40

98 8 0
                                    

40. Hadiah Tuhan

Beberapa bulan telah berlalu sejak acara pernikahan Ghea dan Dewa, hampir setengah tahun mereka lalui bersama. Namun, mereka tak kunjung diberi kepercayaan untuk menimang seorang anak, hal yang wajar sebenarnya, mengingat kesibukan Ghea serta Dewa yang sering mendapat tugas berminggu-minggu.

Fajar belum menyingsing, adzan subuh pun belum berkumandang, bahkan Dewa yang terbiasa sholat malam pun belum membuka matanya. Namun Ghea, wanita itu harus terbangun dari tidurnya lantaran rasa mual bergejolak di dalam perutnya tak tertahankan.

Bangkit dari tidurnya, terburu-buru menyibak selimut dan berlari secepat kilat menuju kamar mandi. Membungkuk dihadapan kloset bersiap memuntahkan semua isi perutnya, aneh hanya cairan putih yang keluar.

Erghh Hoeekk Hookk Hoeekk

Suara muntahnya menggema di keheningan, Dewa yang terbiasa mudah terbangun dengan sedikit suara-suara menganggu pun terusik dari tidurnya. Membuka mata, tangannya meraba tempat tidurnya, telinganya mendengar suara orang yang tengah membuang isi perutnya, matanya membulat ketika menyadari itu istrinya.

Melompat dari ranjang dan berlari panik memasuki kamar mandi, benar saja dirinya melihat sang istri tengah membungkuk di depan kloset tengah membuang isi perutnya sembari kesusahan menyingkirkan rambut agar tidak terkena muntahan.

Berjalan mendekati Ghea, menyatukan rambut wanita tersebut lalu tangannya beralih mengurut lembut lehernya, menantinya dengan sabar. Setelah dirasa cukup, dituntunnya sang istri menuju wastafel untuk membersihkan wajahnya, lantas kembali memapahnya menuju ranjang, wajahnya nampak panik menatap istrinya pucat, mengusap pelan keringat yang mengalir di pelipis Ghea lantas menanyakan keadaannya.

" Kamu tak apa?" Tanyanya hati-hati, dilihatnya sang istri menggeleng pelan sembari memijit pelipisnya. Tanggap, tangannya terulur untuk memijat lembut pelipis Ghea sembari berdiri, wanita itu dengan senang hati memeluk pinggangnya dan mengusapkan wajahnya pada perutnya yang terbentuk sempurna.

" Mungkin aku masuk angin dan kelelahan karena kemarin aku baru pulang saat sore hari setelah berjaga malam dan dilanjutkan berjaga pagi." Gumamnya yang masih dapat di dengar jelas oleh Dewa, pria itu mengangguk.

" Tidak usah koas dulu hari, izinlah pada dokter pembimbingmu akan ku panggilkan dokter kesini nanti." Ucap Dewa dengan tenang, Ghea mendongak ingin mengutarakan protes, namun saat netranya menatap mata Dewa yang menyiratkan sebuah kewajiban, niatnya urung memilih kembali menikmati pijatan sang suami dan memejamkan mata.

Seorang dokter wanita datang setelah matahari menampakan wujudnya, mmenghampiri Ghea yang terbaring diranjang lalu memeriksanya. Beberapa menit berlalu setelah memeriksa dan menanyakan keluhan-keluhan yang dirasakan sang pasien, bibirnya tersungging membentuk senyuman, Dewa mengernyit heran dibuatnya.

" Ada apa dengan istri saya?" Tanyanya tidak sabaran, sang dokter lagi-lagi tersenyum.

" Tenang, istri anda tidak mengidap penyakit apapun," Belum selesai dokter menjelaskan, Dewa telah memotongnya tak sabaran jantungnya berdetak kencang, semoga saja tebakannya benar.

" Selamat, kalian akan segera menimang seorang anak." Kalimat sederhana yang memunculkan berjuta kebahagiaan dihati keduanya, Dewa menampilkan senyum lebar yang tak pernah ia tunjukan pada orang lain, sedang Ghea telah mengeluarkan airmatanya sembari mengelus lembut perutnya yang masih rata tak lupa mengucapkan berbagai kata syukur.

" Karena usianya yang masih muda, kandungan menjadi lebih rawan, ibu sebaiknya menjaga pola makan serta mengkonsumsi vitamin, usahakan jangan sampai terlalu kelelahan hindari kegiatan yang membutuhkn tenaga lebih." Jelas sang dokter dengan ramah, setelah kedua pasangan tersebut menyanggupinya sembari menanyakan beberapa hal, beliau undur diri meninggalkan mereka yang tengah bertabur bahagia.

~~~
TBC
Vote komennya ok 😀

Saudara Sang Monster LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang