16 | Smash

671 108 27
                                    

London – Autumn

I wish I could tell you earlier but you were awesome that day!

🍁

Aku meregangkan otot tubuhku sebelum kelas olahraga dimulai. Materi hari ini adalah voli dan aku lumayan menguasainya. Aku tidak sekelas dengan Dave, Ryan, dan Emre jadi aku bisa lumayan santai. Zevania juga di kelas ini. Akhir-akhir ini aku selalu menghindarinya. Aku bahkan tidak mengiriminya surat selama beberapa hari.

Apakah ia menunggu surat itu? Atau malah senang karena tidak merasa diganggu oleh surat-surat misterius itu?

"Semuanya berkumpul di lapangan dan buat barisan!" Mr. Mason memasuki lapangan dengan peluit khasnya.

Aku mengikuti yang lainnya membentuk barisan secara acak. Secara naluriah, pandanganku mencari keberadaan Zevania, tetapi yang kudapati adalah gadis yang kemarin memberiku minuman. Ia berdiri di sebelah kiriku.

Siapa namanya? Keira?

"Hai, Andrew," ia menyapaku. Aku membalasnya dengan senyuman tipis.

Mr. Mason menyuruh kami melakukan pemanasan kecil dan mengajari beberapa teknik dasar dalam voli secara singkat. "Untuk praktik berpasangan sesuai dengan absen. Absen pertama dengan yang terakhir, begitu pun seterusnya."

Absen pertama adalah aku.

Absen terakhir adalah ... Zevania?

"Andrew Stanley dengan Zevania Sylvianna."

Aku tidak tahu harus berterimakasih atau mengutuk Mr. Mason yang secara tidak langsung membuka celah bagiku untuk kembli dekat dengan Zevania. Apa yang harus kukatakan padanya? Aku sangat payah dalam memulai pembicaraan. Tunggu ... aku dan Zevania hanya akan mempraktikkan voli. Bukan mengobrol. Tidak perlu ada yang dibahas selain materi voli.

Setelah Mr. Mason selesai membagi kelompok, aku dan beberapa murid lainnya pergi mengambil bola voli yang sudah disiapkan di pinggir lapangan. Aku sempat berpapasan dengan Dylan dan ia memberiku tatapan tidak suka. Apakah karena aku satu kelompok dengan Zevania? Aku teringat kejadian tempo hari ketika Zevania dan Dylan pergi ke took buku bersama.

Saingan Dave sebenarnya bukan aku, melainkan Dylan. Ia satu langkah di depan kami. Aku tidak tahu bagaimana hubungan Dave dengan Zevania, tetapi aku yakin hubunganku dengan gadis itu pun tidak cukup baik. Kami hanya mengobrol sesekali. Itu pun karena ia ditugaskan mewawancaraiku sebagai man of the match. Selain itu kami tidak pernah berinteraksi. Saling sapa di koridor saja tidak pernah.

Sementara Dylan, ia sudah sangat dekat dengan Zevania. Bahkan ke toko buku bersama. Seandainya Dave tahu saingan terbesarnya adalah Dylan.

Zevania berdiri di dekat salah satu net. Ia melihat ke arahku. Tentu saja karena kami satu kelompok. Aku berjalan menghampirinya sambil memainkan bola voli dengan kedua tanganku. Ini terasa canggung.

"Di sini saja." Aku mundur beberapa langkah untuk mensejajarkan barisanku dengan yang lainnya. Zevania berdiri di hadapanku sambil bersiap-siap untuk gerakan pertama, yaitu servis.

Kurasa Zevania cukup menguasai voli. Meski beberapa tekniknya salah dan tampaknya ia sedikit kesakitan di bagian ibu jari, ia dapat memainkannya dengan cukup baik. Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak tersenyum melihat reaksi wajah Zevania acap kali bola lemparanku mengarah padanya.

Terutama saat lemparan smash-ku terlalu keras hingga nyaris mengenai kepala Mr. Mason. Dylan, yang berdiri di dekatnya, segera menghalau bola dan melemparkannya kembali ke Zevania. Bukan aku. Kemudian, Zevania seperti membisikkan kata "terima kasih" pada Dylan yang dibalas dengan jempol dan senyuman Dylan.

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang