5.

12.3K 1K 99
                                    

Niken mengikuti sang suami keluar dari kamar Brama meninggalkan sang adik dan istrinya yang masih menunggui sang ayah. Setelah sekian lama mengasuh Eka tanpa mau dibantu siapapun akhirnya Brama tumbang, karena kelelahan. Tingkah Eka yang aktif dan tidak mau diam membuat Brama kewalahan. Lelaki tua itu akhirnya harus diinfus dan istirahat dirumah karena menolak dirawat di rumah sakit.

"Aghni, bawa Eka kemari." Brama berseru lemah, lelaki tua itu begitu menyayangi Eka hingga mengabaikan kesehatannya dan ingin tetap bersama sang cucu meski salah satu tangannya harus diinfus.

"Romo harus istirahat, nanti kalau Romo sudah sembuh Romo bisa bermain lagi dengan Eka."

"Romo ini tidak apa-apa, Seno saja yang terlalu berlebihan, sampai Romo harus diinfus segala. Bisa tidak cairan infus ini Romo minum saja, kelamaan kalau harus pakai jarum sama selang kecil begini." Haryo mendelik mendengar permintaan Brama. Ayahnya itu seperti dirinya takut dengan jarum suntik. Ini tadi kalau Niken tidak memaksanya tentu saja Seno akan kesulitan memasang infus di tangan Brama.

"Seno itu katanya dokter spesialis, mana spesialnya, tidak bisa menyembuhkan Romo, malah pasang jarum yang membuat tanga Romo sakit, meminta Romo tiduran saja, masa Romo tidak boleh melakukan apa-apa. Bagaimana nanti dengan Eka? Siapa yanga akan menemaninya bermain kalau Romo harus diinfus begini. Harusnya Seno itu memberikan suntikan yang bisa langsung menyembuhkan Romo, bukan menancapkan jarum begini."

"Disuntik juga butuh proses untuk sehatnya Romo, kecuali Romo disuntik mati, maka selesai semuanya, Romo bisa istirahat selamanya dengan tenang."

"Dasar anak durhaka! Kamu mau namamu dicoret dari warisan Romo?"

"Romo tidak akan sempat mencoret nama Haryo, mengangkat tangan saja Romo tidak sanggup. Harusnya jarum sekecil itu bukan masalah besar untuk Romo yang katanya kebal benda tajam."

"Ini semua gara-gara kakakmu yang memaksa Romo untuk mau disuntik. Romo mau disuntik bukan malah dibuat permanen."

"Romo mau jarum infusnya dibuat permanen?"

Plaakkkk 

Sebuah pukulan mengenai kepala Haryo. Lelaki itu melotot saat tahu kakaknya yang memukulnya.

"Kalau bicara jangan sembarangan, ngomong sama orang tua kok ndak ada sopan santunnya." Niken mendelik kearah sang adik, Haryo memandang kakaknya malas. 

"Romo,  mau dipanggilkan dokter Thalia saja? Siapa tahu dengan dokter Thalia, Romo bisa langsung sehat, dokter Thalia kan cantik dan sexy." Haryo tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Niken. Tidak dipungkiri dokter Thalia itu memang cantik dan sexy, vitamin see untuk para lelaki normal, tetapi mata normal bisa jadi tidak normal karena kecemburuan dokter Kama yang akan memukul siapa saja lelaki yang ketahuan memelototi istrinya.

"Dan bertemu pawangnya Thalia, mending Romo gelud sama Gunadi daripada harus melihat tatapan curiga  dan kecemburuan anaknya. Romo rasa Haryo itu sudah posesif tapi dokter Kama lebih parah dari pada Haryo."

"Ya sudah kalau begitu, Kali ini Romo harus nurut perkataan Kangmas Seno, semua itu demi kebaikan Romo. Kami semua sayang Romo. Haryo orang tua Eka, tidak mungkin mencelakakan anak sendiri. Jadi Romo tidak perlu mengkhawatirkan pengasuhan Eka. Eka pasti sedih tidak bisa bermain dengan eyang Kakungnya, tapi kami juga tidak bisa membiarkan Eka bermain dengan Romo selama kondisi kesehatan Romo tidak memungkinkan untuk merawat Eka."

"Kamu ini ndak usah sok perhatian sama Romo. Romo ini baik-baik saja."

"Kalau Romo tidak bersedia istirahat, Haryo melarang Romo bertemu Eka lagi."

"Romo tidak butuh ijinmu, kamu hanya bapaknya Eka. Selama ini Romo yang mengasuh Eka, kamu kan cuma urunan sembur kecebong saja."

"Mas Haryo benar, Romo. Bukankah Romo pernah bilang ingin menimang banyak cucu kan, kalau terjadi sesuatu yang buruk pada Romo karena Romo kelelahan bagaimana Romo bisa menimang banyak cucu? Kasihan adik Eka nanti tidak bisa bermain dengan eyang kakungnya."

HARYO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang