Bagian 47

20 13 7
                                    

"Tuhan sudah tutup rapat-rapat aib kita. Tapi Ibu dengan mudahnya membuka aib kita di depan manusia lainnya."

*****


Deruman motor kian bersahutan. Lebih dari dua ratus orang anggota Garuda, baru saja selesai mengucapkan visi,  misi, serta janji Garuda di dalam markas. Dengan kompak,  mereka menghidupkan motornya--bersiap memenuhi jalanan. Alex memimpin pasukan bersama Gading yang sudah siap dengan benderanya. Jaket Garuda sudah melekat dalam tubuhnya. Nuansa hitam kini memenuhi sekumpulan anggota Garuda dan yang lainnya yang sengaja Alex undang untuk lebih meramaikan pasukannya. Hal itu membuat aura seram dari mereka tampak keluar. Semua orang yang ada di sana terlihat serius. Tidak ada yang bercanda apalagi petakilan seperti hari-hari biasanya. Hal ini membuat kata keren sangat cocok untuk mendeskripsikan mereka semua.

Cinta dan Adelard ikut bergabung bersama mereka. Kacamata hitam begitu setia bertengger di atas hidung keduanya. Begitu pula dengan Bagas dan juga Syalwa. Mereka sudah siap dengan stelan hitamnya. Helm full face senantiasa melindungi kepalanya. Arga bersama Lala, kini tampak serasi meskipun mereka tidak saling mencintai. Di belakang sana ada Marsha yang terus beradu mulut dengan Budi yang begitu perhitungan. Sesekali Marsha memukul helm milik Budi dari belakang. Di depannya lagi, ada Ziko dan Zaki yang tampak akur dengan pakaian kembar full hitamnya. Tidak kalah romantis, Devan dan Selvy tampak berboncengan meski Devan terlihat begitu tertekan dengan perempuan yang kini tengah menggodanya. Beberapa dari anggota Garuda juga membawa pasangannya. Namun,  kelima inti Garuda hanya membonceng angin karena itulah nasibnya.

"Ingat! Tetap jaga reputasi dan patuh dengan aturan. Tidak ada rolling dan tidak ada yang membuat kerusuhan di jalanan. Utamakan keselamatan diri sendiri dan orang lain," ucap Alex mengingatkan. Rahangnya tampak tegas. Aura pemimpinnya semakin berkobar.

Gading mengangguk paham. "Kecuali di jalanan yang sepi,  lo semua bebas mau apapun juga. Tapi tetep, jangan berlebihan!"

Rian mulai memasang sarung tangannya. "Kesopanan juga jangan lupa dijaga,"

"Kalo ada orang atau binatang yang mau nyebrang,  kita berhenti dulu. Jangan ada yang rusuh apalagi sampe gak ngasih orang jalan," ucap Alvan selanjutnya.

Perlahan Galang membenarkan helmnya. "Kalo ada kakek-kakek atau nenek-nenek yang kesusahan buat nyebrang,  gue sama Alvan bakalan turun buat bantu mereka,"

"Sebelum berangkat, kita berdoa dulu sesuai dengan kepercayaan masing-masing," jeda Alex mengangkat kedua tangannya. "Berdoa, mulai!"

Semua orang yang ada di sana langsung berdoa menurut kepercayaan mereka masing-masing. Touring kali ini benar-benar mereka nantikan, setelah kepala mereka dipenuhi oleh masalah yang membuatnya uring-uringan. Bagas melingkarkan tangan milik Syalwa pada pinggangnya. Hal itu membuat kelima inti Garuda dan teman-teman yang lainnya menoleh mereka secara bersamaan. Anggota Garuda yang membawa pasangannya pun melakukan hal yang sama. Selvy juga inisiatif ikut melingkarkan tangannya pada pinggang milik Devan.

Adelard melirik Cinta dari spion. "Cin, lo gk ga mau pegangan mesra kaya gitu?"  tanya  Adelard menawarkan.

Cinta mencubit pinggang milik Adelard hingga si empunya meringis kesakitan. "Enggak sayang, makasih!"

Budi menoleh ke belakang seolah memberi kode. Marsha menatap tajam ke arah Budi. "Apa lo liat-liat? Jelalatan amat jadi aki-aki!" cibir Marsha menonyor kepala milik Budi dengan sekuat tenaga.

Budi menghela nafasnya pasrah. "Pantesan bulu kuduk gue dari tadi merinding, gue baru sadar, ternyata yang gue bonceng itu makhluk ghaib,"

Alvan memukul udara. Sedangkan Rian turun dari motor dan tidur di jalanan. Lalu ia kembali menaiki motornya dengan frustasi. Terlihat Alex yang menghela nafasnya dengan gusar. Gading menatap mereka heran. Dunia kesendirian memanglah seperti ini. Dunia serasa milik mereka yang mempunyai pasangan. Sedangkan yang tidak memiliki pasangan hanya menumpang.

"Capek gue," keluh Rian. "Perasaan gue gak jelek-jelek amat, tapi kenapa gak ada yang mau pacaran sama gue?"

"Jangankan lo yang punya muka pas-pasan, gue aja yang gantengnya melebihi si Rey Mbayang belum punya pacar," imbuh Alvan halu berat.

"Udah, jangan ribut, gue aja yang nyaris sempurna masih jomlo, apalagi lo berdua yang mukanya kaya kaos kaki bolong." cibir Galang menampilkan tubuhnya yang kekar.

Alex bersiap untuk menjalankan motornya. "Gard, ayo!"

Semua orang langsung bersiap untuk memulai perjalanan. Mobil Jeep milik salah satu anggota Garuda juga sudah siap dengan segala barang yang nantinya akan dibagikan kepada orang yang membutuhkan.

Baru saja mereka akan menancap gasnya, tiba-tiba seorang wanita dengan stelan dasternya turun dari mobil sembari menenteng botol minum yang bergambar bus tayo di tangannya. Ia berlari sambil mengangkat dasternya--menghampiri mereka semua. Galang membulatkan matanya dengan sempurna dikala wanita itu mulai menghampirinya. Hal itu membuat semua mata tertuju padanya. Kini, wajah Galang memerah bak seperti kepiting rebus dan menjalar sampai telinga.

"Alang kesayangannya Mamih, kamu ngelupain sesuatu," ujar wanita itu dengan nafas tersengal-sengal.

Wanita itu adalah ibunya Galang. Ia sengaja menyusul Galang karena ada barang anaknya yang tertinggal. Galang adalah anak satu-satunya wanita itu. Kedua orang tuanya selalu memanjakan Galang sedari Galang masih bayi. Namun hal itu seringkali membuat Galang malu sendiri karena tingkah laku ibunya yang terlalu memanjakannya. Mungkin di rumah memang tidak apa-apa, tapi ketika ia sedang bersama teman-temannya, Galang sedikit tidak terima.

Wanita itu menyodorkan botol minum yang berbentuk galon dengan gambar bus tayo di depannya. "Nih! Alang kan gak bakal bisa tidur kalo belum minum susu buatan Mamih,"

"Mamih kenapa ke sini, sih?"  tanya Galang risau. "Lagian itu susu bisa basi kalo buat malem,"

"Kan Mamih mau nganterin ini. Seperti biasa, susu racikan Mamih dengan botol anti reboisasiiii," ujar wanita itu terlihat semangat ketika berbicara.

Alvan mengangkat sebelah alisnya. "Reboisasi?"

"Iya, kekurangan cairan, reboisasi," keukeuh ibunya Galang.

"Dehidrasi, Tanteeeee," ujar Alvan sembari memejamkan matanya greget.

Wanita itu tampak gelagapan. "Ah, masa sih?  Sok tau kamu Awan!"

Alvan membuang nafasnya dengan kasar. "ALVAN TANTE, NAMAKU ADALAH ALVAN!"

"Sejak kapan kamu ganti nama?"

Alvan tersenyum bak seperti joker. Semua orang yang ada di sana tengah menahan tawanya kuat-kuat. Apalagi melihat wajah Galang yang begitu tertekan. Kini, harga dirinya terasa diinjak-injak. Ibunya datang diwaktu yang tidak tepat. Tak berapa lama, ayah Galang mulai menyusul. Tidak tanggung-tanggung ia menenteng kantung yang sedikit besar di tangannya. Melihat seperti itu, wajah Galang semakin memerah. Alex, Alvan, dan Rian menepuk dahinya merasa capek sendiri. Sedangkan Gading dan yang lainnya hanya memperhatikan.

"Apalagi sih, Pih?" tanya Galang tampak sebal.

"Hampir aja lupa, ini selimut kamu sama guling kamu, tanpa ini kamu gak bakalan bisa tidur,  Alang," pria itu memberikan tentengan yang berisi guling dan selimut pada Galang.

Alvan tertawa terbahak-bahak ketika melihat guling yang berada dalam tas transparan itu. Bagaimana tidak? Guling yang ayah Galang berikan bergambar kedua orang tua Galang yang tampak mesra bergandengan tangan. Rasanya Galang ingin menghilang. Andai mereka bukan orang tuanya, mungkin sedari tadi Galang sudah mengusirnya.

"Maklum, kita kan keluarga cempaka," ujar ayahnya Galang cengengesan sembari membenarkan kacamatanya lalu merangkul istrinya dengan sayang.

"CEMARA!" ralat mereka semua yang ada di sana merasa gemas.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang