Extra 4

17.1K 1K 129
                                    

Dwi mengikuti Seno ke rumah sakit. Dwi yang ijin dari sekolahnya karena khitan, nyatanya malah mengikuti Seno kemana-mana termasuk kerumah sakit. Meski tahu bahwa rumah sakit sumber banyak penyakit tapi Dwi tetap ngotot ingin ikut sang ayah kerumah sakit, alasannya ingin belajar tentang dunia kedokteran sejak dini. 

"Ayah dedek tunggu disini saja, ayah bisa tenang memeliksa pasien. Nanti kalau dedek ikut ayah pisite, ayah jadi ndak konsen bisa-bisa salah peliksa." Seno mengerutkan keningnya, bukannya apa, mereka baru tiba di ruang kelas satu dan Dwi malah meminta menunggu di nurse station ruang kelas satu. Seno memiliki satu pasien yang dirawat diruang kelas satu. Biasanya Dwi akan menemani dirinya ke poli jantung dan menunggu di area bermain yang ada di dekat poli anak. 

"Loh ada dek Dwi ganteng. Ikut ayah visite ya." Seorang perawat bernama Danisa menyapa Dwi. Anak itu segera turun dan mendekati Danis, lalu meraih tangan gadis cantik bermata bening untuk dicium punggung tangannya, lalu Dwi menatap Danisa dan mengedipkan sebelah matanya. Semua itu terlihat oleh Seno dan ayahnya itu hanya membelalakkan matanya tidak percaya. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Papa Haryo genit, maka anaknya pasti genit, tahu saja mana cewek bening mana yang tidak. Pantas Dwi memaksa untuk ikut kerumah sakit. Seno hanya menggelengkan kepalanya lalu meninggalkan kedua orang itu untuk visite bersama perawat jaga yang lain.

"Wah dek Dwi sopan sekali, semoga jadi anak pintar dan sholeh ya." Danisa tersenyum manis, memperlihatkan dua lesung pipinya sehingga Dwi makin terpesona. 

"Telima kasih doanya mbak Danis, nanti kalau dedek sudah besal, mbak Danis mau ndak nikah sama dedek. Dedek sudah sunat loh, pasti sebental lagi besal." Bukannya marah atau tersinggung dengan perkataan Dwi, Danisa malah tertawa membuat Dwi merasa senang sekali. 

"Kalau nunggu dek Dwi besar keburu tua, mbak. Lagipula mbak sudah punya calon."

"Masih calon kan? Masih ada kesempatan dedek nikung disepeltiga malam kan?"

"Ya ampun Dwi, kamu lucu banget sih. Apanya yang ditikung disepertiga malam?"

"Mbak Danis dali calonnya mbak. Sepelti papa nikung Om Guntul disepertiga malam buat dapatkan mama. Papa yang tua saja kuat kok begadang buat nikung Om di sepeltiga malam apalagi dedek yang masih muda. Bial cepet dapat nanti Dedek nikungnya mau tengah malam telus lampu seinnya ndak dedek idupin, bial calonnya mbak Danis ndak lihat kebeladaan dedek telus nanti Dedek culik mbak Danis. Dedek bawa mobil kok, jadi mbak Danis ndak bakal kedinginan." Danis melongo mendengar perkataan Dwi, sebelum kemudian dia sadar apa yang Dwi maksud menikung dirinya disepertiga malam berbeda dengan apa yang dia ketahui. .

"Dwi lucu banget sih! Mbak jadi gemesh, pengen dikarungin terus dibawa pulang. Kira-kira dokter Seno marah ndak ya kalau Dwi mbak bawa pulang?"

"Ayah pasti seneng punya menantu secantik mbak Danis."

"Ya ampun Dwi, kecil-kecil sudah pinter menggombal."

"Dedek selius mbak Danis, kalau ndak pelcaya belahlah dadaku ini. Nanti kalau sudah liat nama mbak Danis disana, panggil ayah Seno buat nutup belahan dadaku." Danis semakin tertawa mendengar perkataan Dwi. Ia mencubit gemas pipi Dwi.

"Dalipada di cubit mending di cium, mbak Danis. Kalau di cubit sakit, kalau di cium enak." Danis tertawa sampai mengeluarkan airmata. Ia memeluk Dwi dengan gemas. Dwi yang tahu dirinya dipeluk gadis cantik malah melingkarkan lengannya di pinggang Danis.

"Dwi kenapa, Nis?" Suara Seno terdengar membuat Dwi dengan enggan melepaskan pelukannya. Ayahnya datang disaat yang tidak tepat, padahal dirinya kan sedang menikmati sensasi hangat-hangat empuk segar di wajahnya.

"Anak dokter Seno benar-benar lucu. Dari tadi bikin saya tidak berhenti tertawa."

"Kirain Dwi nangis sampai kamu peluk-peluk gitu. Sayang, ayah mau ke poli. Dwi mau ikut ayah apa mau ketempat bermain?"

HARYO (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang