32 | Crystal

294 62 50
                                    

London - Winter

No white Christmas, grey Christmas instead.

Ada empat tradisi tidak tertulis yang paling kutunggu-tunggu setiap penghujung tahun:

1. Winter Wonderland

2. Boxing day

3. Tahun baru

Keempat tradisi tak tertulis itu kulakukan bersama Dave, Emre, dan Ryan. Berempat selama bertahun-tahun. Tampaknya angka empat memiliki arti tersendiri bagi kami. Berawal dari lapangan futsal sekolah yang memiliki empat sudut, tempat masing-masing dari kami memainkan peran yang berbeda-beda sebagai satu tim dengan tujuan yang sama: kemenangan. Kendati demikian, kekalahan juga bukan menjadi alasan kami berpecah. Kekalahan membuat kami lebih mengenal dan saling menguatkan satu sama lain.

Belakangan ini, begitu banyak peristiwa tak terduga terjadi. Di tahun terakhir sekolah, masa-masa yang seharusnya diisi dengan kenangan indah bersama teman-teman sekolahmu. Terutama di hari natal, saling berbagi hadiah dan kebahagiaan. 

Kenyataannya justru berbanding terbalik. Pada hari natal, aku berdiri di hadapan sebuah batu nisan. Tercetak nama Dave Collins di sana. Tulisannya masih begitu jelas dan bersih, seolah-olah menjadi pengingat bahwa dia belum pergi begitu lama. 

Siapa sangka tahun lalu adalah terakhir kali kami melakukan tradisi-tradisi tersebut sebagai empat sekawan?

Aku meletakkan alstroemeria merah di atas makam Dave. Kate bilang, bunga itu menandakan sebuah persahabatan dan rasa terima kasih kepada seseorang yang telah menemanimu. Warna merah karena Dave merupakan fans garis keras Liverpool, aku juga mendukung Arsenal. Klub yang kami sukai sama-sama berwarna merah. 

Sosok Dave perlahan muncul, tubuhnya bercahaya di tengah kegelapan begitu aku memejamkan mata. Dia tersenyum tulus ke arahku—sebuah senyuman yang jarang ditunjukkannya kepada semua orang—dengan mata yang menggambarkan sebuah kerinduan mendalam, dia berjalan mendekatiku. Tangannya mengulur hendak menggapaiku, tetapi tidak bisa lebih dekat. Ada batas yang menghalangi kami.

Dave, aku tidak pernah mengatakan ini langsung padamu, tetapi aku sungguh bersyukur akan kehadiranmu dalam kehidupanku. Kaulah yang  terus meyakiniku bahwa suatu saat aku dapat menjadi seorang kiper kebanggaan Meriam London dan The Three Lions. Kau yang mengatakan bahwa kita akan menjadi kawan saat membela Inggris di Piala Dunia dan menjadi lawan saat bermain untuk klub masing-masing di Premier League.

Aku benar-benar percaya hari itu akan datang layaknya anak kecil yang dijanjikan akan dibelikan sepatu futsal oleh ayahnya. Aku penasaran bagaimana kau dan aku bermain sebagai rival di tim yang berbeda. Selama ini kita selalu mendukung satu sama lain. Bukannya kau sendiri yang bilang bahwa kau ingin sekali ingin menguji apakah kau striker yang hebat atau aku kiper yang payah ketika berhasil mencetak gol pada gawang yang kujaga?

Masa depan yang telah kau janjikan, aku menantikannya. Namun, kau malah mengingkarinya. 

Kau meninggalkanku, Dave.

Atau ... akulah penyebab kau ingkar karena telah membunuhmu?

Maafkan aku.

Tradisi akhir tahun lainnya di kehidupan Andrew Stanley adalah makan malam keluarga setiap malam natal dan hari natal. Setelah makan malam, aku minta diturunkan di The Aksov, kafe milik keluarga Emre. Aku telah memesan espressco macchiato untuk Dad alias satu-satunya persamaanku dengannya. Kami berdua menyukai kopi yang sama.

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang