Stay with me until the end
Di saat hati dan logika tidak bekerja se irama, keputusan siapa yang akan aku pertahankan? Apa hati yang terlalu mudah dipermainkan atau logika yang terlalu hebat memikirkan segala hal tanpa pertimbangan rasa kasihan."
_________________________________________
Ayana menjalankan motornya dengan kecepatan rendah. Pikirannya melayang pada ucapan Brian di sekolah tadi. Di saat Ayana meminta penjelasan, Brian tidak menjawab apa pun, laki-laki itu hanya berpesan untuk mempercayainya. Jangan mempercayai orang lain.
Ayana jadi bingung. Setengah mati dia menekan rasa ingin tahunya, maka setengah mati juga otaknya bertahan ingin mendapat kejelasan. Ayana semakin menekan pedal gas motornya, sehingga motor yang ia kendarai bergerak dengan kecepatan lebih cepat.
Jalanan hari ini memang lebih legang dari biasanya, Ayana semakin menekan pedal gas motornya hingga kecepatannya jauh di atas rata-rata. Mungkin ini salah satu cara Ayana mengalihkan pikiran dari kebingungan yang sedang bersarang di otaknya.
Namun, di saat Ayana menikmati sensasi dari angin yang bertabrakan dengan tubuhnya, sebuah motor mendahului Ayana. Motor itu berjalan dengan kecepatan yang jauh lebih kencang dari Ayana. Ayana menyunggingkan bibirnya, jarang-jarang ada kesempatan seperti saat ini.
Sepenuh hati Ayana menekan pedal gas motornya, dalam beberapa detik saja motor yang tadi mendahuluinya sudah berjarak dua meter dengan Ayana, tetap lawannya yang di depan. Adrenalin Ayana rasanya semakin terpacu untuk mengalahkan motor yang didepannya ini.
Terlihat dari bentuk tubuh pengendara motor itu, tampak seperti laki-laki. Dengan jaket hitam, ransel yang menggantung di pundaknya, jins hitam dan helm berwarna senada. Sedangkan motornya berwarna hitam, ada garis-garis merah yang membuat motor itu lebih menarik.
Tidak terasa setelah beberapa saat berpacu pada angin yang semakin hebat menerjang tubuhnya, Ayana sudah hampir sampai di apartmen miliknya. Gadis itu tampak kesal, bagaimana tidak, orang yang jadi lawannya ini sangat hebat. Di saat Ayana tertinggal, orang itu menunggu dengan memperlambat laju motornya. Dan di saat Ayana hampir mendahuluinya, orang itu menambah laju motornya. Benar-benar brengsek.
Ayana memperlambat laju motornya, benar-benar lambat, gadis itu tampak tidak lagi peduli pada lomba tidak bersyarat tadi. Tidak lama motor Ayana memasuki parkiran apartmen, gadis itu memperhatikan motor hitam dengan garis-garis merah yang ikut berhenti di parkiran.'Itu orang yang tadi, kan? Kok, berhenti di sini?' batin Ayana sambil memarkirkan motornya. Ayana memperhatikan orang itu, tampak lelaki itu membuka helmnya.
Ayana bergerak mendekati lelaki itu setelah dia membuka helmnya. Laki-laki itu berdiri membelakangi Ayana, di saat Ayana ingin menepuk pundaknya, laki-laki itu berbalik
Ayana membelalakkan matanya, rasa terkejut merasuki hati dan pikirannya. Laki-laki didepannya ini tampak biasa saja, tidak ada sedikit pun mimik di wajahnya, datar.
"Brean!" pekik Ayana tidak sadar saking terkejutnya dia.
Brean menaikkan sebelah alisnya, tidak tertarik pada apa yang Ayana suguhkan. Brean berlalu begitu saja tanpa menyapa Ayana. Ayana semakin melongo, tidak percaya ada orang seperti itu. Ayana jadi semakin kesal saat tahu orang yang mengalahkannya adalah Brean.
"Ngeselin!"
***
"Gimana kalo kita double date, Ya?" tanya Mita yang sedang sibuk rebahan di kasur Ayana dengan memainkan ponselnya.
Ayana menghentikan sebentar jarinya yang sedang sibuk mengerjakan soal-soal yang ada di buku panduan olimpiade. Ayana hanya punya waktu sedikit lagi, hanya dua minggu lebih sedikit.
"Gue sih oke-oke saja," jawab Ayana ringan, lagipula sudah lama dia dan Brian tidak pergi jalan bersama kecuali jumpa di sekolah.
"Ajak Brian dong, lo telfon gih!" perintah Mita masih sibuk dengan ponselnya.
Mita memang langsung masuk ke apartmen Ayana setelah tadi siang mereka melakukan pemotretan di butik bunda Nina. Gadis itu langsung masuk dapur dan mengisi perutnya dengan makanan yang Ayana masak. Setelah itu, lanjut rebahan di kasur Ayana.
"Oke." Ayana mengambil ponsel yang sejak tadi menganggur di samping buku. Ayana menutup bukunya dan beralih rebahan di samping Mita. Ayana mengotak-atik ponselnya sebentar.
"Iya, Ya. Ada apa, sayang?" tanya suara di seberang sana, setelah telepon keduanya tersambung.
Ayana tersenyum tulus, "kakak lagi ngapain? Ribut banget."
"Ini lagi main PS sama Alvin, kenapa, Yang?"
Mita yang mendengar percakapan Ayana dengan Brian langsung mengambil alih ponsel Ayana, "yang-yang pala lu peyang!"
Bukannya marah, Brian malah tertawa, "Alvin pacar lo bicara kasar, putusin gih."
"Kenapa bicara kasar, Sayang. Mau kena hukum, hm?" Tanya Alvin yang duduk di sebelah Brian.
Mita yang mendengar ucapan kekasihnya langsung terdiam. Pipinya memerah dan bibirnya tersenyum malu-malu. Ayana yang melihat perubahan raut wajah Mita, tertawa nyaring. Ternyata ada yang jauh lebih memalukan dari dirinya.
"Malu-maluin lo," ujar Ayana sambil menggeplak kepala Mita dengan guling yang tadi dia peluk.
"Mita ngajak double date, Kak. Mau gak?"
Belum sempat Brian menjawab ajakan Ayana, bel apartmen berbunyi. Bukan hanya sekali, Ayana jadi kesal sendiri dengan orang yang memencet bel itu, kentara sekali bahwa orang itu bukan orang sabar.
"Tunggu, Kak. Ada orang di luar," ujar Ayana sambil menggenggam ponsel dan keluar untuk melihat siapa orang yang tidak sabaran itu.
"Ada apa–" ucapan Ayana terhenti saat pintu sudah terbuka dan dia tahu siapa orang yang menekan bel itu.
"Helm lo ketinggalan di atas motor." Brean menyodorkan helm yang tadi dia temui di parkiran apartmen. Brean tahu itu milik Ayana karena tadi dia dengan jelas memperhatikan Ayana saat mengendarai motor.
Ayana menerima helm itu, walau wajahnya masih tetap terkejut, "makasih," ujarnya pelan.
Brean mengangguk kecil, kemudian merogoh saku celananya mengambil sebuah kunci dan masuk ke apartmen di depan apartmen Ayana. Ayana semakin terkejut saat mengetahui bahwa dirinya dan Brean adalah tetangga.
"Brean tinggal di sini?" tanya Mita, mengejutkan Ayana yang masih melamun, entah sejak kapan gadis itu berdiri di samping Ayana.
"Ahh ... gue gak tau," jawab Ayana terkejut.
"Bukannya rumah Brian besar, yah? Tapi kenapa kembarannya tinggal di apartmen?" Mita melangkahkan kaki mengikuti Ayana yang kembali ke dalam kamar setelah menutup pintu.
"Mungkin dia mau belajar mandiri." Ayana mengedikkan bahunya, sudah tiga kali dalam satu hari ini Brean membuatnya terkejut. Mungkin jika lama-lama melihat Brean bisa-bisa Ayana mati muda karena jantungan.
"Brean ada di sana, Ya?" tanya Brian khawatir. Belum juga sehari tapi Brean sudah langsung mengambil start. Mungkin Brean memang benar-benar membenci dirinya.
Lagi-lagi Ayana terkejut. Dia lupa bahwa teleponnya masih tersambung dengan Brian. "Iya, Kak Brean tinggal di depan."
"Dia ganggu lo? Perlu gue ke sana buat negur Rean?" tanya Brian dengan nada khawatir.
"Ehh ... enggak, malahan Kak Brean ngembaliin helm aku yang ketinggalan di parkiran."
"Ohh ... jadi ngedatenya nanti jam tujuh, entar gue sama Alvin jemput kalian di apartmen."
***
Jangan lupa vote kak🙏
Cobalah menghargai agar kamu dihargai.
Nekan bintang buat vote itu gak butuh 5 detik kok kak.
Jadi jangan lupa vote😊
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Teen FictionHidup itu pilihan itu kata mereka Lalu kenapa hidupku diselimuti kesedihan Disaat aku memilih bahagia??