Stay with me until the end❤
Jangan berdiam di tempat gelap dan kelam kemudian perlahan hilang ditelan kesendirian, ingat ada aku, aku siap terbang bersamamu.
***
"Mommy, please," ucap seorang gadis berbaju merah polos dengan celana training hitam, rambutnya terurai sebahu, wajahnya polos tanpa make-up sedikit pun. Kesederhanaan yang menyempurnakan.
"No, Sya."
"Please, Mom. I really miss Indonesia," ujarnya untuk menegaskan keinginannya. Bola mata teduhnya menatap pada sang mamah yang sedang berdiri di depannya dengan sorot penuh harap.
Wanita di depannya itu hanya menggeleng, kemudian melangkah mendekati Asya dan merapikan rambut sang putri. Tangannya terulur mengelus pucuk kepala Asya dan menatap sang putri dengan senyum hangat dan penuh ketulusan.
"Kamu harus berobat, Sayang" ucap Alika lembut, dan mengecup kening putrinya singkat.
"Aku udah sembuh, Mom."
"Belum, bahkan kamu masih tergantung sama obat."
"Aku akan minum obat terus, Mom. Aku janji," kata Asya sambil menghela nafas gusar. Dia rindu hidupnya di Indonesia, dia rindu teman-temannya. Asya rindu The King, dan Asya sangat rindu pada pujaan hatinya, Brian.
"No.""I miss Indonesia so much, i miss my world, Mom." Asya meraih tangan Mamahnya dan menggenggamnya erat, menyalurkan kerinduannya dengan genggaman itu dan berharap Mamahnya percaya dan mencoba mengerti.
"Just Indonesia, bagaimana dengan Brian?" tanya sang mamah dengan raut jenaka, kentara sekali dia sedang menggoda sang putri tercinta.
"I reaaly miss him, and i'm afraid he leave me. Bagaimana jika dia punya pacar di sana? Aku gak mau kehilangan Brian, Mom." Asya merasa air mata mulai mengalir di pipinya, bola matanya semakin sendu. Tubuhnya bergetar, Asya teringat postingan Brian akhir-akhir ini di instagram. Ada seorang gadis bersamanya.
Asya merasa hatinya tercabik-cabik kala melihat postingan itu. Nama gadis itu Alesyana Ladeera, itu yang dia tahu. Bahkan Esya, sepupunya ikut berteman dengan gadis itu. Asya merasa kehadiran gadis itu merebut dunianya, bahkan beberapa anggota The King ikut meramaikan kolom komentar dengan ucapan, 'ciee' atau 'Langgeng yah' dan Brian tampak bahagia bersama gadis itu.
Asya masih memerhatikan kehidupan teman-temannya yang berada di Indonesia melalui aplikasi instagram, terutama Brian. Dan sepertinya Brian sudah melupakan dirinya. Asya semakin merasa hancur, bukan hanya penyakit yang selalu bersemangat menjatuhkannya, tetapi Brian juga ikut andil dalam hancurnya.
Asya memang memakai akun fake, orangtuanya meminta Asya untuk fokus pada pengobatan yang sedang dia jalani. Asya juga kadang mengirimkan Brian pesan, namun sama sekali tidak direspon, mungkin karena akunnya hanya memakai foto boneka atau alam.
"He never leave you. Brian love you, Dear. I think you know it," ucap Alika menenangkan Asya, kedua tangannya menangkup dan memandang lekat pada manik mata milik Asya. Ada luka di manik mata itu, bahkan air mata itu bukan apa-apa di banding luka yang Asya terima selama ini.
"I want back to Indonesia, Mom," ujar Asya dalam pelukan Alika.
"Ok. Tetapi setelah Mommy dan Daddy pulang dari Jepang, yah?" Alika menenangkan Asya dalam pelukannya. Bahu Asya bergerak naik turun, dia menangis. Seandainya Alika bisa memindahkan semua luka Asya pada tubuhnya, dengan senang hati dia menggantikan posisi putri kecilnya, Asya terlalu muda untuk luka sedalam ini.
"Thankyou, Mom." Asya tersenyum dalam sela tangisannya, tangannya semakin mengeratkan pelukan pada tubuh sang Mommy yang ikut menangis, "i love you, Mommy," ucap Asya pada Alika.
***
"Mita!" panggil Ayana kaget, matanya terbelalak saat melihat kondisi Mita saat ini. Bola matanya memerah, bajunya kusut dan rambutnya acak-acakan. Terduduk lemah di sudut dapur, dengan pisau yang berada di genggamannya.
Ayana berlari dan meraih pisau itu. Melemparkannya kuat dan jatuh entah kemana. Ayana berjongkok di depan Mita, tangannya meraih tubuh sang sahabat dan membawa pada pelukannya. Ayana seolah melihat dirinya dulu pada Mita saat ini. Jantungnya berdegup kencang, rasa sakit menjalar di hatinya.
Mita menangis keras dan memeluk Ayana erat. Ayana merasa tubuhnya kesulitan bernafas, namun dia abaikan, Mita lebih penting dari itu semua. Ayana tidak bicara hanya mengelus punggung mita lembut, entah mulai dari kapan, Ayana menjadi sangat mudah menangis, dan sekarang dia sudah menangis.
"Ya, mereka jahat. Aku benci mereka," ucap Mita random, Ayana bahkan tidak tahu, siapa itu mereka.
Ayana tersenyum dan melerai pelukannya sedikit, tangannya terulur menghapus air mata di pipi Mita. Mengelus pipi sang sahabat lembut dan menatap retina Mita yang menyorotkan luka, kemudian kembali memeluknya erat.
Ayana pernah ada di posisi seperti ini. Dan tidak ada yang mau sekedar meminjamkan bahu tempat bersandar sebentar, atau pelukan hangat yang menguatkan sebentar. Dan itu sakit, menangis sendiri, jatuh sendiri dan sembuh sendiri.
Ayana menyesal, kenapa tidak dapat melihat luka sebesar ini di hidup Mita. Kenapa dia terkecoh pada sifat periang Mita, hingga tidak tahu apapun tentang Mita. Ayana menyesal, itu artinya Mita sendirian dengan luka ini. Lalu, apa artinya Ayana sebagai sahabat?
"Mereka ... menyakiti aku. Aku ... aku berusaha jadi yang terbaik untuk mereka, tetapi mereka membenci aku sebesar ini. Mereka tidak peduli padaku, bahkan mereka dengan sengaja melukaiku. Mengapa sesakit ini, Ayana?"
Mita melepaskan pelukannya dan meremas baju yang dia kenakan tepat pada bagian hatinya. Ayana semakin merasakan sakit yang Mita rasakan, Ayana merasa beginilah hidupnya dulu, walau sekarang dia sendirian, tetapi dia punya Brian sebagai penyemangatnya.
Ayana tidak bertanya hanya memeluk dan menjadi pendengar yang baik untuk semua yang Mita ucapkan. Bahkan Mita menunjukkan luka di tubuhnya, bukan, bukan orangtuanya yang membuat luka itu. Tetapi Mita sendiri, dia melakukan itu setiap Mita merasa sakit hati.
Dan tadi, Mita memegang pisau itu untuk menyayat tubuhnya, luka sayatan itu ada di bagian tubuh yang umumnya tidak dapat di lihat orang banyak. Seperti di perut, paha, bahkan di lengan atas. Ayana melihat luka itu, semakin memaki pada dirinya sendiri, setidak peka itu dia pada Mita, hingga tidak pernah melihat luka sebanyak itu di tubuh sahabatnya.
Ayana dapat menyimpulkan dari ucapan random Mita, bahwa mereka yang Mita ucapkan adalah orangtuanya. Ayana bahkan tidak tahu untuk mengatakan apa, setelah luka yang sebesar ini, Mita tetap dapat tumbuh menjadi gadis periang dan selalu tertawa.
Ayana membantu Mita berdiri dan menuntunnya pada kamar tidur. Ayana meminta Mita untuk berbaring, sedang dia sendiri duduk di samping Mita dan mengelus rambut Mita pelan. Lama dalam posisi itu, Ayana menatap pada wajah Mita yang sudah tertidur lelap. Dia gadis yang kuat, batinnya.
Dengan berhati-hati Ayana keluar dari tempat itu dan kembali ke dapur, membereskan kekacauan yang dibuat oleh Mita. Setelah itu, Ayana memasak makanan untuk Mita, pasti gadis itu kelaparan setelah menghabiskan banyak air mata dan banyak tenaganya untuk berteriak dan memaki.
***
Part ini spesial girls time, wkkwkw
Oh yah, kalo ada kata yang salah di bahasa inggrisnya, mari tinggalkan jejak, pasti akan aku perbaiki.
Makasih sudah bertahan bersamaku sejauh ini.
I love you all❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Teen FictionHidup itu pilihan itu kata mereka Lalu kenapa hidupku diselimuti kesedihan Disaat aku memilih bahagia??