16. Senja Palu Bercerita
Senja di teluk Palu, matahari perlahan mulai menenggelamkan diri di ufuk barat, memancarkan cahaya oranye yang menyinari birunya lautan. Seorang gadis dengan almamater biru tua kebanggannya yang melekat apik ditubuhnya, memandang luasnya lautan yang beberapa hari lalu mampu memporak porandakan tempat apik ini dengan kedua tangan di saku jas.
Netranya mengeliling memandang sekitar dengan mata menyipit, netranya menangkap keberadaan seorang bocah laki-laki yang tengah terduduk di sebuah kursi roda menghadap kearah teluk Palu yang nampak tenang sore ini dengan pandangan sendu. Dengan perlahan kakinya melangkah mendekati bocah tersebut.
" Haii!" Sapanya sembari berjongkok di samping bocah berkursi roda tersebut, sang empu mendongak dan memberikan senyum tipis matanya tampak berkaca-kaca dan memendam sebuah kesedihan.
" Boleh kakak disini?" Tanyanya hati-hati dan mendapat anggukan dari sang bocah yang berumur sekitar 10 tahunan. Gadis tersebut berdiri tepat di belakang kursi roda, tangannya menumpu pada dorongan kursi roda, netra bocah tersebut mengikuti setiap gerakannya.
" Kamu kok sendirian disini?" Ucapnya membuka pembicaraan, netranya menatap lekat manik coklat milik bocah di depannya yang tengah mendongak menghadap dirinya, berusaha menyelami kesedihan yang tercipta dari binar redup matanya.
" Aku kangen Ummi sama Abbi, jadi aku kesini buat ngunjungi mereka." Jawab bocah tersebut sembari memalingkan wajahnya menghadap lautan yang mulai menggelap, senyum pedih terpancar di wajahnya, matanya menerawang jauh menatap luasnya lautan. Dahi gadis itu mengkerut bingung berusaha memahami ucapan anak di depannya, deg sebuah spekulasi muncul di benaknya, mungkinkah?
" Abbi sedang mengat ikan yang telah dijemur untuk membuat ikan asin disana, dan Ummi menyusul untuk membantu karena hari sudah petang." Jawab bocah tersebut sembari menunjuk suatu tempat di belakang mereka, gadis itu yang tidak lain adalah Ghea mengikuti arah telunjuknya bocah dihadapannya dan menemukan sebuah gubug panggung dari anyaman bambu dengan tiang yang juga adalah potongan bambu untuk menyangganya dengan beberapa tempat menjemur berbentuk menyerupai panel surya yang sering diliatnya di televisi.
" Lalu apa yang terjadi?" Tanya Ghea berusaha membuang persepsi buruk di kepalanya.
" Mereka tidak dapat menyelamatkan diri saat terjadi gempa, dan ketika gempa telah berhenti mereka ingin segera berlari menjauhi bibir pantai takut-takut terjadi tsunami yang menyusul, belum sempat mereka menjauh gemuruh air laut yang semula tenang terdengar dan secepat kilat ombak besar menyeret mereka bersama puing-puing. Aku melihatnya tidak jauh dari sana sebelum sebuah pohon kelapa jatuh dan menimpa kakiku lalu semuanya gelap."
Terangnya dengan pandangan menerawang kearah teluk berharap melihat sosok kedua orang tuanya dari kejauhan, namun yang diliatnya hanya air laut yang beriak tenang menghasilkan bunyi menenangkan namun pedih yang dirasanya, tersenyum sendu dengan tetesan air mata mengalir dipipi.
Ghea memandang sendu sekaligus takjub kearah bocah dihadapannya, entah apa yang terjadi jika dirinya yang mengalaminya, mungkin dirinya akan menyalahkan diri sendiri lantaran hanya mampu melihat ketika orang tuanya dalam bahaya dan menyaksikannya terseret ombak besar didepan mata, tapi lihatlah anak ini, mencoba ikhlas menerima musibah yang ditimpanya.
" Lalu kamu dengan siapa sekarang?" Tanya Ghea yang kini telah berjongkok di depan sang bocah dengan mata memerah di penuhi air mata.
" Entahlah, nenekku telah berpulang beberapa bulan yang lalu menyusul kakekku yang berpulang satu tahun lalu, orang tuaku telah damai di lautan sana sedang keluargaku yang lain aku tak tau dimana mereka bahkan aku tak pernah mengenalnya, mungkin aku akan ikut salah satu temanku jika orang tuanya mengizinkan. Kalaupun tidak tuhan pasti telah menyiapkan tempat untukku bernaung di dunia ini." Ucapnya tenang dengan netra menatap hangat kearah Ghea. Namun bukannya tenang, Ghea merasakan sakit di hatinya, mengusap air matanya dan tersenyum lembut kearah bocah di depannya.
" Kamu ikut kakak pulang." Ucapnya tanpa menerima bantahan, sedangkan bocah tersebut tersenyum dan menatap kearah laut. Ummi, Abbi aku akan pergi kalian yang tenang ya di dalam sana, batin sang bocah.
~~~
TBC
Bintangnya jangan lupa dipencet, gratis!
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudara Sang Monster Laut
Fiksi UmumAbdi negara, pekerjaan mulia bertaruh nyawa. Bertugas di daerah nan jauh di sana, meninggalkan sanak saudara. Mengorbankan nyawa demi melindungi jutaan nyawa saudara serta kedaulatan bangsanya. ==================================== TERINSPIRASI DARI...