After the good news, there will always be bad news coming up.
London - Spring
🌸
Bayang-bayang Dad memarahiku sebab laga hari ini sangatlah buruk menghantuiku sepanjang perjalanan dari The Aksov menuju rumah. Mungkin omelan tersebut akan kuanggap sebagai kabar baik apabila Dad mendukungku. Maksudku, mungkin bagi anak-anak lain yang mendapat dukungan sepenuhnya dari orang tua, permainan jelek akan menjadi mimpi buruk karena takut hasil tersebut akan mengecewakan orang tua mereka. Kenyataannya pada kasusku, adalah kabar buruk sebab Dad pasti menggunakan kekalahan ini sebagai alasan untuk semakin meyakinkanku agar berpaling dari sepak bola dan mengikuti jejaknya dalam dunia arsitektur.
Mudah bagi Kate untuk mengikuti jejak Mum dalam industri mode karena dia memang menyukainya sejak kecil layaknya aku dengan sepak bola. Sayangnya, aku berbeda dengan Kate. Apa yang kuimpikan berbeda dengan keinginan Dad. Kate mendapatkan dukungan penuh, sementara aku tidak. Tidak semudah itu bagiku untuk menyerah dalam impianku. Namun, tampaknya semesta tidak mengizinkanku untuk berjuang demi mimpiku tersebut.
Permainan yang buruk kemarin seolah-olah membuatku tampak payah. Pada saat itu aku tidak peduli dengan pendapat para penonton atau tatapan meremehkan dari tim lawan. Yang kusesali adalah keberadaan Dad di sana. Dari sekian banyak pertandingan yang telah kulalui, mengapa Dad hadir menyaksikan hari terburuk dalam sepanjang hidupku? Padahal aku sudah berusaha keras berlatih agar dapat memberikan penampilan terbaik di hadapan Dad.
Atau mungkin ... barangkali aku yang terlalu egois hari ini. Aku tampil untuk membuat Dad terkesan, menunjukkan padanya bahwa aku memiliki bakat dan potensi dalam sepak bola agar mendapat restu darinya. Aku lupa tujuan yang sesungguhnya ... bahwa seharusnya aku bermain demi tim alih-alih untuk kepentingan pribadi.
Aku memang egois dan menjadi penyebab malapetaka untuk timku sendiri.
Meskipun mendapat pesan dari Mum agar aku tidak perlu ke rumah dulu—bahkan menyuruhku menginap di rumah Emre—aku tetap kembali ke rumah. Berbeda dari diriku pada pagi hari sebelum bertanding, mengasingkan diri dari teman-temanku—termasuk Zevania—rasanya lebih baik daripada menghindari Dad. Andrew yang egois ini baru saja menghancurkan hari, bahkan masa depan, teman-temannya. Tidak ada yang patut disalahkan atas kekacauan ini selain diriku sendiri.
Kepalaku mendongak ke langit London yang gelap. Seandainya aku memiliki tempat untuk bersembunyi, tempat aku bisa melarikan diri dari semua orang di dunia ini. Kemudian, aku teringat dengan Dave. Apa yang ada di pikirannya sesaat sebelum dia pergi untuk selamanya?
Aku kembali ke rumah dengan perasaan bercampur aduk. Selama perjalanan, aku mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai macam kemungkinan terburuk begitu tiba di rumah dan bertemu dengan Mum dan Dad. Emre dan Ryan menawariku untuk menginap di rumah mereka—tanpa kuberitahu pun mereka paham apa yang terjadi jika aku pulang—tetapi aku menolaknya. Aku masih sadar diri karena sudah mencoreng nama baik tim futsal di pertandingan hari ini. Apabila suatu saat nanti Ryan dan Emre tidak diterima di klub impian mereka, mungkin aku tidak akan memaafkan diriku sendiri.
Huft, Andrew! Hidupmu sangat kacau!
Langkahku berhenti tepat di depan pintu rumah berwarna putih kediaman keluarga Stanley. Aku sudah berganti pakaian; mengenakan kaus putih polos dan celana pendek hitam yang kukenakan saat berpamitan tadi pagi. Jersey futsal dan sarung tangan berada di dalam ransel yang menggantung pada bahuku dan terasa berkali-kali lipat beratnya. Bukan hanya ransel berisi jerisi baju kotor yang menjadi bebanku, melainkan seluruh masa depanku.
Aku meraih gagang pintu, memutarnya perlahan. Setelah pintu ini terbuka, tidak ada jalan kembali. Aku harus menghadapi kenyataan bahwa pertandingan hari ini adalah yang terakhir dalam hidupku. Tidak ada Andrew Stanley Sang Kiper New Gunners, yang ada hanya Andrew Stanley. Tanpa gelar yang mengikuti namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Reasons
Dla nastolatków[BOOK #2 OF THE JOURNAL SERIES] Andrew Stanley tidak pernah menulis jurnal sebelumnya, dia benci membaca dan menulis karena menurutnya membosankan. Hobinya adalah bermain sepak bola dan tujuan hidupnya hanya satu: menjadi seorang kiper profesional y...