35 | Fear

229 56 9
                                    

Sylvianna, Zevania

I made a big mistake that time.


London - Winter

"Kau mau bergabung dengan mereka?" tanyaku pada Kafka, mengabaikan pertanyaannya. Aku ingin menyaksikan secara langsung bagaimana interaksi antara Zevania dan Kafka. Selain alasan itu, tidak ada meja kosong lainnya yang tersisa. Anak-anak futsal pasti makan siang di lapangan.

Kafka mengangguk. "Oke."

Dan kami berdua mengayunkan langkah menuju meja tempat Zevania, Annika, Keira, dan Ashley berada. Masih tersisa dua kursi kosong di sana. Kurasa dua kursi itu sebenarnya untuk Dylan dan Tyler. Entah ke mana mereka berdua, aku tidak ingin tahu.

Mataku terus terpaku pada Zevania yang membuat dirinya sibuk dan menghindari pandangan dariku—atau kami. Sampai akhirnya Kafka memanggil namanya dan dia mengangkat kepalanya. "Uhm ... hai!" Dia melirikku dan Kafka secara bergantian.

"Silakan duduk." Keira menepuk kursi di sebelahnya.

Aku duduk di antara Kafka dan Keira, di sebelah Keira adalah Zevania. Mereka semua mulai mengobrol dengan Kafka dan bagaimana dia bertemu dengan Zevania. Mereka memang baru kenal, tetapi aku merasa bahwa mereka berdua akan semakin dekat seiring berjalannya waktu.

Zevania barangkali akan lebih dekat dengan Kafka daripada denganku.

"Andrew, aku belum mengucapkan secara langsung denganmu," Keira berucap tiba-tiba di tengah obrolan. Membuka topik baru yang tidak kumengerti. "Tentang syalnya. Terima kasih. Sangat nyaman dan hangat."

Syal?

"Oh, iya sama-sama."

Natal kemarin Keira memberiku hadiah mantel. Tadinya aku hanya akan menyimpan pemberiannya di kamar, tetapi Mum berhasil menemukannya dan bertanya darimana mantel asing yang belum pernah dilihatnya itu.

Mum bertanya dari siapa hadiah itu.

"Seorang teman, bukan Ryan dan Emre," jawabku.

"Seorang gadis?" Kate yang menguping tiba-tiba ikut campur.

Mereka berdua saling menatap sambil tersenyum begitu aku menganggukkan kepala.

Lalu, Kate menyuruhku memberikan syal miliknya yang dibawa dari Paris. "Kau juga harus memberinya hadiah," desaknya tanpa bertanya siapa sebenarnya gadis yang memberiku hadiah ini.

Sesuai permintaannya. Aku bertanya alamat rumah Keira dan mengirim syal itu. Untungnya dia tidak ada di rumah sehingga aku tidak perlu bertemu langsung dengannya. Aku tidak bisa membayangkan harus pura-pura bersikap manis di depannya. Tidak mungkin kan seseorang marah-marah ketika memberikan hadiah?

Dan dari situlah segala kesalahpahaman ini dimulai.

Selanjutnya adalah di kelas tataboga.

Kami disuruh membuat kue untuk diberikan ke orang spesial. Pada saat itu aku berencana memberikan kue untuk Kate yang sebentar lagi akan kembali melanjutkan pendidikannya di Paris. Aku membuat kue rasa favoritnya, vanilla. Kuenya serba berwarna putih seperti kue pernikahan.

Semua berjalan lancar dan tenang hingga Keira tiba-tiba memberikan kue berbentuk hati buatannya kepadaku di hadapan seluruh anak kelas tataboga. Sontak seisi kelas menyoraki kami berdua dan meneriakiku agar menerima kuenya. Aku tidak bisa menolak karena tidak mau mempermalukannya di depan banyak orang. Aku masih menjaga perasaannya.

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang