London - Winter
For the first time ever in my life, Winter Wonderland felt warm.
❄
Tradisi tahunan bersama teman-temanku adalah mengunjungi Winter Wonderland pada akhir pekan pertama liburan musim dingin. Acara tahunan di penghujung tahun itu selalu menjadi tempat favorit untuk berlibur. Tidak peduli apakah kau orang asli London atau turis asing, mengunjungi Winter Wonderland adalah sebuah kewajiban. Selalu ada atraksi baru atau atraksi yang tahun-tahun kemarin tidak ada, diadakan kembali. Winter Wonderland memiliki banyak kejutan.
Tahun ini, aku hanya berdua bersama Emre karena Ryan berlibur dengan Mikayla, sedangkan Dave telah berada di wonderland yang sesungguhnya.
Kami tiba di Hyde Park, tempat diselenggarakannya Winter Wonderland, pada pukul empat sore dan langit sudah mulai gelap. Malam adalah waktu yang pas untuk mengunjungi Winter Wonderland sebab pengunjung akan disuguhkan dengan pemandangan lampu-lampu indah yang menghiasi tiap titik di sini. Termasuk barisan toko di sepanjang Angels Christmas Market yang menjual berbagai macam pernak-pernik natal, makanan, minuman, oleh-oleh, dan masih banyak lagi.
"Andrew, aku beli makanan. Kau beli minuman," Emre berkata tiba-tiba, padahal kami tidak ada wacana makan sebelum berkeliling, biasanya kami langsung mencoba atraksi dulu. "Oke? Nanti kita ketemu lagi di sini." Kemudian, dia berlalu begitu saja masuk ke dalam kerumunan orang sebelum mendengar jawabanku.
Anak itu memang aneh kadang-kadang. Di antara kami berempat, memang hanya aku satu-satunya yang normal.
Alih-alih mengejar Emre dan membuang lebih banyak tenaga, aku tetap mengikuti perintahnya. Menjelajahi setiap toko di Angels Christmas Market. Aku membeli dua gelas deluxe hot chocolate with marshmellow. Cuaca hari ini lumayan dingin meski tanpa salju seperti musim dingin biasanya di London.
Selanjutnya, kembali ke titik pertemuanku dan Emre. Bukannya Emre yang di sana, melainkan Zevania. Dia duduk sendirian di kursi seraya memainkan ponselnya. Tidak seperti orang-orang di sekitarku yang terlihat senang dan ceria, Zevania justru tampak kebingungan. Seperti anak kecil yang tersesat karena kehilangan ibunya.
Aku mengerti.
Dia pasti ke sini bersama teman-temannya lalu kehilangan jejak mereka.
"Zevania?"
Zevania menengadahkan kepalanya dan sontak mata kami langsung bertemu, tampak sama terkejutnya begitu melihatku. Seolah-olah aku adalah bintang sepak bola yang tidak akan ditemuinya di Winter Wonderland.
"Kau sendirian ke sini?" Aku mulai berbasa-basi. Sesuatu yang jarang dilakukan Andrew.
"Tidak. Aku bersama Annika, Ashley, Dylan, dan Tyler," jawabnya tepat seperti dugaanku. Mereka memang selalu satu paket. "But they're gone. And you are?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Reasons
Teen Fiction[BOOK #2 OF THE JOURNAL SERIES] Andrew Stanley tidak pernah menulis jurnal sebelumnya, dia benci membaca dan menulis karena menurutnya membosankan. Hobinya adalah bermain sepak bola dan tujuan hidupnya hanya satu: menjadi seorang kiper profesional y...