[AYANA_31]

645 37 2
                                    

"Dan kini aku kembali pada posisi, menata ulang pecahan-pecahan hati, yang entah ada dimana, dan entah ada ditangan siapa."

——————————————————

"Davin kamu tahu perbuatan kamu ini sudah mengganggu aktivitas pembelajaran di sekolah ini, sekarang ikut bapak ke bk," ujar Pak Th dengan tegas.

"Masih tersisa waktu, 2 menit 34 detik untuk istirahat, Pak!" balas Davin tak kalah tegas.

Davin yang masih setia menunggu kehadiran Ayana. Tak peduli, berapa banyak orang yang akan menegurnya. Tak peduli, bahkan sekalipun orang itu seorang guru. Selagi masih benar, mengapa harus takut?

"Kak Davin," panggil Ayana, dari belakang Davin.

Sontak, Davin berbalik dan menatap Ayana hangat. Senyum tulus menghiasi bibirnya. Matanya dipenuhi harapan. Hal itu, membuat Ayana tersenyum kaku. Dengan berat hati, Ayana melangkah mendekati Davin.

"Hai," gumam Davin, diikuti rasa gugup yang menghinggapi dirinya.

"Emm, hai kak," gagap Ayana sambil berdiri didepan Davin.

"Gue pikir lo gak bakal datang."

Ayana tersenyum kikuk, pandangannya tertuju pada tanah. Sedang, kakinya bergerak-gerak didalam sepatunya. Itu adalah salah satu teknik untuk mengurangi gugup, sesuai ulasan yang Ayana baca di internet.

"Aya, tadi lo udah dengar kan? Jadi, will you be my girlfriend?" kata Davin penuh harap dan hati-hati. Matanya berbinar menunggu jawaban Ayana, tangannya terulur ke depan Ayana dengan kakinya di tekuk, Davin berjongkok di depan Ayana.

"Emmm-"

"Dia udah jadi pacar gue," potong Brian, yang tiba-tiba datang dan segera merangkul Ayana.

"Sejak kapan?" tanya Davin dingin, matanya menyiratkan rasa kecewa, tatapannya jatuh tepat pada retina Ayana, yang sedang menundukkan kepalanya. Davin kembali berdiri di depan Ayana. Disatu sisi hatinya jatuh, dan seakan mendarat di ribuan jarum. Sakit, perih tapi tak berdarah.

"8 menit 24 detik yang lalu."

"Serius, Ya?" sulit rasanya percaya, tapi untuk meyakinkan segalanya, Davin dengan penuh keyakinan, bertanya pada Ayana.

Ayana tidak bisa melakukan apapun, bibirnya seakan kelu untuk menjawab, padahal jawabannya hanya kata "iya", tapi seakan ada sejuta kalimat yang harus dia ucapkan.

Ayana mendongakkan kepalanya, menatap pada retina Davin, yang memang sejak tadi menatapnya. Akhirnya, Ayana mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Davin itu.

Davin memejamkan matanya, mengeluarkan nafasnya perlahan. Kemudian, berbalik dan melangkah menjauh. Namun, belum sepuluh langkah pergi, Davin berhenti. "Semoga langgeng," jelas Davin tanpa berbalik untuk melihat keduanya, segera kembali pergi, meninggalkan luka dan kecewa di hatinya.

"SUDAH, SEMUANYA BUBAR," teriak Pak Th menghentikan segala drama,  yang tercipta di taman belakang sekolah ini.

***

"Hai, kak Brean!" seru Ayana antusias, jelas sekali raut bahagia terpampang di wajahnya.

"Minggu lalu, Ayana datang dalam keadaan bersedih. Sekarang, Ayana datang dengan senyuman, eakk," tawa Ayana menggelegar, menertawai ucapannya sendiri.

'Siapa sih ini? Sok kenal banget,' batin Brean.

"Kakak belum sadar'kah? padahal, banyak yang nungguin," ujar Ayana sambil menggenggam tangan Brean.

AYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang