[AYANA_25]

780 53 1
                                    

Ayana berjalan menuju kelasnya. Ayana sengaja datang lebih awal untuk menghindari Brian, yang akan menyapanya di depan pintu kelas.

Dengan dua kotak bekal ditangannya. Satu untuk Brian dan satu lagi untuk Davin. Kejadian kemarin, benar-benar mengubah pandangan Ayana terhadap Davin.

Flashback on:

"Kakak tinggal sama siapa? Kok sepi?" tanya Ayana sambil menatap soal yang sedang dia kerjakan.

"Luar negeri."

Ayana menghentikan kegiatannya dan menatap Davin. Jelas sekali raut terluka ada di sana. Dan jawaban Davin sangat tidak logis dengan pertanyaan yang dia berikan.

"Ayah sama bunda diluar negeri, nemenin kak Asya yang sedang sakit parah. Dan gue gak dibolehin ikut. Takut ganggu katanya. Gue itu cuma anak pungut yang sangat beruntung bisa berjumpa dengan keluarga ini."

Ayana menatap Davin lembut. Mencoba menenangkan Davin lewat tatapan itu.

"Gue ajah yang terlalu naif untuk dianggap didalam keluarga ini. Padahal, mereka ngangkat gue sebagai anak hanya sebagai ucapan terimakasih, karena pernah nolong Ayah yang hampir dikeroyok pencopet."

Ayana mengelus pundak Davin. Entah mengapa, laki-laki ini mempercayakan rahasia hidupnya padanya. Tapi, Ayana bisa merasakan duka di hati Davin. Biar dimanapun hidup mereka tidak jauh berbeda.

Flashback off.

Setelah dirasanya Brian sudah datang, Ayana menjumpai Brian kekelasnya.

"Lo udah datang? Tadi gue nungguin di depan pintu," ucap Brian pada Ayana.

"Ini," ujar Ayana sambil menyerahkan satu kotak bekal itu pada Brian.

"Itu buat siapa? Mau makan bareng gue? " tanya Brian, berharap Ayana mau makan bareng dengannya.

"Bukan, kak Davin belum datang?" tanya Ayana santai sambil memerhatikan seisi kelas yang mulai ramai.

"Hai," sapa Davin dari belakang Ayana.

Davin baru saja datang dan tidak sengaja mendengar Ayana sedang mencarinya.

"Ehh... Hai," balas Ayana sambil tersenyum. "Ini, buat kakak," ucap Ayana pada Davin.

Davin meletakkan tasnya dikursinya yang kebetulan berada didepan meja Brian. Mengambil satu kotak bekal dari dalam sana.

"Kita makan bareng, gue juga bawa bekal. Tadinya, mau gue makan bareng lo. Tapi, karena lo juga mau ngasih bekal buat gue, jadi kita barter ajah," kata Davin sambil menukar kotak bekal miliknya dan milik Ayana. "Ke kantin, kuy."

"Brian, aku pergi dulu. Makan yah bekalnya," ujar Ayana sambil tersenyum dan mengikuti Davin dari belakang.

Lebih baik dipukul atau dimaki daripada begini, bertingkah seolah tidak ada yang terjadi tapi posisiku perlahan terganti, batin Brian.

"Kak, sini bekalnya aku yang bawa," tawar Ayana pada Davin.

"Gue ajah."

"Emang kakak gak malu? Biasanya yah, laki-laki itu malu bawa bekal," terang Ayana sambil mendongak dari samping, menatap Davin yang sangat tinggi dibanding dirinya.

"Emang gitu? " tanya Davin sambil tertawa dan merangkul pundak Ayana.

Ayana hanya tersenyum dan mengangguk.

"Kalo gitu pengecualian gue. Sini bekal lo biar gue yang bawain sekalian," kata Davin, masih tetap merangkul Ayana.

Ayana dengan santai menyodorkan bekalnya pada Davin. Dan diterima oleh Davin.

Setelah acara sarapan bersama dengan Davin, Keduanya kembali keruangan masing-masing.

****

Suara lembut Ayana terdengar keseluruh bagian sekolah. Seperti biasa dengan puisi yang menyentuh hati dan diakhiri lagu yang membawa hati dalam arusnya, tanpa berniat untuk mengembalikannya lagi.

Lantunan isak dalam tangis bagaikan irama pelengkap lagu
Lelehan air dalam retina
Seperti hujan lebat enggan pergi
Kilat cahaya dimalam hari
Angin sepoi berbisik merdu
Dinginnya udara mendekap hangat tubuh
Iringan harmoni menyusup ketelinga
Taburan bintang memanjakan mata
Sedang rindu melahap habis jiwa
Perlahan cerita terganti sunyi
Bahkan pemerannya acuh tak peduli
Begini kejamkah takdir menghukumku?
Setelah banyak cerita tertoreh dan banyak warna tertuang
Aku harap semesta segera beri hal pasti sebelum hati kembali dingin dan mati.

****

"Aya, pulang sekolah kita lihat Alvin latihan basket dulu yah," ucap Mita pada Ayana sekitar 5 menit sebelum bel sekolah berbunyi.

"Ok."

Setelah pulang sekolah Ayana dan Mita berjalan menuju lapangan basket yang berada disamping lapangan utama sekolah.

Keduanya duduk dipinggiran taman disamping lapangan basket. Setelah menunggu setengah jam lebih, Brian dan timnya bersiap pulang.

Brian dan Alvin berjalan mendekati Ayana dan Mita.
Brian mendekat dan berjongkok didepan Ayana, tangannya bergerak kebelakang seolah hendak memeluk Ayana yang sedang duduk.

"Mau apa? " tanya ayana ketus, sambil mendorong Brian.
"Bau. Keringatan," lanjut Ayana.

"Emang mau ngapain? Gue mau ngambil tas gue dibelakang lo."

"Yaudah aku ambilin," ucap Ayana sambil berdiri didepan Brian dan mengambil tas Brian dan memberikannya pada Brian.

Setelah Brian menerima tasnya, sontak Brian memeluk Ayana yang masih menatapnya ketus.

"Bau... Brian, kamu keringatan ihh," ucap Ayana sambil mencoba melepaskan pelukan Brian.

Namun, Brian semakin memeluk Ayana erat dan mendekatkan wajah Ayana pada keteknya.

"Brian... Ngeselin. Bau...Brian! "

Mendengar ucapan Ayana, Brian semakin gencar mengerjai Ayana sambil terkekeh mendengar ucapan Ayana.

"Brian... " lirih Ayana yang mulai kehabisan nafas, karena sejak tadi dia menahan nafas. Walaupun tak dia pungkiri Brian harum.

Mita dan Alvin yang menyaksikannya hanya tertawa cengengesan.

Kali ini, Brian memeluk Ayana dengan benar. Sambil menundukkan kepalanya, Brian berbisik, "Maaf udah buat kecewa."

Brian perlahan melepaskan pelukannya. Menatap manik mata Ayana dalam sambil menggenggam kedua tangan Ayana, "maaf Aya," ucap Brian lembut.

"Maafin deh ya, kemarin dia udah buat surprise buat lo. Bayangin deh lo udah nyiapin semua, tapi tiba-tiba orang yang mau di kasih kejutan malah pergi sama orang lain. Kemarin kan lo pulang sama Davin, jadi surprisenya gagal deh. Jadi, kalian Sama-sama kecewa," terang Mita yang diangguki oleh Alvin.

"Maaf yah," ucap Brian dengan wajah memelas.

Ayana tersenyum tulus.

Brian kembali memeluk Ayana. Dengan wajah bahagia dan berkali-kali membisikkan kata terimakasih.

"Emang aku udah maafin kamu?" tanya Ayana tiba-tiba dengan wajah menyebalkan.

"Emang belum? " tanya Brian.

"Ya belum lah. Enak banget udah buat salah dimaafin gitu ajah, no way!" ujar Ayana masih dengan wajah menyebalkan.

"Yaudah. Tapi, nanti malam gue jemput, kita jalan. Gak boleh nolak."

Ayana hanya mengangguk, hatinya menghangat. Setidaknya, hubungannya dan Brian masih berlanjut. Dan Ayana bahagia untuk itu.

****

Matahari ada untuk melengkapi bumi demikian kamu ada untuk melengkapi diri ini.

Kamu yang tahu apa yang membuatmu bahagia, jangan biarkan orang lain merebut bahagiamu. Kamu berhak egois dalam hal itu.

****

Vote kak🙏

AYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang