Bagian 36

30 21 31
                                    

"Setiap masalah pasti akan menemukan jalan keluarnya. Tergantung kita yang menghadapinya seperti apa. Percayalah, jika dengan emosi, masalah tidak akan pernah berhenti. Namun jika kita menghadapinya dengan kepala yang dingin dan penuh strategi, maka dapat dipastikan, masalah itu akan selesai sesuai dengan ekspektasi."

*****

Alex mengganti motornya dengan salah satu mobil milik Bunga. Dirinya sengaja meminjam guna memudahkan aksi pemantauannya. Kini Alex dan Gading sudah siap dengan stelan jaket Garuda disertai dengan kacamata hitam yang terpajang di atas hidung mancungnya. Tak lupa mereka juga mengenakan topi untuk menyembunyikan identitasnya. Setelah dirasa sudah siap, Alex langsung tancap gas menuju rumah Bagaskara yang notabenenya sebagai ayah kandungnya sendiri. Gading menunjukkan jalan alternatif yang jarang dilalui oleh kendaraan lainnya. Meskipun sedikit jauh dari jalan yang biasa mereka lalui, namun setidaknya Alex bisa menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi tanpa harus mengganggu pengguna jalan yang lain.

Namun lama-kelamaan, Gading merasa, jika keselamatannya tengah dipertaruhkan. Alex mengendarai mobil dengan tingkat kecepatan yang sangat tinggi. Gading langsung menghantam Alex. Melihat temannya yang memiliki jiwa lembek, Alex langsung tetawa menghina.

"Lex, gila, ya, lo! Gue gak mau mati konyol!" pekik Gading yang membuat Alex semakin gencar menggoda dirinya.

Alex menghentikan tawanya dengan susah payah. "Letoy amat lo jadi laki," ledek Alex. "Otot lo aja yang segede kelapa, tapi nyali lo? Segede biji jagung, Ding."

Gading tak membalas perkataan yang keluar dari mulut biadab milik Alex. Rasanya Gading ingin menghanyutkan Alex ke jalanan. Mendorongnya keluar dan melindasnya hingga tubuh Alex tak berbentuk. Itulah yang dinamakan perlahan, tapi pasti.

Alex melirik temannya yang kini hanya diam menatap dirinya dengan tatapan tajam. "Ngapain lo ngeliatin gue kaya gitu? Naksir, lo? Sorry Ding, bukannya gue gak setia kawan. Tapi jujur, gue masih normal."

"Apakah kini wajahku terlihat peduli? Tidak, kan?" sindir Gading dengan wajah yang datar. "Sedang mencoba bersabar sebelum menghajar,"

Tak berapa lama, mereka sampai di depan gerbang sebuah rumah mewah yang bernuansa putih. Rumah yang megah, namun terlihat seperti tidak ada kehidupan di sana. Alex menyebutnya dengan sebutan 'RUMAH MATI'. Rumahnya tertutup rapat dengan gerbang yang terkunci. Namun di dalam sana terlihat ada mobil berwarna hitam yang bertengger di dalam gerbang. Hal itu membuat Alex dan Gading semakin penasaran dan ingin langsung masuk ke dalam sana. Apalagi ketika mereka melihat gerbang yang dikunci dari dalam.

"Aneh banget. Keliatannya emang kaya gak ada orang, tapi," jeda Gading berpikir kembali.

"Gerbangnya dikunci dari dalem!" lanjut Alex yang langsung disetujui oleh Gading.

Gading langsung siap-siap hendak keluar. Namun Alex  mencegahnya. "Mau kemana lo?"

"Keluar, lah, kita harus cepet-cepet samperin om Bagaskara."

Alex kembali menahannya. "Kita gak boleh gegabah, kita pantau dulu dari sini," jeda Alex mengingatkan. "Kalo emang gak ada tanda-tanda bakal keluar, kita langsung masuk tanpa harus ketahuan."

Lama-kelamaan Gading merasa jengah. Begitu pula dengan Alex. Namun mereka akan tetap bersabar. Sedikit lagi. Siapa tahu mereka akan menemukan titik terang.

Benar saja. Tak lama kemudian, terlihat Bagaskara dengan stelan jasnya. Ia tampak membawa koper besar menuju mobil hitam dan terlihat sangat terburu-buru. Tak berapa lama, seorang perempuan mengikutinya dari belakang. Ia juga membawa koper. Namun kopernya terlihat lebih kecil daripada yang baru saja Bagaskara bawa. Satu pertanyaan yang terlintas dalam benak Gading dan juga Alex, Mereka ingin pergi kemana?

Setelah melihat perempuan itu, Alex benar-benar tak bisa mengontrol emosinya. Alex hendak keluar, namun Gading dengan cepat langsung menahannya. Gading menggelengkan kepalanya tanda melarang Alex untuk menghampiri mereka. "Tadi lo, kan, yang bilang kalo kita jangan gegabah?"

"Tapi ini udah di depan mata, Ding!" jawab Alex meluap-luap. Ia langsung membuka pintu mobilnya. Namun Gading cepat-cepat menahannya kembali.

"Apa lagi, bangsat!" hardik Alex.

"Tunggu dulu," ujar Gading.

Mata Gading tertuju pada tiga orang laki-laki yang sedang mengendap-endap. Mereka tengah mengintip di belakang gerbang. Namun setelah dilihat-lihat, Gading rasa dirinya mengenali mereka bertiga. Alex ikut melihat ke arah tiga manusia itu. Ia langsung membulatkan matanya dengan sempurna.

"Bagas, Arga, sama Rian, bukan sih?" tanya Alex sembari terus fokus pada ketiga orang tersebut.

"Lah iya," jawab Gading heboh.

"Tapi ngapain?" tanya Alex kembali.

"Bukannya Mereka nyamperin Syalwa, ya?" ucap Gading bertanya kembali.

Mereka saling menatap. "Jangan-jangan," ujar mereka berbarengan.

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang