name tag Aldi Firdaus Putra itu menatap remeh Rendi.
"Ratu masih cukup waras buat nerima lo jadi pacarnya."

Rendi mencengkeram kerah Aldi
"Maksud lo apa?!"

Aldi tersenyum miring
"Maksud gue? Lo itu bego atau cuma pura-pura bego?" Rendi diam menunggu lanjutan ucapan Aldi.

"Ratu jelas-jelas enggak suka sama hal yang berantakan. Jadi udah jelas dia enggak suka sama lo! Lo itu berandal! Sukanya bikin onar, tawuran, mabuk-mabukan. Tapi lo masih punya muka buat deketin Ratu? Otak lo dimana?"

Bugh!

Rendi memukul tulang pipi kiri Aldi. Lalu menarik kerahnya.

Aldi melirik Ratu dan tersenyum
"Liat kan, Ra? Masih mau sama dia? Nanti kalo dia mukulin lo kayak gini juga gimana?" Jelas saja ucapan Aldi barusan seperti menyiramkan bensin pada api yang sedang menyala.

Bugh!

Melihat itu Ratu langsung berusaha menarik tangan kiri Rendi, dan dapat!

"Udah! Udah!" Ratu menarik tangan Rendi pergi dari kerumunan itu.

Dan di sinilah mereka sekarang, di lapangan basket out door.

Ratu mendudukan Rendi di kursi tribun. Ia bersidekap dada dan menatap Rendi nyalang.
"Lo apa-apaan sih? Mau sok jagoan lo mukulin anak orang kayak gitu?"

"Dia ngomong yang enggak-enggak tentang gue."

"Omongan dia yang mana yang menurut lo enggak bener? Lo brandal dan lo ngakuin itu sendiri di depan gue terus kenapa lo emosi pas orang lain nyebut lo brandal?"

"Gue brandal tapi gue enggak pernah nyentuh minuman haram!" Ratu menatap Rendi tidak percaya.

"Jadi cuma karna itu? Ren, please! Lo nonjok anak orang cuma karna enggak terima disebut mabuk-mabukan?" Ratu menggeleng tidak percaya.

"Orang waras mana yang enggak bakal mikir lo kayak gitu? Liat penampilan lo! Urakan! Baju dikeluarin, pake tindikan, pake ikat kepala, dasi cuma disampirin, dan yang terakhir lo itu anggota geng motor! Jadi jelas orang lain bakal mikir kayak gitu. Lo tau kenapa? Karena biasanya geng motor enggak jauh dari barang-barang haram." Rendi menatap tajam Ratu.

"Galaxi enggak pernah nyentuh barang haram."

"Enggak nyentuh barang haram bukan berarti galaxi geng motor suci yang kerjaannya kumpul-kumpul bahas hal-hal enggak penting kan? Sebaik-baiknya galaxi dipikiran lo tapi galaxi pasti tetep terlibat tawuran antar geng sama balapan liar kan? Terlepas dari mereka yang menurut lo enggak pernah nyentuh barang haram pasti mereka juga pernah bikin kerusuhan baik disengaja maupun enggak." Rendi terdiam, ucapan Ratu memang benar adanya.

Ratu menghela napas pelan.
"Berhenti bertindak emosional kayak gini, Ren! Jangan malu-maluin diri lo sendiri."

Rendi mengatur emosinya, terlihat dari dadanya yang bergerak naik turun.

Setelah emosinya reda, Rendi menatap Ratu dalam.

"Jadi pacar gue." Ucap Rendi dengan wajah seriusnya.

"Ha? Bercanda lo kelewatan!"

"Gue enggak bercanda."

"Ren, gue kemarin udah bilang kan sama lo kalo perasaan itu bukan mainan? Terus kenapa sekarang lo malah bercanda soal status gini?"

"Gue serius! Gue udah suka sama lo dari lama. Tapi gue enggak berani ngungkapin perasaan gue, baru sekarang Ra. Baru sekarang gue berani ngungkapin semuanya sama lo. Gue suka sama lo, gue sayang sama lo." Rendi memegang kedua tangan Ratu.

"Cuma lo, Ra yang peduli sama gue. Disaat orang lain mementingkan kepentingan diri mereka sendiri, lo justru sebaliknya."

"Ren-" ucapan Ratu terhenti karena Rendi memotongnya.

"Jadi pacar gue ya?"

***
Tbc

Ratu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang