Bagian 21

52 32 51
                                    

"Jangan coba-coba menyalakan api, jika kau tak ingin hangus terbakar. Karena ketika kau tersulut, maka si jago merah akan sulit untuk dipadamkan."

****

Bunga dan Alex tengah duduk di kursi tunggu. Mereka sudah tidak sabar menunggu dokter yang menangani Cinta dan Adelard keluar dari ruang UGD. Keduanya berusaha untuk tetap tenang, karena mereka tahu, bahwa emosi dan rasa khawatir yang berlebihan hanya akan memperkeruh keadaan.

Tak lama kemudian, Laila dan Anton datang. Karena mereka mendapat kabar dari Bunga, bahwa anak dan menantunya baru saja mendapatkan musibah. Dengan gerakan cepat, mereka langsung pergi ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Laila segera memeluk Bunga. Tangisan mereka pecah. Keduanya yang sama-sama rapuh, harus saling menguatkan satu sama lain. Sedangkan Anton, ia menepuk pundak milik Alex guna memberi sedikit kekuatan.

Allahu Akbar…

Allahu Akbar…

Adzan subuh mulai berkumandang. Namun kedua dokter yang ada di ruangan tersebut belum juga keluar. Bunga dan Laila masih setia dengan tangisnya. Sedangkan Anton dan Alex, mereka menahan tangisnya agar tidak keluar. Andai saja mereka menangis, siapa yang akan menenangkan kedua perempuan yang ada di hadapannya saat ini?

"Lex, ayo kita shalat!" ajak Anton pada Alex. Laki-laki bertubuh kekar itu langsung mengaguk tanda setuju.

Perlahan Alex mulai menghampiri Bunga dan Laila. "Ma, Tante, ayo?"

Bunga dan Laila berpikir sejenak. Namun Alex segera menyuruh Bunga untuk berdiri dan membantunya. Begitupun dengan Anton, ia menggandeng istrinya dan mereka berempat pergi menuju mushalla.

💫

Gading, Galang, Alvan dan Rian kembali mencari bukti apa saja yang ada di sana. Karena sedari tadi, mereka belum menemukan bukti apapun.

"Cara mainnya rapi juga, tuh, bangsat," ujar Rian sembari mencari sesuatu yang ada di gundukan kardus.

Gading berdecak. "Sama sekali gak ninggalin jejak. Tapi Gue yakin, ada banyak bukti di sini. Jadi, gue minta sama kalian, gunain mata elang lo semua,"

"Mata elang, mata elang. Lo kira kita ini burung elang, apa?" celetuk Alvan yang sedang menaiki tangga guna melihat apakah ada bukti di atap sana atau tidak. Karena atap itu terlihat seperti baru saja digunakan.

Galang menendang tangga yang tengah Alvan pijak, hingga laki-laki itu beserta tangganya oleng seketika. Namun, Alvan dengan sigap mengembalikan keseimbangannya. "Si Alvan banyak ngomong, cepetan lanjut naik! Tangan gue udah kesemutan, nih," keluh Galang yang sedari tadi memegangi tangga yang sudah rapuh itu.

Mendengar ocehan Galang, Alvan malah dengan sengaja melambatkan gerakannya sembari menggoyang-goyangkan pantatnya. Hal itu membuat Galang yang sudah tidak sabaran merasa geram dengan kelakuan peliharaannya itu. Dengan emosi yang membara, Galang langsung memasang kuda-kuda hendak membalas perbuatan Alvan yang sama sekali tidak bisa dibenarkan.

Melihat Galang yang sudah mengambil ancang-ancang, Alvan berteriak ketakutan. Ia langsung bernyanyi dengan sangat lantang. "Ampun bang jago, sorry bang jagooo, ampun bang jagoo. Tewww tetetew tew tew,"

Dengan gerakan cepat, Galang menarik celana milik Alvan dengan sangat kuat. Hingga kini, terlihat boxer milik laki-laki itu dengan gambar kartun Frozen yang bertengger di kakinya. Pupus sudah harga diri seorang Alvan Satrianegara.  Hal itu membuat Gading, Rian dan Galang langsung tertawa terpingkal-pingkal. Sedangkan Alvan menatap mereka dengan tajam sambil berusaha menaikkan kembali celananya.

"HAHAHAHAHA! Muka serem, boxer frozen," ujar Rian menghina Alvan.

"Giliran hina-hinaan, lo semua semangat!" cicit Alvan memprihatinkan.  "Awas lo, Lang, gue laporin ke emak gue, kalo lo udah merenggut kesucian anaknya," lanjutnya yang masih setia membenarkan celananya.

"Udah, udah. Lanjutin, biar buktinya cepet ketemu." titah Gading dan mereka langsung fokus pada tujuan awal.

"Tuh dengerin mamang Gading. Lo emang temen seperjuangan gue, Ding," jawab Alvan sembari mengerucutkan bibirnya--mencium Gading dari kejauhan.

"Lanjutin nyarinya, entar kalo buktinya udah ketemu, kita lanjut nistain Alvan," timpal Gading dengan wajah datar yang membuat Alvan kembali menunggingkan pantatnya karena merasa dikhianati.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang