J.

15.6K 1.4K 153
                                    

"HARYO!" Sebuah suara berat terdengar dipendengaran Haryo dan Aghni. Haryo menduga itu adalah suara sang romo yang baru datang. Keduanya segera memisahkan diri dan karena terlalu bersemangat untuk menyembunyikan perbuatan mereka, Haryo memeluk Aghni dan menggulingkan badannya untuk menutupi keberadaan Aghni, sayangnya Haryo tidak memperhitungkan ukuran sofa bed yang tidak begitu luas, dan karena aksi Haryo itu keduanya terjatuh bersama kelantai dengan lengan Haryo yang terkena ujung lemari pajangan.

Brukkkk

"Aduuuuhhh."

"Pak Dhe ngga apa-apa?" Aghni berusaha bangkit dari pelukan Haryo dan hendak membantu Haryo yang meringis kesakitan sambil memegangi pinggang dan lengannya.

"Siapa itu, apa yang kalian lakukan dan-" Seseorang memergoki keduanya dan terkejut melihat siapa yang muncul dari sisi sofabed.

"Aghni, apa yang kamu lakukan? Loh Haryo?" Brama Tejokusumo segera membantu menyingkirkan beberapa barang yang menghalangi evakuasi Haryo.

"Pak dhe terjatuh dari sofa bed-"

"Aghni mau nolong saya, Romo, tapi karena badannya kecil jadi tidak kuat." Haryo memotong ucapan Aghni. Setidaknya dia ingin menyelamatkan Aghni dari prasangka buruk Brama.

"Loh Haryo, Aghni, kenapa?" Niken yang baru datang terkejut melihat Brama dengan dibantu Aghni menolong Haryo yang kesakitan.

"Banyak tingkah adikmu itu, lihat sekarang dia kena karmanya, sudah tua bukannya jadi orang baik-baik malah kakehan polah. Jatuh dia dari sofa bed, sepertinya tangannya terkilir, coba kamu ambil minyak urut, romo mau lihat."

"Oalah kamu itu Yo, Yo, baru baikan sebentar saja sudah beraksi. Lihat penyakit yang lama belum sembuh sekarang malah nambah penyakit baru. Mbok, ambilkan minyak urutnya." Niken memerintah. Mbok Salamah segera mengambilkan minyak urut dan memberikannya pada Brama. NIken sudah duduk disebelah Aghni menyaksikan Brama yang mengobati Haryo. Lelaki itu meringis kesakitan, tapi bukannya di sayang-sayang oleh sang ayah tapi tangan yang tidak sakit malah dipukul oleh Brama.

"Tahan, jangan aduh-aduh. Badan besar tapi ndak tahan sakit. Kamu sengaja cari perhatian sama Aghni? Biar dia makin kasihan terus merawat kamu? yang ada Aghni bakalan ilfeel sama kamu, jadi lelaki kok lembek." Haryo mendengus, ia memalingkan mukanya menatap kearah Aghni yang melihatnya dengan penuh keprihatinan, dan seperti mendapat keajaiban, memandang Aghni ternyata bisa memberikan efek kekuatan yang luar biasa kepada Haryo. Haryo sama sekali tidak kesakitan saat Brama mengobati lengannya yang terkilir dan terlihat memar. Lelaki itu tersenyum menenangkan Aghni dan melalui tatapan matanya memberi tahu bahwa dirinya baik-baik saja.

"Ndak usah senyum-senyum ndak jelas gitu kamu!" Ujar Brama ketus seraya memberikan cubitan besar pada pinggang  Haryo, bukannya kesakitan anak lelakinya itu malah tersenyum lebar.

"Ken, siapkan lamaran buat Aghni, kalau dibiarkan terlalu lama Romo takut adikmu makin gendheng nanti. Urusan diterima atau tidak sama bapaknya Aghni yang penting kita melamar dulu. Romo was-was adikmu bisa kehilangan kewarasannya kalau tetap dibiarkan seperti ini." Niken dan Aghni saling berpandangan kaget mendengar titah Brama, sementara itu Haryo menatap Romonya dengan mata berbinar.

"Kalau perlu besok kita melamar, bukan begitu Romo? Semakin cepat semakin baik kan?"

"Nah lihat sendiri kan, Romo baru bilang seperti itu saja adikmu sudah langsung jawab seperti petasan cabe. Cepet kasih atm mu sama mbakyumu, biar mbakyumu bisa belanja. Nanti kamu ajak Aghni, suruh dia pilih apa saja yang dia mau kalau perlu yang paling mahal yang dibeli, biar kapok Joko Tirto geblek ini!"

"Demi pujaan hati, apapun akan Haryo berikan romo, jangankan hanya ATM, jiwa raga Haryo akan berikan untuk dek Aghni seorang."

"Nah denger sendiri kan kamu, Ken. Sudah mumpung Aghni disini, ajak dia beli hantaran untuknya."

HARYO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang