Bagian 69

17 5 0
                                    

"Dua garis merah yang membuat senyumku merekah. Semoga malaikat kecil itu cantik sepertimu dan gagah sepertiku."

*****


Sedari tadi malam, Cinta merasa tak enak badan. Adelard pun mulai uring-uringan. Ia terus menelepon bundanya meminta pendapat tentang apa yang harus dirinya lakukan. Apapun yang Laila katakan, Adelard langsung mempraktikkannya. Dari mulai memasak bubur dan cara merawat orang yang sakit.

"Sayang," panggil Adelard yang sudah rapi dengan stelan kantornya. "Sekarang gimana? Udah mendingan?"

Cinta hanya menggumam. Matanya masih tertutup rapat. "Udah agak mendingan sayang, tapi mualnya masih ada,"

Adelard kembali membuka dasinya yang sudah terpasang dengan rapi. "Yaudah, aku gak jadi pergi ke kantor," ucap Adelard. "Aku panggil dokter ke sini, ya?"

"GAK MAU!"

"Biar cepat sembuh, sayang,"

"Yaudah kita pergi ke rumah sakit aja,"

"Lebih efektif panggil dokternya ke sini, sayang,"

"Gak mau! Pokoknya kalo diperiksa, aku mau ke rumah sakitnya langsung!"

Adelard membuang nafasnya dengan kasar. Ia mencoba untuk tetap bersabar. "Yaudah, kalo gitu aku nyiapin dulu mobil, ya? Kamu ganti dulu bajunya pake baju anget,"

Cinta menunduk lesu. Ia memainkan jari tangannya. Tak berapa lama, Cinta memanyunkan bibirnya--merasa sebal dengan suaminya itu. Adelard yang melihatnya langsung menghampiri Cinta dan memeluk wanita itu. Pasalnya, Adelard tidak mengerti dengan Cinta sedari malam tadi. Kelakuannya semakin lama terasa semakin aneh.

"Kenapa lagi, hm?" tanya Adelard dengan lembut.

"Aku gak mau pake mobil, maunya pake motor!"

"Kamu kan lagi sakit, sayang. Kalo naik motor, risiko masuk anginnya makin besar,"

"Pokoknya aku mau naik motor, titik! Terus kamu harus pake jaket ojol!" rengek Cinta.

"Kamu apaan, sih, sayang? Aneh-aneh aja, gak mau ah,"

Cinta kembali menarik selimutnya. "Yaudah kalo gitu, aku gak mau diperiksa,"

Adelard merasa frustasi. Ia keluar dari kamarnya dan mengotak-atik ponselnya. Tak berapa lama, teleponnya tersambung pada Laila.

"Bund, permintaan Cinta kok aneh-aneh? Masa dia gak mau diperiksa dokter di rumah, maunya langsung pergi ke rumah sakitnya,"

"Yaudah, turutin aja, Yad. Mungkin Cinta lagi mau jalan-jalan pake motor," ucap Laila di seberang sana.

"Masalahnya Cinta nyuruh aku pake jaket ojol, Bun, yakali!"

Laila tertawa renyah di seberang sana. "Saran Bunda sih kamu turutin aja apa maunya istri kamu. Asalkan dia cepat sembuh,"

Adelard hanya memutar bola matanya malas.

"Semangat anaknya Bundaaaa! Awas ya, kalo kamu bentak menantu kesayangan Bunda karena kemauannya yang gak masuk akal. Kalo itu terjadi, Bunda bakalan marah banget sama kamu!"

💫

Kini Cinta dan Adelard sedang berada di perjalanan menuju rumah sakit. Adelard dengan sangat terpaksa menuruti keinginan Cinta untuk memakai jaket ojek online. Ditambah lagi, ada peraturan susulan--Adelard harus menggunakan motor Supra yang sudah tua itu.

"Cin," panggil Adelard dari balik helm bogo yang dikenakannya.

Tidak ada jawaban dari si empunya. Entah memang karena suara Adelard kecil atau Cinta yang pura-pura tidak mendengar. Adelard mencoba untuk tetap bersabar. Ia kembali memanggil Cinta satu kali lagi.

"SAYANG!"

"Apa, sih, Mas? Jangan panggil saya sayang, memangnya Mas ini siapanya saya?"

Sontak Adelard langsung membulatkan matanya dengan sempurna. Apakah dirinya baru saja mengalami kesalahan dalam mendengar? Tidak mungkin! Adelard langsung meminggirkan motornya. Perlahan ia membuka helmnya--menatap Cinta dari balik kaca spion. Wajah wanita itu seakan tak punya dosa. Cinta hanya menampilkan wajah polosnya seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kenapa berhenti, Mas? Rumah sakitnya masih agak jauh dari sini,"

Adelard tertawa renyah karenanya. "Kamu kenapa, sih, sayang, hm?"

"Saya kan sudah bilang, Mas ini jangan sembarangan manggil orang dengan panggilan sayang. Nanti suami saya bisa marah kalo dengar Mas manggilnya kaya gitu,"

Adelard menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ingin sekali ia menerkam Cinta dengan sangat brutal. Namun, niat jahat itu Adelard kubur dalam-dalam. Ia tertawa hambar. Jika seperti ini, Adelard harus mengikuti permainan istri randomnya itu.

Adelard menganggukkan kepalanya dengan lembut. Ia kembali memakai helmnya. "Kalo gitu, saya minta maaf, ya, Mbak?" ujar Adelard kembali menghidupkan motor tuanya. "Pegangan dong Mbak, saya mau ngebut ini,"

"Maaf Mas, kalo sama saya jangan modus, ya. Bukan muhrim," balas Cinta. "Nanti kalo suami saya marah gimana?"

Sialan, Cinta benar-benar mendalami perannya. Ada-ada saja istrinya itu. Mungkin ini adalah efek samping dari tubuh Cinta yang sedang sakit. Adelard melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Selama di perjalanan, Adelard tidak banyak berbicara kecuali jika Cinta membutuhkan jawaban atas beberapa pertanyaan konyolnya. Selama di perjalanan, mereka berdua seolah bukan suami istri--melainkan seorang tukang ojek dengan penumpangnya.

Beberapa menit kemudian, Cinta dan Adelard sudah berada di rumah sakit. Mereka sedang menunggu giliran di kursi tunggu. Saat itu, Adelard benar-benar tidak dianggap sebagai suami oleh Cinta. Selama berada di sana, wanita itu mengabaikan dirinya. Cinta sedang asyik berbincang dengan perempuan hamil di sampingnya. Sedangkan Adelard hanya berdiri dan terlihat sangat menyedihkan di sana.

"Mbak, itu suaminya kenapa gak di ajak duduk? Kasian, nanti kakinya pegal," ujar wanita hamil itu pada Cinta.

Adelard menyapa wanita hamil itu dengan menganggukkan kepalanya sembari tersenyum manis ke arahnya. Melihat seperti itu, hati Cinta terasa dibakar oleh api cemburu. Bagaimana tidak? Adelard memberikan senyum manisnya pada wanita selain dirinya.

"Liat aja nanti di rumah, aku bejek-bejek bibir sialan itu!" umpat Cinta di dalam hatinya.

"Mbak," panggil wanita hamil itu sekali lagi. "Suaminya gak mau diajak duduk?"

Cinta tertawa renyah. "Aduh Mbak, itu bukan suami saya," jeda Cinta yang membuat Adelard mengangkat sebelah alisnya tanda meminta penjelasan. "Masa suami saya ojol, kan gak mungkin."

💫

Cinta untuk Cinta [TAMAT||REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang