8. Gadis itu, dia...
Dewa baru saja tiba dirumahnya setelah menaiki taksi online dari pelabuhan lantaran adiknya yang tidak tau diri tersebut tidak menjawab satupun pesan dan panggilan darinya. Berjalan santai melewati halaman yang penuh dengan tanaman hias sang Bunda dan menghirup udara sepuasnya yang selama beberapa hari ini tak bisa dirasakannya dengan puas.
Sayup-sayup dirinya mendengar suara berisik dan heboh dari dalam rumahnya, lalu mendengar suara adiknya yang mengaduh kesakitan. Memilih tidak terlalu peduli, membuka pintu dan mengucap salam sebelum memasuki rumah.
Membanting ransel di atas sofa depan tv, dirinya dikejutkan dengan penampakan dua orang gadis yang tengah menatapnya dengan wajah mupengnya masing-masing, menetralkan ekspresi dengan cepat dan netranya berpindah kepada seorang gadis yang tengah duduk selonjoran dengan bibir mengerucut dan laptop dipangkuannya.
Dewa terdiam, dirinya tertegun sejenak lalu mengamati gadis tersebut dengan seksama dengan alis mengerut. Gadis itu, dia adalah gadis piyama yang menabraknya di pelabuhan satu bulan yang lalu. Di kepalanya berseliweran berbagai pertanyaan tentang bagaimana, mengapa dan kenapa gadis tersebut berada di rumahnya?
Menghela napas dan memilih berlalu mencari sosok wanita yang begitu dirindukannya, bermaksud untuk sekaligus menanyakan alasannya mengapa gadis itu ada disini dan siapa dirinya. Beberapa spekulasi berkeliaran di kepalanya, dan salah satu yang paling masuk akal adalah mereka tengah mengerjakan tugas terbukti dari beberapa buku yang berserakan dan laptop yang menyala.
" Bunda." Setelah memutari hampir seluruh rumah, akhirnya dirinya menemukan sosok yang tengah dicarinya tengah bermain handphone entah membaca artikel apa hingga membuatnya tampak sangat serius, salah satu tangannya dengan cekatan menabur-nabur pelet ikan untuk para ikan koi kesayangannya.
Wanita tersebut tersentak kala mendapat lengan kekar merengkuh tubuhnya dari belakang, sebelum dirinya tersadar jika itu adalah anak sulungnya yang pulang bertugas. Senyum hangat khas seorang ibu terpatri di wajahnya yang telah menua, mengusak surai hitam putranya yang sedikit basah karena keringat dan menuntunnya duduk di kursi sebelah.
" Kamu kapan sampainya?" Tanya Bunda pada Dewa yang saat ini tengah menyender nyaman di pundaknya.
" Barusan, rame ada apa?" Timbal Dewa dengan pertanyaan sedikit ambigu, beruntung Bunda paham dan sangat mengerti perangai anaknya yang hobi menyingkat kata yang terkadang sulit dimengerti.
" Biasa Gara ada tugas sama temen-temennya." Jawab Bunda sembari terkekeh merasa lucu dengan pertanyaan Dewa yang jawabannya sudah jelas.
" Cewek?" Untuk kali ini butuh waktu seperkian detik untuk Bunda memikirkan maksud pertanyaan satu kata tersebut, alis nya sedikit mengkerut dengan bibir sedikit mengerucut.
" Owalaaa iya temen Gara emang cewek semua." Terang Bunda setelah paham maksudnya, tak lama setelahnya terdengar suara khas cewek yang melengking nan ccempreng mengejutkan sekaligus memekakan telinga.
" Huaaaa Gara kok lo hapus semua materi yang udah gue ketik?!!!" Benar, itu adalah suara surgawi milik Ghea disusul suara rengekan, pukulan dan ringisan bagaikan sebuah melodi sebelum meledaknya suara tawa dua orang perempuan yang menistakan si tersiksa karena kesalahannya sendiri diterkam macam betina.
Hal ini mampu mengagetkan Dewa yang tidak pernah mendengar seorang perempuan berteriak sekencang itu sebelumnya. Badannya menegak, tubuhnya sedikit kaku, alisnya mengkerut ditambah keringat dingin mengalir di dahinya entah karena apa.
Melihat ekspresi lucu yang ditampilkan Dewa bukannya membuat Bunda iba malah menjadikan wajah terkejut anaknya sebagai lelucon di grub keluarga, wanita paruh baya tersebut diam-diam memfoto momen langka tersebut banyak-banyak hingga memenuhi galeri ponsenya. Setelah Dewa tersadar dari keterkejutannya, dengan secepat kilat mematikan dan meyembunyikan ponselnya sekaligus menetralkan ekspresi.
~~~
TBC
Maaf karena tidak dapat up setiap hari, terdapat sedikit masalah dengan laptop saya🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudara Sang Monster Laut
General FictionAbdi negara, pekerjaan mulia bertaruh nyawa. Bertugas di daerah nan jauh di sana, meninggalkan sanak saudara. Mengorbankan nyawa demi melindungi jutaan nyawa saudara serta kedaulatan bangsanya. ==================================== TERINSPIRASI DARI...