Seorang gadis dengan jaket berwarna maron polos yang kebesaran ditubuhnya, dipadukan dengan jins hitam, dengan rambut yang digerai keluar dari kamar tidur miliknya.
Wajah bulatnya tampak sangat berbinar, sejak tadi dia tak henti tersenyum. Dengan tangan yang memegang erat buku, berjalan hendak keluar dari apartemen miliknya.
Ayana berjalan, membuka pintu. Jantungnya bekerja dua kali lebih cepat mendapati seorang wanita dibalik pintu. Seorang wanita didepannya itu menatap dengan sangat lekat, terselip rasa benci disana.
"Ma... Mama."
"Minggir."
Ayana segera menepi, mempersilahkan mamahnya masuk. Pikirannya berkelana, nampak sekali raut ketakutan diwajahnya. Entah sejak kapan raut bahagia tadi berganti.
Jantungnya bedetak dua kali lebih cepat, tangannya bergetar hingga buku yang dia pegang jatuh. Ayana menggigit bibir bawahnya, sekedar menghilangkan rasa takutnya.
"Mau kemana? "
Lagi-lagi, Ayana terkejut. Sepertinya malam ini akan jadi malam yang sangat panjang.
"Ketemu Brian, Mah," ucap Ayana pelan dan lirih, kepalanya menunduk sempurna, seolah sedang memberi hormat pada seorang raja yang lewat dari depan seorang pengawal.
"Tutup pintu itu, gak boleh pergi."
Natasha dengan wajah datar dan senyum smirk, yang sangat menakutkan bagi seorang gadis biasa seperti Ayana.
Ayana menutup pintu, kemudian mengirimkan pesan singkat pada Brian.
Malam, Brian. Hari ini Aya, gak jadi datang. Ada urusan soalnya, hehehe. Maaf yah, urusan penting. Bukan sama Davin kok.
Ayana tak ingin membawa Brian dalam masalahnya. Lagipula, Brian dan keluarganya sudah sangat baik untuk Ayana.
Hening. Begitu Ayana yang akan mematikan ponsel miliknya, kaget saat tiba-tiba Natasha menarik ponsel itu, dan melemparnya ke dinding apartemen.
Entah bagaimana nasib benda elektronik itu saat ini. Ayana tak ingin ambil pusing, yang penting pesannya pada Brian sudah terkirim.
"Kamu pikir, kamu siapa? Berani memainkan ponsel didepan saya? Hah? Berani kamu?"
Suara memggelegar milik Natasha menggema di apartemen milik Ayana. Ayana tersentak kaget. Tidak sampai disitu, Natasha segera menarik Ayana mendekati ponsel miliknya yang sudah hilang bentuk itu.
"Kamu akan menjadi seperti ini, kalo berani menolak ucapan saya!"
Natasha menghempaskan tangan Ayana. Segera duduk di sofa yang berada didekatnya. Mengambil alih remote dan menyalakan televisi.
"Buatin saya minuman, saya tunggu 60 detik."
Ayana segera bergegas ke dapur mengambil panci, menuang sedikit air, dan menyalakan api kompor maksimal.
Sembari menunggu air matang, Ayana segera menyiapkan gelas, sendok, gula, dan bubuk teh.
Tidak sampai 40 detik, Ayana berjalan kembali kehadapan mamahnya dengan nampan ditangannya.
Mungkin karena tidak hati-hati atau mungkin ada orang yang sedang menjahilinya, Ayana terpeleset saat berada dijarak yang lumayan dekat dengan mamahnya.
Teh panas yang dia bawa jatuh dan mengenai kakinya, tetapi tidak terlalu terasa karena dia memakai jins panjang. Begitu juga tangannya, karena dilapisi lengan jaket.
Natasha tertawa jahat. Wajahnya tampak bahagia. Dan dia cantik, harus diakui Natasha memang sangat cantik walau sudah berumur.
Bokong Ayana sepenuhnya berciuman langsung dengan lantai. Saat hendak bangkit, Ayana menyadari bahwa ditempat dia jatuh ini, ada minyak. Pantas jatuh, batin Ayana.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Teen FictionHidup itu pilihan itu kata mereka Lalu kenapa hidupku diselimuti kesedihan Disaat aku memilih bahagia??