36 | Date

234 53 18
                                    

We had dinner and went to cinema together. Did you count it as our first date? Because I did.

London - Winter

Ada dua hal yang tidak pernah terpikirkan dalam benakku: pertama, makan malam bersama Zevania dan kedua, menonton film di bioskop bersama Zevania ... juga. 

Tentunya aku tidak bertanya langsung kepada Zevania, "Hai, Zevania. Mau makan malam dan menonton bioskop denganku?" Terdengar seperti sebuah ajakan kencan, benar? Aku tidak pernah dan tidak punya keberanian untuk melakukannya.

Bukan seperti itu skenarionya.

Perancang skenario makan malam: Kate.

Kate dan Julian, kakaknya Annika Alanen, memang memiliki hubungan putus-nyambung. Kate yang berkuliah di Paris merasa sulit untuk terus berhubungan dengan Julian di London.

Entah mengapa mereka berdua membuatnya seolah rumit padahal jarak London dan Paris tidak sejauh itu. Sekarang komunikasi jarak jauh bukanlah hal yang aneh. Emre saja bisa terus berkomunikasi dengan dambaan hatinya di Turki selama bertahun-tahun. Kadang dia pulang kampung setiap liburan musim panas. Ryan pernah bertanya pada Emre bagaimana dia bisa setia dan dia bilang, kuncinya hanyalah saling percaya.

Hubungan jarak jauh tidak serumit itu, benar? Benar. Kurasa. Kuharap.

Sebelum Kate kembali ke Paris, keluarga Alanen mengundang kami makan malam bersama secara mendadak. Singkatnya, malam itu Kate dan aku makan malam di rumah keluarga Alanen. Dad dan Mum tidak ikut karena harus menghadiri gala dinner bersama rekan bisnisnya. Aku disuruh memilih dan pilihanku jatuh kepada makan malam bersama keluarga Alanen (plus Zevania).

"Apakah dia gadis yang kuberi syal?" Kate menunjuk ke arah seorang gadis yang berdiri di depan rumah keluarga Alanen. Meski tidak begitu jelas karena minim penerangan dan posisi berdirinya yang membelakangiku, aku tahu gadis itu adalah Zevania. 

Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Kate menghentikan langkah kakinya serta manahan lenganku. "Kau menyukai dua gadis sekaligus?"

"Bukan seperti itu. Aku sudah menjelaskannya padamu tapi kau tidak percaya." Sebelum aku benar-benar mengirim syal karya Kate untuk Keira, aku sudah bilang padanya bahwa dia bukan gadis yang kusukai, tetapi Kate berpikir bahwa aku hanya tidak berani jujur tentang perasaanku padanya.

"Jadi siapa gadis yang kausukai?" desaknya, kembali mengayunkan langkah.

Aku tidak menjawabnya dan terus memperhatikan Zevania yang semakin terlihat jelas seiring dekatnya jarakku dengannya. Dia sedang menelepon seseorang.

"Oke tidak perlu dijawab. Aku sudah tahu."

Dan, dari situlah Kate mengenal Zevania. Dia bilang bahwa sebenarnya Julian juga pernah bercerita padanya tentang Zevania, gadis yang dijemputnya di bandara tempo hari. London memang luas, tetapi tidak seluas itu sepertinya. Aku selalu bertemu dengan orang-orang yang kukenal di tempat umum padahal aku tidak begitu mengenal banyak orang.

Makan malamnya pun terasa canggung bagiku. Sudah lama aku tidak bertegur sapa dengan keluarga Alanen kecuali Annika dan Zevania (kalau termasuk)---yang setiap hari bertemu denganku di sekolah. Namun, tetap saja seakrab apapun kau dengan temanmu, apabila ada orangtua pasti jadi tidak leluasa mengobrolnya. 

Aku tidak banyak bicara, begitu juga dengan Zevania. Yang tetap menjaga suasana tetap hidup adalah Kate. Seandainya aku bisa mencuri kemampuan bersosialisasinya, teman-temanku mungkin bukan hanya Emre dan Ryan dan Dave saja.

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang