Selamat membaca ^_^
Sekembalinya dari Indonesia, mereka --yang tahu masalah tersebut-- berkumpul untuk membicarakannya.
"Ayo, hyungdeul sama nuna. Gue udah semangat lagi nih." ujar Haechan dengan senyuman lebar.
Semua orang di sana menatap malas pada Haechan sambil tersenyum simpul.
"Dasar bucin." lirih manajer hyung. "Jadi, menurut pengamatan gue, ini orang gak main-main. Cuma soal waktu, dia mungkin akan sebarin soal ini ke media, tentunya tanpa ngungkapin identitas aslinya." lanjutnya.
"Ada beberapa hal yang harus diketahui, Hyuck. Nuna jelasin lagi, karena gue yakin lo gak merhatiin selama kita omongin ini selagi lo galau-galau kemarin." tambah manajer nuna.
Haechan menyengir. "Maaf.."
"Pertama, kita bisa tuntut dia atas tuduhan terorisme atau kalau ini sampai terkuak ke media, bisa ditambah tuduhan pencemaran nama baik. Untuk itu, kita harus buktiin kalau yang dia bilang itu gak benar." Haechan mengangguk mengerti.
"Kedua, kalau menurut perusahaan, masalah ini sebenarnya masih ambigu, belum jelas kebenarannya, bahkan pengirimnya pun gak jelas. Jadi, perusahaan cuma akan menganggap ini ulah iseng seseorang. Untuk kasus teror kayak gini, lo bisa dikasih healing kalau lo trauma. Lo gak trauma kan?"
"Enggak, udah disembuhin sama Jehan."
"Aiyoo." Mark yang tidak tahan menjitak kepala Haechan, yang dijitak hanya menyengir.
"Oke, selama belum jelas dan gak ada masalah serius sama lo. Perusahaan masih akan diam. Kecuali kalau sampai ini menyebar di media dan bisa ganggu karir lo, baru perusahaan turun tangan. Taeyong, lanjutin." manajer nuna meneguk minumannya.
"Nah, tadi udah dibilang. Kita bisa nuntut, tapi harus ada bukti kalau lo gak salah disini. Kita bisa minta bantuan pihak yang lebih berwenang, tapi kita gak bisa ngelakuin itu semau kita, harus ada izin perusahaan. Jadi, kita harus usaha sendiri buat cari bukti."
"Pihak atas udah tau?"
Manajer hyung mengangguk. "Udah, belum lama ini gue lapor, ya begitulah tanggapannya."
Haechan menatap nanar rekan-rekannya. "Makasih semuanya, maaf gue malah keasikan galau kemarin-kemarin."
"Nanti dulu mellow-nya, lanjutin John." titah Taeyong.
"Pertama-tama, kita cari tau siapa yang ngirimin teror itu, dari situ kita cari tau motifnya apa. Abis itu, ada beberapa cara buat buktiin lo gak salah." Johnny merangkul pundak Haechan. "Lo harus punya alibi, lo lagi dimana waktu itu dan sama siapa. Orang itu bisa jadi saksi kalau lo lagi sama dia, lebih bagus lagi kalau ada buktinya, kayak rekaman cctv atau foto. Kalau masih kurang, kita selidiki soal rekaman cctv yang dikirim orang itu, kita cari tau siapa cowok di rekaman itu sebenarnya."
"Tapi, gue gak tau dimana rekaman itu." ujar Haechan.
"Tenang, semua surat sama paket yang dikirim gue simpan, termasuk surat yang lo buang ke tempat sampah."
Haechan tentu kaget mendengarnya. "Hyung??"
"Gue kumpulin buat bukti. Gue yakin kita butuh itu nanti."
"Anak konglomerat jelas paham yang begitu, Chan." ujar Mark.
"Kalau bukti-bukti udah ke kumpul dan kita tau siapa dalangnya. Dia bisa kita ajak negosiasi, kita tunjukkin bukti yang kita punya. Kalau dia tetap kukuh, kita bisa ambil jalur hukum. Gak butuh waktu lama buat kita nyelesain ini. Karena bukti udah kekumpul, kita mungkin tinggal sidang aja, kalau emang butuh sidang. Kalau enggak ya syukur deh." lanjut Johnny. "Mark, your turn."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] So I Married My Idol ✔
FanficMenjadi pasangan hidup seorang Lee Donghyuck selalu menjadi impian Jehan. Hanya mimpi, imajinasi, sebatas menghibur diri. Namun siapa sangka, beberapa kali dipertemukan secara tak sengaja membuat keduanya saling mengenal dan menaruh hati satu dengan...