Ayana sudah sadar sejak lima belas menit yang lalu, gadis itu langsung histeris dan dengan lirih berkata, 'ada orang yang mau bunuh aku, Kak. Aku takut', Brian yang tidak mengerti hanya memeluk Ayana dan menenangkan gadis itu dengan usapan pelan di punggungnya.
"Kamu mau makan, hm?" tanya Brian yang masih memeluk Ayana, sesekali laki-laki itu mengecup puncak kepala gadisnya.
Ayana menggelengkan kepalanya yang dia sandarkan di dada Brian.
"Kalo buah?"
"Gak mau."
"Minum?"
"Gak mau."
"Roti, deh," bujuk Brian, pasalnya perut Ayana belum di isi apa pun sejak siang, padahal sekarang sudah pukul lima sore.
"Gak mau."
"Kalo gitu makan aku saja," kekeh Brian sambil mengeratkan pelukannya.
"Sini," Ayana memiringkan kepalanya hingga wajahnya ada di samping lengan Brian, gadis itu menggigit lengan Brian pelan, kemudian pura-pura mengunyah.
"Enak," ujarnya polos.
Brian tertawa kecil, laki-laki itu melepaskan pelukannya hingga membuat Ayana merasa kehilangan. Laki-laki itu kini membingkai wajah bulat Ayana dengan kedua telapak tangannya.
"Cantik," lirihnya.
Ayana tersenyum malu, berbicara sedekat ini membuat jantungnya berdebar cepat. Tatapan teduh Brian nyatanya sangat berpengaruh hingga membuat pipi Ayana bersemu merah.
"Merah," ucap laki-laki itu sambil kedua ibu jarinya mengelus pipi Ayana lembut, senyum yang merekah hingga membuat lesung di pipinya terbentuk dengan jelas.Ayana menurunkan tatapannya, dia mengaku kalah dengan tatapan teduh milik pacarnya itu.
"Tatap aku, Ya." Ayana kembali menatap laki-laki itu, "jangan pergi, Ya. Jangan terluka, Sayang. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat melihat tubuhmu terbujur kaku di jalanan, seperti tadi. Aku takut, takut kalau itu adalah saat terakhir aku melihat wajah ini."
"Begitu juga denganku, aku takut, Kak. Jika aku mati, aku akan kehilanganmu dan tidak bisa melihatmu, lagi."
Brian mengecup kening Ayana lembut, cukup lama. Gadis itu memejamkan matanya, menikmati sentuhan bibir Brian di keningnya.
"Jangan pergi, Ya," pinta Brian lirih.
"Tidak akan, selagi bukan kamu yang memintanya," balas Ayana dengan senyum lembut miliknya.
***
Mita berjalan tergesa, bahkan beberapa kali kedua kakinya saling membelit membuat gadis itu hampir jatuh. Sedangkan Rean yang berjalan dibelakangnya menggelengkan kepala, melihat kekhawatiran Mita.
Belum lagi ketika tadi gadis itu menangis, karena merasa bersalah. Flashdisk yang hendak Ayana jemput ada padanya, hal itu membuat Mita merasa bahwa alasan kecelakaan yang menimpa Ayana adalah dirinya.
Setelah sampai di ruangan tempat Ayana dirawat, Mita segera masuk. Di dalam sana, terlihat Ayana yang bersandar di dada Brian dan tangan laki-laki itu membelit pinggang gadisnya erat.
Keduanya tersentak kaget begitu pintu terbuka, Brian melepaskan pelukannya, tersenyum kepada Ayana sebentar kemudian beralih duduk di sofa.
"Ya," lirih Mita berdiri sekitar dua meter dari brankar rumah sakit tempat Ayana.
"Mita, sini," ajak Ayana agar Mita mendekat padanya, gadis itu tersenyum hangat pada Mita.
Retina Mita memanas, hingga sebulir air mata jatuh dari sana. Gadis itu segera berlari dan memeluk Ayana erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Teen FictionHidup itu pilihan itu kata mereka Lalu kenapa hidupku diselimuti kesedihan Disaat aku memilih bahagia??