Ternyata semuanya hanya kata yang hilang setelah terucap, aku yang salah terlalu berharap pada hubungan ini.
***
Dua hari lagi olimpiade tingkat kabupaten akan dilaksanakan. Biasanya tiga besar akan diberangkatkan ke provinsi. Akan tetapi, di sini Ayana malah duduk dengan santai, menonton Brian bersama timnya latihan basket.
Ayana tidak sendirian, ada Mita, Maria, Esya dan siswi Nusa bangsa lainnya. Sebenarnya Ayana sedikit kesal, Brian memaksanya tadi. Seharusnya ia sekarang belajar bersama Rean, karena Ayana izin kepada Rean, laki-laki itu juga ikut bergabung dalam latihan basket kali ini. Bukan main-main, Rean langsung masuk tim inti.
Entah sebanyak apa, kaum adam yang iri pada Rean. Dia tampan, tubuhnya proposional, sangat pintar, paket komplit, harapan semua kaum hawa. Kecuali sikap nyebelin dan cueknya.
Setelah latihan selesai, Ayana ditarik oleh Brian menuju ruangan yang dikhususkan untuk tim inti basket. Ruangannya cukup besar, ada kursi panjang, seperti kursi tunggu yang ada di rumah sakit. Brian membawa Ayana duduk di salah satu kursi itu, kemudian laki-laki itu mendudukkan bokongnya di samping Ayana.
"Kipasin, dong, Ya," pinta Brian dengan raut gelisahnya karena kepanasan.
"Kamu duduk di bawah, kakinya dilurusin!" perintah Ayana, pasalnya Brian baru ajah selesai olahraga dan langsung duduk di kursi.
Brian tersenyum dan menaati perintah Ayana. Gadis itu membuka ranselnya dan mengambil salah satu buku tulisnya. Brian menyandarkan kepalanya di paha Ayana, memejamkan retinanya menikmati angin yang menerpa wajahnya.
Ayana mengelus rambut Brian dengan satu tangan. Sedang satu tangan lagi mengipasi wajah Brian dengan buku tulisnya yang tadi. Ayana memperhatikan wajah tampan Brian yang disandarkan di pahanya, hingga tatapannya tanpa sengaja beralih ke kalung berwarna hitam polos di leher Brian.
Ayana memperhatikan kalung itu dan tatapannya jatuh pada liontin kalung yang menjuntai hingga ke dada Brian itu. Sebuah cincin berbentuk bulat polos, Ayana semakin memicingkan matanya. NR❤BA. Tulisan di bagian dalam cincin itu, Ayana sedikit merasa terganggu dengan itu. NR? Itu siapa? BA? Brian Alexander?
"Kak, cincin itu dari siapa?" tanya Ayana dengan pelan.
Wajah Brian tiba-tiba mengeras, segera laki-laki itu memasukkan kalung itu ke dalam bajunya. Hal itu tentu membuat Ayana tersentak kaget, sontak dia menghentikan kedua kerja tangannya.
"Bukan ... bukan, ini dari bunda, iyah, bunda," ujar Brian gugup.
"NR itu siapa?" tanya Ayana lagi, semakin penasaran.
Brian tiba-tiba berdiri dan menatap Ayana nyalang, "bukan siapa-siapa!"
"Kenapa marah?" Ayana sama sekali tidak terganggu dengan emosi yang terpancar di wajah Brian.
"Gak apa-apa, lo juga kenapa nanya-nanya gitu?" sewot Brian masih dengan wajah datarnya.
"Kenapa marah, itu dari selingkuhan kamu? Berharga banget kayanya sampai diukir inisialnya terus dipasangin kalung, sweet banget," ucap Ayana dengan senyum manis di bibirnya.
Brian terdiam, rahangnya mengeras ketika mendengar ucapan Ayana yang terdengar menyepelekan.
"Seriusan, Ian? Kamu selingkuh?"
Ayana ikut berdiri dan tertawa remeh melihat Brian. Laki-laki itu hanya terdiam, entah ucapan Ayana yang terlalu benar atau laki-laki itu yang tiba-tiba bisu.
"Dia tahu gak kamu punya pacar? Murahan banget! Dia Serendah itu sampai harus dekatin cowok yang udah ada cewek. Kenalin, dong, aku mau lihat secantik apa jalang itu," kata Ayana masih dengan nada jijik dan senyum meremehkan.
"Siapa yang jalang?"
Brian mendekat, Ayana terdiam menunggu hal apa yang akan dilakukan Brian padanya. Ayana yakin, bahkan sangat cincin itu bukan dari bunda. Lagipun seistimewa apa gadis itu hingga mampu membuat Brian marah padanya.
"Dia, NR."
"Dia bahkan lebih baik dari lo. Lagian lo siapa sampai berani menghina dia dan lo siapa sampai berani ngurusin urusan gue, hah?"
Ayana terdiam mendengar ucapan Brian. Hatinya berdenyut ngilu, dan jantungnya berdetak keras bahkan sampai terasa sakit. Retina Ayana membola, tidak percaya akan apa yang Brian ucapkan.
"Aku pacar kamu!"
"Cuma pacar, gak lebih! Dan dia yang lo bilang jalang, jauh lebih istimewa bagi gue, daripada lo," tukas Brian tepat di depan wajah Ayana.
Ayana menatap manik Brian yang sekarang sudah memerah, jarak wajah mereka hanya terpaut lima senti. Dari ucapan Brian, Ayana menarik kesimpulan bahwa Brian tidak serius dengan hubungan mereka. Hubungan itu tidak akan pernah lebih dari pacaran.
Ayana mendudukkan bokongnya kembali dan Brian tetap berdiri di depannya. Tanpa terasa air mata jatuh membasahi pipi gadis itu. Tampak Ayana menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sedang Brian hanya diam. Masih menatap Ayana dengan sorot dingin.
Laki-laki itu tidak terima, Ayana merendahkan orang berinisial NR itu.
Beberapa detik mereka terdiam dalam posisi masing-masing. Hingga Ayana memasukkan kembali buku tulis yang tadi sempat dia pakai mengipas wajah Brian ke dalam tasnya. Setelah itu, Ayana berdiri hendak pergi dari ruangan itu, masih bersama air mata yang setia menetes dari retinanya.Sebelum tangannya membuka pintu, Ayana kembali menatap Brian, "aku kira semua yang kamu ucapkan itu adalah apa yang kamu rasakan padaku. Ternyata semuanya hanya kata yang hilang setelah terucap, aku yang salah terlalu berharap pada hubungan ini. Aku sama sekali gak bermaksut menghina orang itu, hanya terlalu kecewa pada ekspektasi yang aku ciptakan tentangmu. Kamu benar, emangnya aku siapa? Hanya gadis lemah yang terlalu mudah baper. Maaf, aku terlalu percaya diri bisa dicintai dengan tulus olehmu." Dan aku terlanjur mencintaimu sedalam ini.
Ayana melanjutkan langkahnya setelah selesai dengan ucapannya. Brian yang tiba-tiba tersadar dari lamunannya, langsung menyesal dengan apa yang dia ucapkan tadi. Laki-laki itu langsung berlari menyusul Ayana.
"Ya!"
"Aya!"
"Aya, maaf, dengerin penjelasan gue dulu."
"AYANA! MAAF!"
"ARGHH!"
Brian menyugar rambutnya dengan kasar, ditatapnya motor Ayana yang sudah bergegas meninggalkan sekolah. Wajah gadis itu yang memerah dan retinanya yang memancarkan kesedihan, membuat Brian semakin merasa bersalah.
Brian memejamkan retinanya dengan tangan yang terkepal kuat.
"Lo hancurin orang yang benar-benar lo cintai, hanya karena masa lalu yang terjadi karena kesalahan. Goblok lo, Brian!" maki laki-laki itu kepada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Teen FictionHidup itu pilihan itu kata mereka Lalu kenapa hidupku diselimuti kesedihan Disaat aku memilih bahagia??