SC 02 - Minna

1.9K 137 16
                                    

Selamat membaca ^_^


Haechan sedang mengawasi latihan para trainee yang sebentar lagi akan dikirim ke Korea. Ponselnya berdering, panggilan masuk dari eomma. Ia keluar ruang latihan untuk mengangkat teleponnya.

"Halo, Hyuck. Kamu ke rumah sakit ya, Jehan kontraksi." Haechan justru salah fokus pada suara rintihan Jehan yang terdengar samar. "Jangan ngebut. Masih lama kok lahirannya, perkiraan eomma si masih kontraksi palsu aja."

"Eomma tahu darimana?? Kalau Jehan lahirannya sekarang gimana?!" Haechan berseru panik.

"Eomma udah lahirin empat anak. Kamu pikir eomma gak ngerti yang begini?!"

Haechan terdiam. "Maaf, eomma. Yaudah aku kesana." ia masuk kembali ke ruang latihan. "Maaf, ada hal mendesak jadi saya harus pergi. Kalian lanjut aja latihannya. Kamu," Haechan memanggil salah satu dari mereka. "Ingat yang tadi saya bilang, mulainya dari- yaudah pokoknya kalian ingat kan semua yang tadi saya bilang?"

"Ingat, kak." jawab mereka serempak.

"Oke, kalau begitu saya pergi. Nanti saya panggil pelatih yang lain. Semangat! Saya tinggal ya."

"Baik, hati-hati kak."

Haechan berlalu. Sebelum keluar, ia pergi ke ruang pelatih untuk pamit dan meminta orang lain untuk menggantikannya.

Jalanan macet, Haechan sampai di rumah sakit satu setengah jam kemudian. Jehan dimasukkan ke ruang rawat selagi menunggu waktu melahirkan.

"Flamboyan... Dimana sih?" Haechan mencari ruang perawatan Jehan, ia tahu melalui pesan yang dikirimkan eomma.

"Op- Kak!" Seunghee memanggil Haechan. Mereka sudah sepakat untuk mengganti panggilan selama di Indonesia, takut-takut ada yang curiga.

Haechan menoleh, adiknya berdiri tepat di depan ruang rawat yang bertuliskan flamboyan. Ia masuk mengikuti adiknya.

Haechan masuk ke kamar rawat Jehan tepat saat perawat sedang memeriksanya. Ia melihat istrinya terbaring pucat, terlihat jelas kalau ia menahan sakit.

"Pembukaan 5 ya bu. Ibunya tenang, banyakin minum air putih."

Haechan mendekati istrinya dan duduk di kursi yang ada di samping kasur. "Sayang.." ia langsung menggenggam tangan Jehan dan menciumnya.

"Kalau begitu saya pergi dulu ya bu." perawat tadi tersenyum pada Jehan.

"Makasih ya sus." balas Jehan.

Jehan merentangkan tangan pada suaminya. Haechan yang mengerti langsung memeluk istrinya. Ia menahan tubuhnya agar tidak menindih Jehan.

Jehan tersenyum, tangan kirinya terangkat mengusap surai suaminya. Lelaki itu selalu bisa menutupi emosinya. Ia selalu bisa bersikap santai, meski Jehan tahu kalau di dalam sana, jantungnya bertalu cepat.

"Anak kita udah gak sabar mau keluar." bisik Jehan.

Haechan terkekeh. "Mamanya yang harus sabar."

Jehan mengerucutkan bibirnya, lalu mengeratkan pelukan pada suaminya. Haechan mengecup pipi istrinya, mencoba memberi kekuatan.

"Sshh.." rintih Jehan memegang perutnya.

"Kenapa?" Haechan mengangkat kepalanya.

"Mau minum, ambilin dong." ujar Jehan lemah.

Haechan mengambil gelas Jehan dan mengisinya dengan air putih. Ia sedikit mengangkat tubuh Jehan untuk minum.

"Perlengkapan yang kita siapin di bawa kan?" Haechan bertanya.

[1] So I Married My Idol ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang