Bagian 17

112 42 243
                                    

"Anak itu adalah titipan dari Tuhan. Maka dari itu, seorang anak tak pernah meminta untuk dilahirkan. Mungkin memang sudah ditakdirkan. Namun, jika kau tidak menginginkannya, bukankah kau bisa mengembalikannya kepada Tuhan?"

*****

Bel istirahat berbunyi sangat nyaring. Siswa dan siswi SMA Gajah Mada berhamburan keluar dari zona tersiksa--karena  cacing mereka sedari tadi sudah tidak sabar ingin mencicipi makanan dan minuman yang ada di kantin mang Ujang tercinta.

Cinta, Syalwa, Ziko, dan Zaki sudah lebih dulu sampai di kantin. Berniat bersembunyi dari Budi yang sering kali meminta untuk ditraktir. Tapi sayang seribu sayang, Budi tetap menemukan mereka. Hingga pada akhirnya, salah satu dari mereka berempat harus rela mengorbankan uangnya demi kesejahteraan bersama.

"Pokonya hari ini, jam ini, detik ini, gue gak traktir lo makan apalagi minum!" sarkas Zaki menggebu-gebu sembari menunjukkan jarinya tepat di depan wajah Budi.

"Gue juga enggak, ya, Bud!" kini giliran Ziko yang berbicara sambil sedikit menggebrak meja kantin.

Mendengar ucapan si kembar yang sangat menusuk jiwa dan raga, pada akhirnya Budi hanya bisa pasrah. Lalu ia menatap Cinta dan Syalwa secara bergantian, berharap mereka berdua bersedia untuk bersedekah kepada cacing miliknya yang sangat malang. Namun, Cinta dan Syalwa malah memutar bola matanya secara bersamaan. Sudah tidak ada harapan lagi.  Setelah melihat tanggapan teman-temannya yang seperti itu, Budi langsung mengeluarkan ponselnya. Menggeser layar benda pipih itu dengan perlahan dan teliti. Lalu menarik nafasnya sepanjang mungkin seperti hendak membicarakan hal yang serius.

"Maa naqashat shadaqatun min maalin," jeda Budi dengan sangat lantang, membuat tempat yang mereka duduki menjadi pusat perhatian seisi kantin. "Sedekah itu tidaklah mengurangi harta! Hadist riwayat muslim," lanjutnya lebih lantang dibandingkan yang tadi.

Cinta, Syalwa, Zaki dan Ziko membulatkan matanya secara bersamaan. Memalukan memang. Mereka berempat terus mengumpat, menyumpah serapahi Budi yang kebetulan urat malunya sedang dijahit karena berkali-kali putus.

"Pesen! Pesen semua yang lo mau! Kalo mau diborong sama tempat-tempatnya juga boleh banget, pesen sana!" titah Zaki putus asa.

"Masyaallah tabarakallah Zakii, kamu memang sahabat sejatiku. Aku doakan, semoga kamu khusnul khatimah, aamiin," balas Budi antusias.

"Iya aamiin," jawab Syalwa, Ziko dan Zaki secara bersamaan mengamini ucapan Budi.

"Hah? Khusnul khatimah? HAHAHAHA meninggal, dong?" teriak Cinta yang membuat Zaki langsung sadar saat itu juga.

"Gue tarik kata-kata gue yang tadi! Kata-kata bahwa gue bersedia traktir lo! Pokoknya gue tarik!" tutur Zaki menggebu-gebu.

💫

"Yuhuuu, makan malam sudah siappp," teriak Cinta bagaikan di hutan belantara. "Om! Ayo makan, gue hitung sampe satu setengah. Kalo lo gak turun, lo gak boleh makan apalagi minum, setetes pun!"

"Iya, Bocil! Punya ketiak bawel banget!" jawab Adelard sembari menuruni anak tangga satu persatu.

"Cepetan, gue hitung sekarang! Nol, satu set," ucapan Cinta terpotong karena Adelard akhirnya sudah sampai di tempat tujuan.

Dengan susah payah Cinta menelan salivanya kemudian membulatkan matanya kaget, lantaran Adelard hanya memakai handuk dan bertelanjang dada.

"Aaaaaaa mata gue ternodai, tolooong!" sontak Cinta langsung berteriak sembari menutup matanya rapat-rapat, kemudian mengintip, lalu kembali menutupnya lagi dengan rapat.

"Ayo makan! Gak perlu lebay kaya gitu deh Cin, kalo terpesona, terpesona aja. Jangan pake embel-embel ternodai segala!"

"Gak mau! Lo dibaju dulu, Om,"

"Lah, lo kan tadi nyuruh gue cepet, Bocil! Lagian gue juga pake boxer, kali! Apa lagi? Celana dalem? Gue pake Cin. Nih, kalo gak percaya liat nih!" ujar Adelard menggebu-gebu. "Buka mata lo, atau gue cium?"

"Dasar Bangka! Bisa-bisanya modus dalam situasi yang tidak terhormat seperti ini," jeda Cinta "Pake baju dulu, sana! Atau gue bakal nangis sekarang juga!"

Mendengar apa yang akan Cinta lakukan, Adelard mengurungkan niatnya untuk memamerkan boxer barunya pada Cinta. Ia lebih baik mengalah daripada melihat Cinta menangis, apalagi jika Cinta menangis karena dirinya. Adelard sangat lemah akan hal itu.

"Oke, sebagai suami yang baik dan gagah perkasa, gue ngalah," jawab Adelard lalu mencium pipi Cinta dengan singkat.

"ADELARD!" pekik Cinta saat Adelard melarikan diri setelah menciumnya.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang