[AYANA_48]

193 21 0
                                    

Cukup dengar dan simpan di ingatanmu.

°~°

Waktu demi waktu berlalu begitu cepat, dua hari sudah terlewat sejak seleksi olimpiade tingkat kabupaten. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Sma Nusa Bangsa banyak menyabet piala untuk dibawa pulang. Di sisi lain, keberuntungan tidak berpihak pada Ayana.

Gadis itu tidak berhasil menyelipkan namanya dalam tiga besar. Hal itu membuatnya sedikit kecewa, tetapi Rean selalu menghibur Ayana. Selain itu, Rean juga berjanji akan kembali membantu gadis itu, seandainya dia terpilih kembali tahun depan.

Seperti saat ini, Rean mengajak Ayana ke tempat balapan. Laki-laki itu sudah biasa ke tempat ini, dulu. Dan hari ini, Rean membawa Ayana sebagai partner balapan. Tentu saja Ayana terima, gadis itu juga suka balapan.

"Lama banget," dengus Rean yang sudah menunggu Ayana di parkiran apartmen.

Sebenarnya tadi mereka sudah akan berangkat, tetapi helm Ayana ketinggalan.

Ayana hanya mencibir pelan, sembari naik ke boncengan motor Rean.

"Lo udah biasa ikut balapan?" tanya Ayana sedikit kesal, pasalnya Rean sama sekali tidak mengajaknya bicara, hingga mereka sampai di tempat balapan.

"Dulu."

"Gak ada yang lebih singkat gitu?" kesal Ayana dan berjalan mendahului Rean.

Rean mengangkat bahunya acuh, laki-laki itu berjalan tepat di belakang Ayana. Tempat ini lumayan ramai, Rean khawatir Ayana terdorong atau terjatuh, atau hal lain yang bisa membuat gadis itu terluka.

Rean menarik jaket bagian belakang Ayana, di saat seorang laki-laki yang berlari hampir menabrak bahu Ayana. Rean membalikkan tubuh Ayana, hingga posisinya mereka saling menatap.

"Hati-hati!" peringat Rean, laki-laki itu juga mengancingkan jaket yang Ayana pakai. Setelah itu, Rean menarik tubuh Ayana ke dalam rangkulannya. "Di sini Ramai, bocil kek lo harus dikekepin biar gak hilang. Jadi jangan baper!"

"Siapa juga–"

Ucapan Ayana terhenti karena suara ponsel Rean. Rean merogoh saku jaketnya, mengeluarkan ponselnya.

"Kenapa?" tanya Rean, tanpa ada sapaan.

Ayana tidak mendengar apa yang orang di seberang ucapkan, tetapi wajah Rean yang tiba-tiba mengeras, membuat Ayana sedikit khawatir.

Setelah selesai dengan ponselnya, Rean segera menarik tangan Ayana keluar dari keramaian itu.

"Cepat, waktu kita gak banyak," kesal Rean saat Ayana berjalan pelan.

"Ada apa? Kenapa harus balik?"

"Polisi lagi menuju ke sini. Cepat!"

Jantung Ayana berdetak dua kali lebih cepat. Terbukti, kakinya langsung bergerak dengan cepat. Rean membantu memasangkan helm Ayana.

"Gue udah biasa berurusan dengan polisi, tapi lo ... lo gak boleh berurusan dengan polisi. Gue gak mau, orang nganggap lo itu perempuan gak baik. Gue gak mau ngebahayain hidup lo, Sya," ujar Rean tulus.

Ayana bergeming. Retinanya menatap Rean lekat.

"Kalo lo gak mau gue dianggap perempuan gak baik. Gue juga gak mau lo dianggap laki-laki gak baik."

Ayana tersenyum, begitu juga Rean.
Laki-laki itu mengangguk, "yang paling penting, kita harus pergi,   sekarang!"

Rean melajukan motornya dengan kecepatan maximal. Tepat motor mereka melaju, suara sirine mobil polisi terdengar. Ayana menghembuskan nafasnya lega.

Di saat motor mereka sudah melaju cukup jauh, Rean kembali menormalkan laju motor.

"Gimana rasanya dikejar polisi?" tanya Rean sambil terkekeh kecil.

Ayana tertawa kencang, ini pertama kali untuknya. Walaupun jantungnya berdegup kencang dan dirinya yang sangat khawatir akan tertangkap polisi, tapi Ayana akui, kejadian ini sangat menguji nyalinya.

"Rasanya, ahh ... mantap!" seru gadis itu menirukan ucapan yang sedang viral akhir-akhir ini, jempolnya pun ikut andil memeragakan gerakan viral itu. 

Rean tersenyum lebar, sudah lama laki-laki itu tidak merasakan keadaan sehangat ini. Jujur saja, laki-laki itu rindu dengan tawa bahagia yang dulu sempat ada dihidupnya. Dan tanpa Ayana sadari, gadis itu mengembalikan tawa itu secara perlahan.

"Lo mau janji sama gue?" tanya Rean dengan suara yang lumayan keras, takutnya Ayana tidak mendengar ucapannya.

"Apa? Gue gak dengar."

Kecepatan motor yang mereka kendarai ada dalam batas normal, namun suara bising kendaraan lain, cukup untuk menulikan orang-orang yang sedang ada di jalan.

"Lo mau janji sama gue?" ulang Rean lagi.

"Apa? Panci? Lo mau pinjam panci?" Ayana mendengar ucapan Rean dengan jelas, namun gadis itu ingin mengusili cowok dingin itu sebentar.

"Janji bukan panci!"

"Hah! Ohh ... kuali atau panci?"

Rasanya Ayana ingin tertawa saat dirinya berhasil membuat Rean terdiam kesal.

"Gaje lo!" kesal Rean hampir berteriak.

Ayana yang menatap raut kesal Rean dari spion serta mendengar kekesalan Rean, tidak dapat lagi membendung tawanya.

"Sya, gue mau lo janji sama gue, untuk tidak akan pernah menangisi sesuatu yang gak layak untuk ditangisi. Tetap tertawa seperti saat ini, gue harap lo gak akan pernah terluka sedalam yang gue alamin."

Tawa Ayana langsung terhenti setelah mendengar penuturan Rean, entah apa yang sebenarnya akan terjadi, tapi laki-laki ini selalu memperingatkannya pada hal-hal buruk setiap saatnya.

Hal itu yang jadi salah satu alasan Ayana tidak suka ada didekat Rean. Laki-laki itu pasti akan menceramahinya tentang hal-hal yang harus gadis itu lakukan saat duka menemuinya, seperti saat ini.

"Gue gak suka setiap kali lo ngebahas hal-hal berbau duka," ketus Ayana mengalihkan tatapannya pada jalanan yang cukup ramai.

"Gue juga, tapi gue harus ngingetin lo. "

"Lo gak punya tanggung jawab untuk selalu nasehatin gue!"

Rean terdiam, laki-laki itu kembali sibuk mengendarai motor. Sedangkan Ayana sudah menahan emosinya, bahkan retinanya kini mulai terhalang gumpalan air.

"Lo selalu gini, setiap gue minta penjelasan untuk setiap nasihat yang lo bicarain, pasti lo bakal diam. Jadi, apa yang harus gue lakuin, gue bahkan gak tahu maksut dari setiap ucapan lo, Kak. Gue bingung dan khawatir, takut semua yang lo ucapin jadi kenyataan." lirih Ayana tepat didekat telinga Rean.

"Cukup dengar dan simpan di ingatan lo," kata Rean sambil mengelus tangan Ayana yang melingkar di perutnya. Entah kenapa gadis itu tiba-tiba saja memeluknya bahkan meletakkan kepalanya di atas bahu kanan Rean.

***

AYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang