28 | Remorse

324 64 26
                                    

London - Winter

Remember when I told you about the meaning of seasons? I'm in the winter phase exactly when winter came.

Seandainya. Seandainya. Seandainya.

Kata yang paling kubenci adalah: seandainya.

Dan itulah kata yang belakangan ini terus memenuhi kepalaku.

Seandainya aku tidak mengejar Dave dan membiarkannya sendiri terlebih dahulu.

Seandainya aku tidak mengungkit perihal Zara kepada Dave, yang saat itu mabuk.

Seandainya aku membiarkan Dave menghujatku semaunya.

Seandainya Dave tidak menyukai atau tidak berpura-pura menyukai Zevania.

Seandainya aku tidak menyukai Zevania.

Seandainya kami tidak pernah bertemu Zevania.

Seandainya Zevania tidak datang ke kehidupanku.

Mungkin kami tidak akan bertengkar saat itu. Mungkin kematian Dave tidak akan secepat ini. Mungkin kami saat ini berada di sekolah, bukan di pemakaman. Berlatih futsal untuk pertandingan selanjutnya sampai larut malam.

Ya, "mungkin" kini masuk dalam daftar kata yang kubenci selanjutnya. Terlalu banyak kemungkinan yang diciptakan dari kumpulan pengandaiannya yang sia-sia. Tidak ada yang berubah, semuanya sudah terjadi dan yang tersisa hanyalah penyesalan.

Entah sampai kapan rasa penyesal itu akan tinggal dalam hatiku. Aku tidak keberatan dibebani oleh perasaan itu sebab kurasa aku memang pantas mendapatkannya. Andrew Stanley dan penyesalan yang menghantui sepanjang hidupnya.

Setelah mengantarkan Zevania pulang, aku kembali ke rumah sakit dengan harapan mendengar kabar baik. Namun, Dave masih tidak sadarkan diri. Dokter bilang, benturan di kepalanya cukup parah dan dia kehilangan banyak darah.

Sebelum ke Primrose, Dave sempat pergi ke Bedford. Menemui rekan yang dipercayainya untuk menenangkan pikiran selama akhir pekan. Aku tidak begitu mengenalnya, tetapi aku lega karena dia masih memiliki kepercayaan setelah apa yang kuperbuat.

Saat kembali ke Primrose, mobilnya yang berkecepatan penuh menabrak mobil lain dari arah berlawanan dan kecelakaan tidak dapat dihindari. Dave tidak di bawah pengaruh alkohol saat kecelakaan terjadi, tetapi orang yang menabraknya.

Kami terus berjaga di rumah sakit. Berharap lebih besar dari sebelumnya, berdoa lebih sering dari biasanya. Pada saat itu, aku merasakan waktu berjalan sangat lamban. Aku hanya ingin Dave sadar dan dia bisa menghajarku sepuasnya. Tidak ada perlawanan, aku berjanji.

Kemarin sore, setelah di rumah sakit seharian penuh, dokter menyatakan bahwa Dave telah pergi.

Memori lama kala Zara dibawa ke rumah sakit kini menghantuiku kembali. Zara dapat diselamatkan, sementara Dave tidak. Namun, persamaan dari keduanya adalah aku yang tidak berada di sisi mereka pada saat-saat di antara kehidupan dan kematian menimpa mereka.

Kami terus menemani keluarga Dave di pemakaman dari awal upacara hingga saat ini. Mrs. Collins tidak berhenti menangisi putranya, memeluk batu nisan atas nama Dave Collins seolah-olah dia memeluk anaknya sendiri.

Aku menghampirinya, berjongkok di sebelahnya. Sejujurnya, aku mengumpulkan keberanian untuk melakukan ini. "Maafkan aku, Mrs. Collins. Aku bukan sahabat yang baik. Seharusnya aku bisa menjaganya dan berada di sisinya."

Tangisnya semakin menjadi. Kini Mrs. Collins menarik tangannya dari batu nisan bertuliskan Dave Collins. Tangannya melingkar di bahuku dan menarikku ke dalam pelukannya. Pelukan hangat seorang ibu yang merindukan anaknya. "Tidak, Andrew. Kau adalah sahabat yang baik, akulah ibu yang buruk."

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang