Stay with me until the end
Ada alasan untuk setiap tindakan
***
Brean tersenyum sinis, dengan cepat dia membalikkan keadaan hingga sekarang tubuh Brian lah yang ada dalam kukungannya. Itu mudah, karena laki-laki itu sedang terbakar emosi, hingga tenaganya tidak stabil.
"Lo mau apa? Gue udah minta maaf, dan Ayana gak ada hubungannya dengan masalalu kita, jadi stop ganggu dia!"
Brean tidak berniat sedikit pun untuk menjawab ucapan Brian. Brean mengangkat tangan kanannya yang sudah terkepal, seolah-olah ingin menonjok wajah Brian. Dan dalam hitungan satu detik, kepalan tangan itu bergerak sangat cepat menuju wajah Brian.
Brian memejamkan matanya, tangannya seakan kelu untuk menangkis kepalan tangan kekar milik kembarannya itu, selain itu Brian juga kalah cepat. Namun siapa sangka, kepalan itu berhenti tepat lima senti dari wajah Brian.
Brean bangkit dari posisinya yang tadi mengukung Brian, laki-laki itu menghampiri Ayana yang ikut memejamkan mata, mungkin gadis itu takut pacar kesayangannya terluka. Brean menepuk pipi Ayana pelan, membuat sang gadis membuka matanya.
"Selesaiin masalah kalian, gue pergi," ujar Brean dengan senyum yang sangat tipis, tapi dia tahu Ayana melihat senyum itu.
Ayana mengangguk dan menatap kepergian Brean. Setelah Ayana memastikan Brean benar-benar pergi, dia beralih menatap Brian yang sudah duduk di sofa. Brian menghela nafasnya gusar, tangannya juga terkepal erat hingga urat tangannya terlihat jelas.
Ayana mendekati laki-laki itu, tangannya terlur menyentuh pundak Brian, namun langsung ditepis oleh laki-laki itu. Ayana menghela nafasnya pelan, ini pertama kalinya Ayana membuat Brian marah, jadi Ayana tidak tahu harus berbuat apa.
Ayana memilih duduk di samping Brian, dia sengaja duduk sedikit jauh, takut Brian mengusirnya. "Mau dengar penjelasan aku?" tanya Ayana hati-hati, takut Brian semakin marah.
Brian terdiam dan tangannya meraih gelas yang terletak di meja mereka, gelas itu masih berisi setengah, Brian langsung meneguknya, berjarap emosinya sedikit berkurang. Brian tidak peduli air minun itu milik siapa, padahal mungkin saja itu milik Brean."Kak, mau dengar penjelasan aku?" Ayana mengulang pertanyaannya sambil menatap wajah Brian.
Ayana tersentak kaget, di saat tiba-tiba Brian meraup tubuhnya ke dalam pelukan laki-laki itu. "Gue cemburu, Ya," bisik Brian pelan di telinga Ayana.
"Aku tahu, tapi aku gak ngapa-ngapain, Kak. Apa yang kakak lihat tadi, tidak seperti yang sebenarnya terjadi." Ayana menyembunyikan rona merah di pipinya saat Brian mengakui bahwa dia cemburu.
Brian melepaskan pelukannya menatap wajah Ayana dalam jarak dekat, tatapannya yang sangat dalam membuat jantung Ayana berdegup sangat cepat.
"Lo tau, Ya? Gue takut kehilangan lo. Saat gue sadar bahwa gue cinta sama lo, gue bersyukur lo rasain hal yang sama. Dan gue pikir semuanya akan selesai saat kita berdua sudah terikat dalam komitmen yang sama, namun ternyata enggak, masih banyak yang harus kita taklukin, termasuk ego masing-masing."
Ayana terdiam, mencoba memaknai setiap kata yang Brian ucapkan. Ayana menarik tangan Brian yang bergetar, menggenggamnya erat.
"Aku di sini, Kak. Kita berjuang sama-sama, tapi sebelum itu kamu harus dengar dulu penjelasan dari aku," ujar Ayana, kemudian Ayana menjelaskan semua yang terjadi tadi, tidak ada yang tertinggal, Ayana tidak mau ada salah paham antara dia dengan Briannya.
Brian mengangguk, mengerti akan apa yang sebenarnya terjadi. Brian kembali membawa tubuh Ayana dalam pelukannya. Brian mengecup puncak kepala Ayana berkali-kali. Brian bingung, sejak kapan dirinya sebucin ini.
"Masih takut? Kepala kamu masih pusing? Mau muntah gak?" tanya Brian penuh perhatian, bahkan tanpa sadar dia memanggil Ayana dengan kamu.
Ayana menggeleng dalam pelukan Brian. "Aya sayang Brian."
Setelah beberapa saat larut dalam pelukannya, Brian menelpon Mita untuk menemani Ayana dan dirinya pulang. Ayana sudah meminta Brian menginap saja, tapi laki-laki itu menolak. Jika dulu dia mau saja menginap, namun sekarang saat melihat rasa cintanya terhadap Ayana, Brian takut khilaf.
***
Ayana mencari kotak P3K di setiap meja apartmen, dan menemukan kotak itu di meja pojok dekat dapur. Ayana segera meminta izin pada Mita, dia ingin melakukan sesuatu hal.
"Mit, gue ke depan dulu," izin Ayana pada Mita yang sudah merebahkan tubuhnya di kasur. Malam sudah larut, sepatutnya orang sudah terlelap, tapi tidak dengan Ayana.
"Udah larut, Ya? Mau ke mana lagi, sih?" tanya Mita, tangannya menaikkan selimut Menutupi hingga ke lehernya.
"Ke depan, bentar, suer!" Ayana mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya.
"Ok." Mita akhirnya mengalah, sebenarnya dia sudah sangat mengantuk, jadi terserah Ayana saja. Dia hanya ingin tidur untuk saat ini.
Ayana memencet bel pintu apartmen di depannya. Tidak lama kemudian Brean keluar dengan wajah kusut, bajunya juga terlihat tidak serapi tadi saat mereka bertemu. Jangan lupakan rambut yang acak-acakan itu, tidak munafik, Ayana tahu Brean jauh lebih tampan dari Brian.
"Ini. Buat obatin luka kam–" Ayana memberhatikan ucapannya sebentar, "luka lo."
Brean menerima kotak itu, kemudian mendorong pintu di depannya pelan. Ayana yang menyadari hal itu, tangannya dengan cepat menahan pintu agar tidak tertutup. Ayana memajukan wajahnya, mengintip ke dalam apartmen, dan hal yang paling tidak diduga terjadi. Brean membuang kotak pemberian Ayana ke dalam tong sampah dekat pintu.
"Astaga!" pekik Ayana keras, hingga membuat Brean berbalik dan menatap Ayana yang kini sudah sepenuhnya masuk ke dalam apartmennya.
"Ngapain lo masuk? Keluar!"
Ayana menulikan telinganya, masuk dan meraih kotak yang tadi dia bawa dari keranjang sampah. Dengan tidak tahu malunya, Ayana duduk di sofa milik Brean.
Brean memilih diam dan duduk di sofa panjang tempat Ayana duduk. Ayana menggeser duduknya, hingga sangat dekat dengan Brtindakan
na meraih kotak P3K dan mengambil kapas serta alkohol dari dalamnya.Brean yang sama sekali tidak bergerak, mempermudah pekerjaan gadis itu. Ayana dapat melihat darah segar yang masih mengering di ujung bibir Brean, laki-laki itu tidur, tanpa mengobati lukanya.
"Maaf," ujar Ayana untuk meminta izin menyentuh wajah Brean.
Ayana sibuk membersihkan luka Brean dengan kapas yang sudah diberi alkohol, hingga tidak menyadari Brean yang memandanginya sejak tadi. Brean mengerjapkan matanya pelan, saat merasakan Ayana yang meniup luka kecil di ujung bibirnya.
"Maaf untuk yang dilakukan Brian tadi, itu murni salah paham," pinta Ayana sambil menjauhkan tangannya dari wajah Brean. Gadis itu mengambil obat merah dari dalam kotak dan meneteskannya pada kapas yang baru saja dia ambil.
Perlahan Ayana kembali mengobati luka Brean. Setelah Ayana menyelesaikannya, dia mengambil sebuah plester dari dalam kotak dan menempelkannya di sudut bibir Brean. Jika kalian berpikir dia baik-baik saja, maka kalian salah. Ayana menahan gejolak di hatinya dan pipinya yang memerah karena sangat dekat dengan Brean. Dan bibir Brean yang cukup membuat otak Ayana berkeliling tidak jelas.
Ayana tersenyum puas, setelah dia menyelsaikan tugasnya. Di saat Ayana menarik tangannya dari wajah Brean, tiba-tiba saja laki-laki itu menggenggam tangan Ayana dan menarik tubuh Ayana hingga jatuh di atasnya.
"Lo benar-benar cinta sama Brian? Bagaimana kalo gue mencoba mengambil posisi itu?"
***
Jangan lupa vote by❤
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Teen FictionHidup itu pilihan itu kata mereka Lalu kenapa hidupku diselimuti kesedihan Disaat aku memilih bahagia??