1 | Arrival

2.6K 313 55
                                    

London — Autumn

I thought she was an Eskimo Girl coming from Arctic.

🍁

Aku tak habis pikir apa yang ada di pikiran Kate, kakakku. Bisa dibilang dia jauh lebih berpengalaman dibanding diriku dalam urusan berpergian dengan pesawat terbang. Kate sudah hampir menjelajahi seluruh Eropa bersama teman-temannya. Saat ini dia berkuliah di Paris dan setiap beberapa bulan sekali pulang ke London secara mendadak tanpa mengabari apalagi meminta untuk dijemput di bandara.

Namun, entah ada badai apa yang menerjangnya di Paris, hari ini dia minta kujemput tanpa alasan yang jelas. Seharusnya kini aku berlatih bersama teman-temanku. Gara-gara Kate, aku terjebak di Bandara Heathrow sendirian bersama seorang gadis aneh yang mengenakan pakaian musim dingin.

Gadis itu sudah menarik perhatianku—juga beberapa orang lainnya—semenjak kemunculannya. Dia berjalan sendirian seperti orang kebingungan dengan sebuah koper besar di tangannya dan seperti yang kubilang tadi, dia berpakaian bak baru saja terbang dari dari Kutub Utara.

Dia duduk di sampingku sambil menulis sesuatu di buku diary-nya. Diam-diam aku mencuri pandang karena penasaran apa yang ditulis seorang gadis Eskimo. Tulisannya bagus dan dia tidak menulis dengan aksara asing, tetapi aku tidak mengerti bahasa apa yang dia pakai. Satu-satunya yang dapat dicerna otakku adalah kata “London, 1 September” di bagian bawah bukunya.

Dan oh, ada tulisan “Zevania Sylvianna” juga. Namanya asing dan sulit kulafalkan dalam hati. Kurasa itu jenis nama yang digunakan bangsa Eskimo.

Ponselku bordering. Buru-buru aku meraihnya dari saku celana. Siapa tahu itu dari Kate yang memberitahuku bahwa dia sudah sampai di London. Dengan begitu, aku dapat kembali pulang dan berlatih bersama teman-temanku. Liburan musim panas kami sebagian besar diisi dengan latihan dan latihan untuk pertandingan final nanti.

Dan ternyata benar. Itu memang Kate.

“Hey, Kate.”

“Andrew, kau di mana? Aku sudah di area parkir. Kau membawa mobil, kan? Astaga. Aku tidak ingin terlambat.”

Ya, itulah Kate. Selalu bicara dengan intonasi cepat dan langsung menyemburkan banyak pertanyaan tanpa adanya jeda di antara setiap kalimatnya. Dia bahkan tidak menyapaku.

“Aku di Terminal Empat,” jawabku pelan. Mencoba sabar menghadapi kakakku yang sepertinya terkenal jetlag berat. Padahal jarak antara Paris–London tidak begitu jauh.  “Aku sudah menunggumu sekitar satu jam.”

“Ke area parkir. Sekarang. Aku sengaja langsung ke sini supaya tidak terlam—”

Aku tidak fokus mendengarkan ocehan Kate ketika seorang pria yang kukenal datang menghampiriku. Dia adalah Julian Alanen, kakaknya Annika Alanen teman sekolahku. Dia juga cukup dekat dengan Kate. Untuk apa dia kemari? Menjemput Kate?

“Zevania Sylvianna?” Alih-alih menyapaku, Julian malah menunjukkan sebuah sendok pada gadis Eskimo di sampingku. Dia bahkan tidak melirikku sedikit pun. Dan untuk apa sendok itu? Apakah Julian kini menjadi sebuah pesulap dan itulah penyebab Kate kini dekat dengan seorang pria Prancis?

You’re Zevania Syvianna from Indonesia, aren’t you? My name is—

“Julian Alanen?” Gadis Eskimo itu menginterupsi Julian.

Tunggu, bagaimana mungkin Gadis itu mengetahui nama Julian?

Thank God!” Julian menaruh kembali sendok itu ke dalam saku jaketnya. Tampak begitu lega. Apakah Julian bekerja sebagai seorang tour guide yang tugasnya menjemput turis di bandara dan Gadis Eskimo ini adalah turisnya. “I’ve been asking about three girls with Asian looks and they were laughing when I showed them this.

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang