~ 5 ~

150 21 24
                                    

Assalamu'alaikum semua

Ada yang baru nih? Apa ya?

Penasaran? Vote dulu dong

Oke selamat membaca....

...... 💮 ......

SANGAT berantakan, itulah definisi sebuah kamar milik seorang yang pemalas dan tentu saja sangat tidak menjaga kebersihan kamar. Terbukti dengan selimut yang sudah tergeletak di lantai, buku berserakan dan jangan lupakan bungkus makanan yang tercecer di dekat play Station.

Kalau ada maunya saja dia bisa bangun pagi dengan semangat, nah kalau tidak ya seperti ini masih tidur dengan posisi melintang dengan mulut terbuka.

"Kak Jani...belum bangun?" Gadis kecil itu menghampirinya ke dalam kamar lalu ikut berdecak melihat kondisi kamar abangnya seperti habis diguncang gempa.

Anjani hanya menggeleng kesal, pasalnya sudah berbagai cara dia membangunkan Sharul dari mulai menggelitiki kakinya sampai meneriakinya semua tak mempan.

"Capek tau Njel, kek orang mati dia tidurnya."

Anjali mengangguk membenarkan, lalu gadis sepuluh tahun itu berlari ke kamar mandi dengan membawa gayung yang telah diisi air.

Anjani yang melihat itu pun tersenyum miring, ternyata jiwa keusilan Jani dan Anjali sama. Dengan langkah lebar Anjali mendekat ke arah abangnya dan—

Byur!

"Aaaa!! Bunda banjir bun!!!" Sontak saja Sharul bangun dengan wajah terkejutnya yang sangat kocak.

"Bwahahaha!!!" Anjani dan Anjali tertawa puas sambil berjongkok dan memegangi perutnya.

"Hahaha...muka lo kocak banget anjir...hahaha ya ampun...sakit perut gue."

"Abang lucu...hahaha."

Sharul menatap datar kedua gadis di depannya ini dengan bersedekap dada menunggu tawa keduanya reda, cukup lama memang. Menyadari tatapan tajam dan dingin dari Sharul membuat keduanya menghentikan tawanya.

"Udah? Ketawa lagi coba! Abang heran sama kamu Njel sebenernya kamu adik abang atau adik Jani sih?"

Brak!

Pintu kamar mandi ditutup keras, oke sepertinya Sharul benar marah kali ini. Ah biarkan saja nanti juga balik lagi seperti semula, Anjani dan Anjali turun lagi ke bawah menunggu di ruang tamu.

"Ayo Njel kita berangkat, eh ada Jani." Ayah Brama dengan setelan kantornya menghampiri mereka dan mengajak Anjali berangkat bareng.

"Iya yah nunggu Arul lama banget mandinya," jawab Anjani.

"Ah anak itu emang pemalas, yaudah Jan ayah sama Anjali pamit dulu ya," Anjani mengangguk sambil menyalami tangan ayah Brama.

"Kak, aku berangkat dulu ya nanti main lagi ya?" Mengangguk dengan tangan mengusap kepala Anjali dengan sayang dan memeluknya sebentar.

Nasib anak tunggal ya begini, ingin punya adik yang bisa diajak main atau berantem tapi takdir tak mengijinkan. Entahlah padahal ibu dan ayahnya juga sama-sama sehat tapi beberapa tahun udah berusaha tetapi tak jadi juga adik Anjani, jadi ya mungkin sudah takdirnya.

Lingkar rasa (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang