51 - Demam

1.2K 125 13
                                    

Selamat membaca ^_^


"Siapa sih, gak sabar banget." lirih Jehan sambil berlari ke pintu depan.

Jehan mengintip dari jendela untuk melihat siapa yang datang. Betapa terkejutnya ia saat melihat kekasihnya --ralat, mantan kekasihnya-- ada di luar. Jehan segera membuka pintu.

"Bogoshipeo.." ucap Haechan begitu pintu terbuka.

Jehan segera menarik lengan Haechan masuk ke dalam rumah. "Kamu ngapain sih, kalau ada yang lihat gimana??!" omel Jehan begitu pintu tertutup.

Grep!

Haechan terjatuh ke pelukan Jehan. Suhu tubuhnya tinggi, sepertinya ia demam.

Jehan membawa Haechan untuk dibaringkan di sofa ruang tengah. Jehan melepas topi dan masker yang digunakan Haechan dan menyelimutinya. Jehan dapat melihat dengan jelas guratan lelah di wajah 'mantan' kekasihnya.

"Jangan pergi.." lirih Haechan saat Jehan hendak bangkit.

"Aku mau ambil kompresan buat kamu." ujar Jehan.

"Hm.., jangan lama-lama." Haechan masih menutup matanya. Jehan hanya mengangguk yang tentunya tidak bisa dilihat oleh Haechan.

Jehan segera menyiapkan air panas dan sapu tangan, lalu kembali menuju Haechan. Lelaki itu sudah terlelap. Sebenarnya, Jehan sangat menyukai wajah bareface Haechan seperti ini, tapi melihat keadaannya sepucat ini hatinya tergores.

Semakin malam, karena Haechan tak kunjung bangun, Jehan meminta bantuan adiknya untuk membawa Haechan ke kamar kosong yang ada di lantai bawah.

~~~

"Ugh!" Haechan mengerjapkan mata lalu mengubah posisi menjadi duduk. Ia melihat sekeliling dan merasa asing dengan sekitarnya.

"Udah bangun?" Jehan baru saja masuk ke kamar yang ditempati Haechan. Ia membawa nampan berisi semangkuk bubur dan minuman hangat.

"Jehan.." lirih Haechan menatap nanar pada gadis itu.

"Makan dulu buburnya, kalau mau apa-apa panggil Rafy aja. Aku mau ke atas." ujar Jehan setelah menaruh nampan di nakas.

Haechan menahan tangan Jehan yang hendak pergi. "Jagiya.."

"Jangan panggil begitu, aku bukan pacar kamu lagi sekarang." Jehan hendak melepas genggaman tangan Haechan, tapi lelaki itu malah menarik Jehan ke pelukannya.

"Maaf, maafin aku.." Haechan mengecupi puncak kepala Jehan. Jehan tidak kuasa lagi menahan air matanya, ia membalas pelukan Haechan dan menangis sejadinya.

"Aku yang minta maaf. Harusnya aku ngerti kalau kamu sibuk, kamu lelah sama kerjaan kamu, tapi aku malah bersikap kekanakan. Maaf aku ngerepotin kamu, aku bikin kamu tambah capek, tapi aku gak ngertiin kamu. Maafin aku.."

Haechan menggeleng, tidak setuju dengan ucapan gadisnya. "Aku yang salah, harusnya aku gak ngomong kayak gitu. Aku tahu kamu juga sibuk, harusnya aku sempetin lebih banyak waktu buat hubungi kamu." isakan Jehan semakin kencang.

Haechan ikut menitikkan air mata, ia tidak tega melihat Jehan menangis seperti itu. "Maaf, udah bikin kamu sakit hati."

Jehan menegakkan tubuhnya lalu memukul dada Haechan. "Sok tau!"

"Pukul aja, keluarin semuanya. Jangan ditahan, pukul aku kalau itu bisa bikin kamu merasa lebih baik."

Jehan mengikuti kata Haechan, ia memukul-mukul dada Haechan menumpahkan semuanya. "Sok tau kamu, nyebelin! Kata siapa aku sakit hati?! Sok tau!"

[1] So I Married My Idol ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang