44 | Polemic

187 50 27
                                        

That is a nightmare that would never stop haunting me for the rest of my life … but am I selfish if I say that you’re such a daydream for me?

London - Spring

🌸

“Sudah menentukan pilihan?” Kate terus mendesakku untuk memilih antara beberapa opsi desain kalung hadiah ulang tahun Zevania. Sebenarnya, dia yang menyuruhku memberikan kalung sebagai hadiah karena katanya semua perempuan menyukai kalung. Selain itu, temannya di Paris baru membuka bisnis aksesoris sehingga ini bagian dari promosinya.

Aku menggerakkan kursor laptop ke bawah, terus mencari desain kalung yang menurutku akan disukai Zevania. Inisial nama? Terlalu pasaran. Bisa saja Zevania sudah memilikinya atau teman-temannya memberikan hadiah yang sama. Aku ingin sesuatu yang berbeda. Meskipun kalung sering menjadi opsi untuk hadiah, aku ingin memberikan kalung yang istimewa. Kalung yang tidak mungkin ditemukan Zevania di tempat lain.

“Apakah bisa dari desain sendiri?” tanyaku pada Kate yang tampak menimbang usulanku dari balik layar ponsel. 

Kate berada di studio milik temannya yang baru membuka bisnis aksesoris. “Custom-made necklace?” katanya, kemudian dia tidak terlihat dari layar, tapi aku dapat mendengar dia berbicara menggunakan bahasa Prancis dengan temannya. “Bisa. Kau yang desain? Atau aku? Atau dia?”

“Aku.” Sebenarnya aku tidak yakin apakah bisa mendesain sendiri, tapi kalau meminta bantuan orang lain, aku selalu merasa kurang puas dan bukannya seperti menurunkan nilai keistimewaan kalung itu? Kalau aku bisa, aku mungkin yang membuat kalungnya sendiri.

“Oh, baiklah.” Kate tersenyum sambil mengangkat alisnya. “Kutunggu desainnya besok. Oke? Semakin cepat, semakin baik. Nanti akan kukirim dengan hadiah dariku.”

“Hadiah?”

“Kau pikir hanya dirimu saja yang menyiapkan hadiah untuk gadis itu?” Kate menunjukkan buku bergambar Menara Eiffel, itu buku yang berisi seluruh desainnya. Tidak ada yang boleh membukanya selain dia. “Aku juga sudah menyiapkan. Apa warna favoritnya?”

Warna favorit Zevania? Aku tidak ingat apakah gadis itu pernah memberitahuku atau mendengar dari orang lain, tetapi melihatnya mendukung Manchester United bukan Manchester City, kuasumsikan dia mendukung slogan “Manchester is RED” dan kota favoritnya adalah London, yang identik dengan warna merah: double decker bus, telephone box, mailbox—you name it. “Merah,” jawabku.

Jari Kate membentuk tanda “OK” dan dia menulis sesuatu pada buku gambarnya. “Jangan lupa desainnya, ya? Aku akan meminta Fabienne untuk memprioritaskan pesananmu. Au revoir!” Kate melambaikan tangan sebelum mengakhiri panggilan video.

Aku meletakkan ponsel dan meraih buku jurnal yang diberikan Zevania sebagai hadiah ulang tahunku. Sudah hampir selang satu bulan, tetapi aku belum menulis apapun di buku itu. Kurasa Zevania tidak tahu kalau aku tidak suka membaca atau menulis—seingatku juga aku tidak pernah memberitahunya. Namun, mengingat bahwa jurnal adalah hal yang disukainya dan dia memberiku jurnal sebagai hadiah, bukankah berarti sesuatu?

Jangan menaruh harapan pada manusia, Andrew. Bisa saja bukan Zevania pemberi hadiahnya, hanya kebetulan memberiku jurnal dan membungkusnya menggunakan koran yang memberitakan Arsenal dan Manchester United. Entahlah. Lagipula buku itu milikku sekarang. Siapa pun yang memberikannya pasti bertujuan agar buku itu digunakan sebagaimana semestinya; alias untuk menulis. Aku membuka halaman terakhir dan memandangi lembar putih kosong.

Setiap waktu yang kuhabiskan bersama Zevania, dia selalu terhipnotis oleh kota London. Tidak ada yang bisa mengalahkan pesona kota ini di matanya. Entah sudah berapa kali aku selalu bilang bahwa aku cemburu dengan kota kelahiranku sendiri—aku tidak pernah memberitahu perasaan ini kepada teman-temanku karena sangat konyol! Bagaimana mungkin kau cemburu dengan sebuah kota? Tapi itulah yang menimpaku. I want her to look at me the way she looks at London.

Journal: The ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang