Bagian 38

21 12 8
                                    

"Terkadang, cinta, uang, kebencian, dendam, dan kekuasaan bisa membuat seseorang kehilangan akal hingga melakukan hal gila yang tentunya berada di luar nalar manusia."

*****

Angin kencang masuk ke dalam rumah besar milik Bagaskara--menyentuh setiap benda yang ada di sana. Alex dan Gading yang sedang mengintip Bagaskara pun merasakannya. Kini, rambut yang berada di bawah topi mereka berdua bergerak-gerak terkena angin--masuk melewati jendela yang terbuka. Sedari tadi, mereka terus mengendap-endap di balik pintu kamar milik Bagaskara. Terlihat di dalam sana, Bagaskara tengah berbincang serius dengan perempuan yang notabenenya sebagai istrinya. Bagaskara dan istrinya terus beradu argumen. Namun, Alex dan Gading tidak bisa mendengarkannya dengan jelas. Entah karena ruangannya yang kedap suara atau memang mereka berbicara dengan sangat pelan. Alex dan Gading memutar otak tengah memikirkan bagaimana caranya agar mereka bisa mendengar apa yang Bagaskara dan istrinya bicarakan. Karena mereka berdua yakin, percakapan ini sangatlah penting dan bisa dijadikan alibi di persidangan nanti.

"Ding," panggil Alex tanpa menoleh padanya.

"Hmmmmm,"

"Ding," panggil Alex untuk kedua kalinya.

"Hmmmmm," lagi-lagi Gading menanggapinya dengan hal serupa. Ia tidak sadar jika suaranya hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Alex menoleh Gading dengan malas. "Gading! Lo denger gue, gak? Dari tadi gue manggil lo, kampret!" ujar Alex sedikit jengkel pada sahabatnya itu. "Kalo punya mulut tuh dipake!"

"Kalo punya kuping tuh dipake!" balas Gading tak mau kalah.

"Emangnya lo ngejawab?"

"Dari tadi kan gue udah jawab lo, hmmmm. Udah dua kali gue nanggepin lo. Tapi ternyata percuma, lo budeg."

"Pantes aja, hamm hemmmm, hamm hemmmm. Gue nyuruh lo jawab, bukan malah cosplay jadi Nisa Sabyan,"

Kali ini Gading menatap Alex tanpa ekspresi.

"Penyadap suara?" tanya Alex sembari mengulurkan tangannya tanda meminta.

Gading menjitak kepala Alex. "Mana ada, bangsat!"

Kini giliran Alex yang menjitak kepala milik Gading. "Kan gue udah nyuruh lo buat bawa alat itu,"

"Kapan, Nyet?" Seingat Gading, Alex tidak pernah menyuruhnya untuk membawa alat tersebut. Alex memang suka berhalusinasi. Jadi Gading sudah tak heran pada ketuanya itu.

Alex tampak berpikir. "Emang gue gak nyuruh, ya?"

"Menurut lo?"

"Jadi gimana?"

Gading tampak berpikir. Tak lama kemudian, ia mengulurkan tangannya pada Alex. "Handphone lo!" Gading meminta Alex agar segera memberikan ponselnya. "Oke," lanjut Gading setelah Alex memberikan ponsel padanya.

Gading mengotak-atik ponselnya. Ia mencari nomor telepon milik Alex lalu meneleponnya. Setelah itu, ia memberikan ponsel Alex pada si empunya. Alex menatap datar ponsel miliknya yang kini sudah berada di atas telapak tangannya.

"Lo ngapain, Ding? Gak jelas banget, kalo mau ngomong ya tinggal ngomong aja, ngapain harus lewat telepon?"

"Angkat!" titah Gading. Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutnya.

Alex menurut saja. Meski ia tidak tahu apa yang akan Gading lakukan pada ponselnya. "Terus?"

"Ck, masukin ponselnya ke sana!" titah Gading sembari menunjuk ke arah celah pintu kamar milik Bagaskara.

Alex mengangkat kedua alisnya. Lalu menganggukkan kepalanya sembari memasukkan handphone miliknya sesuai intruksi Gading. Setelah itu, Gading mengajak Alex untuk sedikit menjauh dari kamar milik Bagaskara. Lalu ia menekan tombol load spiker agar mereka berdua dapat mendengarnya dengan jelas. Tak terdengar apapun dari ponsel milik Gading. Mereka berdua mencoba bersabar dan terus menunggu. Tak lama kemudian, Bagaskara mulai terdengar berbicara. Meski agak pelan, namun suaranya tetap terdengar. Mendengar hal itu, Gading buru-buru merekam suara tersebut. Gading dan Alex tampak mendengarkan dengan serius.

"Iya bentar Mas!" ucap istri Bagaskara di seberang sana.

Terdengar suara benda terjatuh. Entah ulah Bagaskara atau karena jatuh dengan sendirinya. Tak lama dari kejadian itu, Bagaskara berbicara dengan lantang. Dilihat dari nada bicaranya, laki-laki tua itu sepertinya sedang marah.

"Udah saya bilang, tinggalin aja! Anak gak tau diuntung! Paling dia sekarang udah mati bunuh diri!"

"Kamu jahat, Mas! Bagaimanapun juga Syalwa itu anak aku!"

"Jahat? Kamu bilang saya jahat? Kamu lebih jahat Sinta! Ibu mana yang tega membiarkan anaknya disetubuhi oleh suami kamu sendiri!"

Alex mengepalkan tangannya, rahangnya mulai mengeras. Ia mencerna kembali ucapan ayahnya di seberang sana. Nafasnya tersengal-sengal menahan amarah. Alex menatap Gading dengan tajam. Begitupun sebaliknya. Namun Gading berusaha tetap tenang. Ia memberi kode kepada Alex agar ketuanya itu sudi untuk menunggu sebentar lagi.

Terdengar suara isakan tangis di seberang sana. Dapat dipastikan, Sinta yang notabenenya sebagai istri Bagaskara itu menangis karena ulah suaminya sendiri.

"Tapi kamu lebih bejat, Mas! Kamu pikir hati aku gak sakit, dikala kamu merenggut kesucian anak aku di depan mata kepala aku sendiri?"

"Kamu merekamnya Sinta!"

"Iya aku merekamnya! Tapi kamu sudah berjanji untuk tidak menyebarkannya, Mas! Kamu bilang video itu hanya untuk mengancam Syalwa agar dia mau melakukan apa yang kita perintahkan. Tapi kamu berbohong, Mas!"

Mata Alex memerah. Bukan karena menahan tangis, namun karena dirinya tengah menahan amarah yang sudah bergejolak di dalam sana. Gading mengerti dengan keadaan sahabatnya itu. Ia segera mematikan sambungan teleponnya dan menyimpan rekamannya. Gading paham betul jika Alex begitu rapuh dan hancur sekarang. Fakta tentang ayahnya membuat hati Alex teriris. Gading memegangi kedua bahu Alex. Namun Alex langsung menepisnya dan memukul Gading saat itu juga.

Bugh!

Satu pukulan mendarat di perut milik Gading.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

"ANJ*NG!" teriak Alex sembari terus memukul Gading terus-terusan.

Gading pasrah dan tidak melawan di kala mendapatkan perlakuan tersebut. Bukan karena Gading tidak bisa melawan, bukan, tapi ia tahu jika sahabatnya itu butuh kambing hitam untuk melampiaskan amarahnya. Gading tak bisa membayangkan betapa hancurnya Alex saat ini. Jika ketuanya itu sudah marah, maka tak akan pernah ada yang bisa menghentikannya kecuali dirinya sendiri.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang