Life is all about choosing, but sometimes they don't even give you choices.
London - Winter
❄
Pekan Valentine selesai, kembali fokus dengan agenda paling utama: futsal. Target selanjutnya adalah memberikan satu trofi kemenangan untuk sekolah sebelum aku meninggalkan dunia sepak bola untuk selamanya. Tidak ada harapan lagi bagiku menjadi penerus David Seaman.
Andrew Stanley hanya akan dikenal dan dikenang sebagai kiper utama Islington High School.
Coach Mason meniupkan peluitnya sambil menepukkan tangan. "Latihan hari ini selesai. Kalian bisa pulang ke rumah masing-masing. Beristirahat, jangan pesta! Ingat pertandingan tandang akhir pekan ini. Mengerti?"
"Yes, Coach!" jawab sebagian besar anggota futsal serempak. Hanya sebuah bualan, setelah ini mereka semua akan ke rumah Ashton untuk berpesta. Termasuk aku.
"Semua boleh pulang, kecuali Andrew." Coach Mason mengunci kontak mata denganku yang tengah memasukkan sarung tangan kiper ke dalam tas.
"Kami akan menunggu di depan," bisik Emre sebelum berlalu mengekor anggota futsal lainnya.
Aku tidak memberikan respons apapun sampai tidak ada orang tersisa di lapangan dan hanya menyisakan Coach Mason dan aku.
Coach Mason menghampiriku yang berdiri di dekat tribun penonton dengan ransel yang sudah berada di pundak. Seperti perintahnya, aku juga sudah bersiap untuk pulang.
"Aku ingin bicara denganmu sebentar."
Aku menganggukkan kepala. Tahu pembicaraan ini akan mengarah ke mana.
"Sepertinya kau sendiri sudah tahu. Akhir-akhir ini performa permainanmu menurun," katanya sebelum menghela napas. "Apabila melihat jadwal tim futsal yang akan menghadapi Rosebrown FC---yang kau ketahui adalah rival terbesar kita---sejujurnya aku bahkan tidak yakin akan menurunkanmu sebagai kiper utama jika kau terus bermain seperti hari ini."
Tamat sudah riwayatmu, Andrew. Bukan hanya gagal menjadi kiper Arsenal dan Inggris, aku juga gagal menjadi kiper utama tim futsal sekolah.
"Aku akan berusaha lebih keras, Coach." Satu bualan lagi. Aku bahkan tidak berjanji. Kepercayaan diri yang kubangun sejauh ini seolah runtuh begitu saja.
"Ingat, kau bermain bukan untuk sekolah saja, tetapi untuk portofoliomu juga."
Goal! Satu tendangan dari Coach Mason berhasil merobek gawang kepercayaan diriku.
"Kau sudah mempersiapkan dokumen pendaftaranmu untuk masuk akademi Arsenal?"
Akademi Arsenal. Sebuah langkah pertama untuk mewujudkan mimpiku. Emre dan aku telah berjanji akan daftar ke akademi Arsenal setelah kami menyelesaikan Secondary School. Coach Mason tahu itu, Dave tahu itu, seluruh anggota futsal tahu itu. Semua murid dan guru Islington High School tahu itu---atau setidaknya menebak. Mum dan Kate juga tahu itu. Hanya Dad yang tidak tahu.
Lucu. Hanya karena satu orang tidak tahu dan tidak setuju, seluruh impian yang menjadi tujuan hidupku dan alasanku bertahan, seluruh rencana yang telah kususun selama bertahun-tahun, seluruh harapan yang bertumpu pada bahuku, lenyap bagai ditelan bumi. Tanpa jejak.
"Andrew?"
"Aku harus pulang ke rumah dan belajar untuk GCSE. Sampai jumpa besok, Coach." Memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Coach Mason, aku berlalu meninggalkannya tanpa menunggu persetujuan.
Aku tahu ini tidak sopan dan sesuatu yang tidak pernah dilakukan olehku sebelumnya, tetapi rasanya hari ini begitu melelahkan. Sepak bola, hal yang paling kucintai, kini menjadi topik yang paling kuhindari. Aku tidak ingin meledak terutama di hadapan orang-orang yang kukenal.
![](https://img.wattpad.com/cover/160301503-288-k74237.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Reasons
Teen Fiction[BOOK #2 OF THE JOURNAL SERIES] Andrew Stanley tidak pernah menulis jurnal sebelumnya, dia benci membaca dan menulis karena menurutnya membosankan. Hobinya adalah bermain sepak bola dan tujuan hidupnya hanya satu: menjadi seorang kiper profesional y...