4 | Talked

1.1K 238 28
                                    

London - Autumn

Remember the first time we talked to each other? Yeah, it was so easy to talked to you and I hope it would always be like that.

🍁

"Andrew, Alisha anak year 9 ingin bertemu denganmu setelah latihan." Ashton memberiku sepucuk surat dan berlalu begitu saja. Ini yang aku paling tidak sukai ketika mendapatkan cap anak popular; hampir setiap hari mendapatkan surat dan hadiah dari orang yang tidak kukenal.

Aku berjalan ke pinggir lapangan dan duduk di kursi dekat tumpukan tas para anggota tim futsal. Alisha? Aku tidak pernah mendengar namanya. Biasanya para gadis itu mengirimiku surat tanpa berani bertemu denganku langsung, tapi yang satu ini benar-benar berani. Apakah aku harus menuruti permintaannya?

Hai, Andrew.

Aku Alisha Harris year 9. Aku hanya ingin bilang bahwa aku sangat mengagumimu semenjak aku melihatmu bertanding membela sekolah tercinta kita ini. Kau membuatku menyukai Arsenal dan sepak bola. Kau mengubah hidupku. Ayahku juga menyukai Arsenal.

Kalau kau juga menyukaiku, tolong temui aku di gerbang sekolah setelah latihan.

A love gunner,

Alisha xx

Wow. Aku seharusnya senang membaca bagian dia menyukai Arsenal. Namun, ini bukan pertama kalinya ada gadis yang mengaku bahwa mereka mulai menyukai sepak bola dan Arsenal kepadaku. Mereka biasanya hanya mengetahui pemain bola yang mereka pikir tampan. Tanpa benar-benar mendukung tim sepak bola itu sepenuhnya.

Aku belum pernah menemukan gadis seperti itu. Maksudku, itu termasuk hal normal apabila seorang gadis menyukai pemain bola yang tampan, tetapi maksudku di sini adalah aku belum pernah menemukan gadis yang menyukai sepak bola, selain karena pemain bolanya tampan, juga mengetahui sejarah klubnya, prestasinya, legendanya, dan sebangsanya.

Seperti seorang gadis yang telah pulang ke kampung halamannya, Venezuela. Dia amat sangat mendukung Real Madrid sampai beberapa kali bertengkar denganku.

Menurutku, gadis yang membicarakan sepak bola dan betapa mereka mencintai klub favoritnya itu lucu.

Entahlah. Apa aku benar-benar merasa seperti itu atau karena aku merindukannya.

"Andrew?" Aku mendapati Dave berjalan menghampiriku sambil terkekeh. Aku tahu mengapa. Pandangannya secara otomatis tertuju pada surat di tanganku. "Dapat surat lagi?"

Aku diam saja ketika kawanku itu mengambil suratnya dari tanganku. Mataku menjelajah mencari keberadaan ransel dan skateboard. Aku harus buru-buru pulang. Giliranku bekerja di Sporty Jeezy. Kudengar dari Liz Peyton-karyawan di sana-bahwa Mr. Henley mendapatkan karyawan baru, tidak mungkin aku membiarkannya lembur di hari pertamanya bekerja.

"Gadis ini cerdas ternyata," Dave bergumam cukup keras, sengaja agar aku dapat mendengarnya.

"Kenapa?"

"Dia menunggumu di gerbang. Dia tahu kau akan menghindar. Satu-satunya cara untuk bertemu denganmu adalah menunggumu di tempat yang pasti akan kau lewati."

🍁

Dave benar. Gadis itu pintar. Sekolah sudah sepi karena sebagian besar murid Islington High School sudah pulang, yang tersisa hanyalah anak-anak futsal dan beberapa klub sekolah lainnya. Oleh sebab itu, aku pikir gadis yang kini berdiri bersender pada tembok gerbang pastilah Alisha yang mengirimku surat hari ini.

Begitu menyadari kehadiranku, dia langsung berdiri tegak; jemarinya meremas bagian depan jasnya; matanya mengarah ke sembarang arah selain kepadaku. Bagus. Kalau dia akan terus seperti itu, aku bisa berpura-pura tidak mengenalinya dan mengabaikannya begitu saja.

Aku sengaja tidak meliriknya ketika melewatinya, tetapi langkahku terhenti kala dia menyebut namaku. "Andrew, tunggu," panggilnya. Kupikir dia membatalkan rencananya. "Aku Alisha, anak year 9 yang mengirimu surat hari ini. Kuharap kau telah membacanya."

Kedua kakiku berputar menghadapnya. Tanpa berkata apapun, aku menatap mata cokelat terangnya; menunggunya berbicara duluan.

"Aku ... aku memintamu kemari karena aku ingin bilang bahwa aku ... hm,"-gadis ini tidak melanjutkan kalimatnya, melainkan sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah bingkisan berwarna merah-"Aku ingin memberikanmu ini. Ayahku mendapatkannya dari Thierry Henry langsung."

Wow. Aku mematung di tempat. Thierry Henry? Legenda Arsenal. "Uhm, terima kasih." Aku menerimanya agak canggung sebab sebelumnya aku tidak berkata apapun padanya. Dari sekian banyak hadiah yang kudapat (cokelat paling sering), ini yang menurutku paling keren dan benar-benar akan kusimpan.

Menyadari bahwa aku menerima hadiahnya dengan senang hati, gadis itu tersenyum lega. "Kuharap kau menyukainya." Dia kemudian merogoh kantung jasnya dan mengeluarkan sebuah ponsel. "Bisakah kita-"

"Maaf, ya. Sepertinya aku sudah terlambat bekerja. Tolong katakana terima kasih pada ayahmu." Aku tersenyum tipis padanya dan segera berlari ke halte tepat ketika bus tujuanku tiba. Satu hal yang paling kuhindari adalah berfoto dengan selain keluarga dan teman dekatku. Termasuk gadis tadi meski dia sudah memberiku hadiah keren.

Bukannya aku tidak berterimakasih atau apa, tetapi dulu pernah ada gadis yang mengedit fotoku aneh-aneh dan menyebarkan gosip murahan. Aku tidak sudi menjadi bahan kabar burung di antara murid Islington High.

🍁

Aku memakai topiku ketika menuruni bus dan berlari kecil dari halte menuju Sporty Jeezzy. Beberapa orang keluar dari toko dan tampaknya memang tokonya ramai. Aku jadi merasa tidak enak kepada karyawan baru itu. Aku memasuki tokonya setelah menunggu pelanggan keluar.

Langkahku melamban begitu mendapati sesosok gadis mirip Gadis Eskimo yang berdiri di balik meja kasir. Jadi ... dia yang menggantikan Emma? Oh, aku baru ingat sesuatu! Emre membawa gadis itu dan Annika beberapa hari yang lalu setelah insiden bola yang dilempar Dave. Rupanya gadis itu bekerja di sini.

Siapa namanya? Zen ... Zevan? Zevania!

Aku membantunya melayani seorang pelanggan yang membeli sepatu bola serta kaus kakinya. Dari sudut mata, aku dapat merasakan Zevania memandangiku. Mungkin dia terkejut mengapa aku berada di belakang meja kasir dan membantunya. Kurasa Mr. Henley tidak memberitahunya siapa saja yang bekerja di sini.

Setelah pelanggan terakhir itu keluar, aku membuka topiku dan menaruhnya di atas meja. "Uh-uhm ... maaf aku datang terlambat. Tadi aku harus latihan futsal di sekolah, sebentar lagi akan ada pertandingan." Zevania hanya menatapku bingung. "Shift-mu sampai pukul lima, kan? Sekarang sudah pukul setengah tujuh malam."

Zevania masih terdiam dan hanya mengerjapkan mata.

"Terserah padamu mau lembur atau pulang. Aku yang akan bicara pada Mr. Henley dan aku ta-"

Ucapanku terhenti begitu seorang gadis dengan rambut basah memasuki toko sambil memegangi sebuah payung. Dia Annika. "Hai, Zev. Mau pul-oh, hai, Andrew!"

"Hai, Ann." Ini kali pertamanya kami saling berbicara. Padahal kedua kakak kami sangat dekat. "Mau menjemput Zevania?"

Annika menganggukkan kepalanya; Zevania sudah menghilang begitu saja dan kembali dengan barang-barangnya. "A-aku duluan. See you, Andrew!"

Aku membalasnya dengan sebuah anggukan kepala dan menyaksikannya berjalan keluar toko bersama Annika. Kurasa ini pertama kalinya aku berbicara secara langsung dengannya dan sepertinya dia tidak mengenaliku sama sekali; dia tidak mengingatku sebagai orang yang menertawakannya di bandara. Itu bagus.

Dan aku tidak tahu mengapa begitu mudah bersikap ramah padanya-ketika tidak ada Dave. Aku merasa ingin melindunginya. Barangkali dari rencana Dave. Gadis itu terlalu polos untuk menjadi target Dave selanjutnya.

Aku mengecek buku dosa pelanggan Sporty Jeezzy-Mr. Henley yang menamainya-yaitu sebuah buku yang berisi catatan hutang pelanggan. Masih sama seperti minggu lalu. Kemudian, ketika membuka lembar terakhir, aku melihat ada yang baru. Sebuah tulisan kecil.

Nomor ponsel seseorang.

Atas nama Zevania Sylvianna.

Sudut bibir sebalah kananku terangkat secara tidak sadar. Aku mengambil ponsel dari kantung celana dan mengetikkan sesuatu.[]

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang