Bagian 54

24 15 18
                                    

"Sebagai manusia, kita tidak bisa meminta ingin terlahir di keluarga yang seperti apa, ingin memiliki orang tua yang seperti apa, dan ingin memiliki kehidupan yang seperti apa pula. Tapi kita bisa memastikan dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti apa yang telah menimpa orang tua kita."

*****

Kabar Adelard mengungkapkan perasaannya kepada Cinta sudah sampai ke telinga milik Alex. Menurut Alex, ini adalah awal yang baik. Adiknya itu sangat bertolakbelakang dengan nama yang dimilikinya. Ia memiliki nama Cinta, tapi tidak pernah percaya dengan cinta dan rasa suka.

Alex tahu, ini tidak mudah untuk Cinta. Tapi jangan sampai adiknya itu salah jalan. Sebagai saudara, Alex harus mengingatkan Cinta. Alex tahu betul betapa bencinya seorang Cinta Ananda Pratiwi pada laki-laki. Satu-satunya pria yang Cinta percaya adalah Alex sendiri. Bagaskara--ayah mereka yang membuat Cinta seperti itu. Membuatnya menyimpulkan bahwa semua laki-laki itu sama. Sama-sama brengsek, bejat, dan tidak manusiawi.

Alex mengotak-atik ponselnya. Mencari nama CINTA di sana. Ia langsung memencet tombol dan langsung menelepon adiknya itu

"Assalamualaikum, ada apa Bang? Tumben telepon, pasti lo kangen, kan, sama gue?" tanya Cinta di seberang sana.

"Waalaikumsalam, iya Cin, gue kangen sama lo!" jawab Alex yang terkekeh setelahnya. "Lo lagi libur, kan? Nanti siang ke rumah, ya? Mama katanya kangen banget sama lo,"

"SIAP, LAKSANAKAN KOMANDAN!"

"SIALAN LO CIN! TELINGA GUE TERBAKAR!" pekik Alex sembari mematikan sambungannya.

💫

Pagi ini Cinta memasak nasi goreng kesukaan Adelard. Laki-laki itu yang memintanya untuk memasak nasi goreng. Kimononya masih melekat di tubuh Cinta. Ia sama sekali belum mandi karena alasan dingin. Mungkin nanti siang sebelum ke rumah Bunga, Cinta akan mandi.

Cinta mulai menyajikan nasi gorengnya di atas meja makan. Adelard menghampiri Cinta dengan seragam yang sudah terpakai menutupi tubuhnya yang atletis.

"Selamat pagi pujaan hati," sapa Adelard sembari duduk di atas kursi--bersiap menyantap makanan yang sudah istrinya sediakan.

"Hm," balas Cinta tak minat.

"Ham, hem, ham, hem! Bisu, lo?"

"Terserah gue, dong! Mulut-mulut gue, kenapa lo yang sewot?"

Pagi buta seperti ini, ada saja yang membuat mereka berdua beradu mulut. Hal itu seolah sudah menjadi rutinitasnya. Seperti ada yang kurang jika tidak bertengkar. Ingin heran, tapi ini adalah Cinta dan Adelard.

"Om," panggil Cinta.

Namun Adelard tak menghiraukannya. Bahkan untuk menoleh saja pun tidak.

Cinta memutar bola matanya malas. Ia lupa bahwa tantangannya memanggil Adelard dengan panggilan sayang, belum juga usai.

"Sayang," panggil Cinta sembari memutar bola matanya malas.

"Iya sayang?" jawab Adelard melemparkan senyuman termanisnya.

"Nanti siang gue mau main ke rumah Mama, katanya Mama kangen,"

Laki-laki itu mengangguk setuju. Lagi pula ia merasa khawatir jika Cinta berada di rumah sendirian. Adelard mulai terpaku dengan nasi goreng yang kini sudah berada di hadapannya.

"Waaaaaaaaaaaaw! Nasi goreng spesial!" pekik Adelard takjub. "Spesial kaya orang yang masaknya,"

Cinta merasa tersipu malu ketika mendengarnya. Bisa-bisanya Adelard menggombal dipagi hari. Hal itu benar-benar membuat jantung Cinta tidak sehat karena tidak berhenti berdetak sangat cepat. Spontan, Cinta langsung memegangi dadanya. Adelard yang melihat seperti itu langsung tertawa renyah karenanya.

"Lo deg-degan, Cin?" tanya Adelard penasaran.

"Dikit," jawab Cinta tanpa sadar. "Eummm maksudnya, gak lah! Masa deg-degan?"

Adelard menahan tawanya kuat-kuat. Wanitanya itu memang gengsian. Jadi, ia tidak heran akan hal itu. Tapi tak apa, setidaknya, perjuangan Adelard tidak akan sia-sia. Ia berharap, perasaan Cinta akan terus tumbuh seiring berjalannya waktu. Adelard sangat menginginkan perasaannya dibalas oleh orang yang dicintainya. Hidup bahagia, memiliki anak sebelas, itulah prinsip Adelard sekarang. Gila memang. Tapi bukankah sedari dulu dirinya memang sudah gila?

Adelard melirik jam yang ada di handphonenya. Nasi di atas piringnya sudah ludes ia masukkan ke dalam perutnya. "Gue berangkat dulu, ya?" ucap Adelard mengulurkan tangannya.

Cinta mengangguk dan mengangkat sebelah alisnya. "Apaan?" tanya Cinta menatap nanar uluran tangan laki-laki yang kini berada di hadapannya itu.

"Salim lah, apa lagi? Masa gue mau minta duit buat bekel sekolah?"

Cinta menyalami Adelard dengan terpaksa.

"Nah, gitu dong!" ujar Adelard sembari menepuk-nepuk kepala Cinta dengan sayang.

Cinta menghempaskan tangan kekar Adelard dari kepalanya. "Lo pikir gue kucing, lo puk-puk kaya gitu?"

Adelard tertawa terpingkal-pingkal karenanya. Pujaan hatinya itu memang berbeda dan Adelard suka akan hal itu. "Ooo, lo gak mau dipuk-puk?" tanya Adelard. Cinta menggeleng karenanya. "Kalo dicium, mau?"

Cinta langsung membulatkan matanya dengan sempurna. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Cinta menatap Adelard dengan tajam sembari berkacak pinggang seolah memberikan peringatan.

Ia melihat penampilan Adelard dari atas sampai bawah. "Penampilan lo urakan banget. Apaan bajunya dikeluarin kaya gitu? Masukkin! Lo pikir itu keren? Ini juga," Cinta menunjuk dasi yang sudah terpasang di kepala milik Adelard. "Ngapain dasi diikat di kepala kaya gitu? Kaya orang gak waras aja,"

Adelard melipatkan tangannya membentuk metal. "Ah, gak asik lo! Keren ini, anak metal!"

Cinta tertawa karenanya. "Mutal, metal, mutal, metal! Pantat lo metal!"

"Emangnya pantat bisa gaya metal?" tanya Adelard kembali melipatkan tangannya membentuk metal. Lalu menunggingkan pantatnya bertanya.

Lagi-lagi Cinta tertawa. Tapi kini tawanya terdengar lebih kencang. "Lagian, lo aneh-aneh aja, penampilan kaya jamet gitu lo sebut metal, apaan?"

Adelard menggenggam tangan Cinta. Menatapnya dengan tatapan dalam. Cinta menghentikan tawanya. Tiba-tiba detak jantung mereka berdetak lebih cepat.

Cup!

Bukan Adelard yang telah mengecup Cinta. Tapi Cinta sendiri yang mengecup Adelard. Entah mendapat keberanian dari mana. Adelard mematung, begitu pula dengan Cinta. Kejadian tadi seolah berada diluar kendali mereka. Adelard mengusap pipinya masih merasa tidak percaya. Pipi Cinta bersemu merah. Malu? Tentu saja! Mengapa dirinya tidak bisa dikendalikan seperti ini? Cinta benar-benar malu sekarang. Ia melepaskan genggaman tangan Adelard. Lalu berlari meninggalkan laki-laki itu yang masih diam mematung.

"Cin, lo barusan nyium gue?" tanya Adelard masih tidak percaya. "Lo coba buka hati buat gue, ya?" pinta Adelard setengah berteriak.

Terlihat Cinta mengacungkan jempolnya sembari tak berhenti berlari. Hal itu membuat Adelard salting brutal. Ia memegangi bekas ciuman Cinta. Lalu beralih memegang dadanya yang kini sedang berdegup kencang.

"Sial! Gue meleyot," pekik Adelard. Tubuhnya merosot ke bawah. Ia terbaring sembari terus tersenyum sendiri seperti halnya orang gila. Adelard menepuk-nepuk wajahnya. Memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.

"YAD, AYO BERANGKAT!" ujar dua orang secara bersamaan yang langsung menyadarkan Adelard.

Adelard langsung membulatkan matanya kaget. Ia mulai berdiri dan melihat Bagas dan Arga yang sudah berada di ambang pintu. Apakah sedari tadi mereka ada di sana? Sial! Mau ditaruh dimana muka Adelard sekarang.

Bagas dan Arga menahan tawanya kuat-kuat. Tak berapa lama, mereka tertawa terbahak-bahak. Ya, mereka berdua sudah berada di sana sedari tadi. Awalnya mereka memanggil Adelard, tapi karena tidak ada sahutan, akhirnya mereka menerobos masuk. Pemandangan awal yang mereka lihat adalah ketika Cinta mengecup laki-laki itu.

"SIAL! GUE MELEYOT," ledek Arga dan Bagas secara bersamaan sembari meniru Adelard. Si empunya langsung terbelalak. Kini dirinya benar-benar merasa malu.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang